Fimela.com, Jakarta Terlahir di Pandeglang, Banten, Teguh Karya menjadi salah satu sutradara dan penulis naskah terbaik yang pernah dimiliki negeri ini. Tidak sedikit aktor dan aktris besar yang lahir lewat tangan dinginnya seperti Slamet Rahardjo, Christine Hakim, Alex Komang, dan Eros Djarot.
Sebagai seniman, Teguh Karya dikenal sangat perfeksionis dan produktif dalam berkarya. Dalam satu bulan sedikitnya dua judul teater yang diciptakannya. Selama satu tahun, dia membuat dua judul film. Bahkan menjelang wafat, ada satu pesan yang selalu diingat Slamet sebagai anak didik Teguh Karya.
Advertisement
Baca Juga
- Slamet Rahardjo Djarot: Didi Petet Tak Pernah Menjelekan Orang
- Slamet Rahardjo: Didi Petet Meninggal Sebagai Contoh
- Penghormatan Terakhir untuk Didi Petet
"Sebelum meninggal, dia itu sulit bicara karena lidahnya pelo. Dia kena stroke. Tapi selang tiba-tiba dia bisa ngomong lancar ke saya. 'Met, saya mau ngomong'. Saya kaget. 'Iya pak teguh'. Dia pesan, 'Kreatifitas tidak boleh mati'," ungkap Slamet Rahardjo di Sanggar Populer, kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (4/11/2015).
Pantas saja tidak sedikit karya-karya sang maestro yang memperoleh penghargaan dari dalam maupun luar negeri. Terlebih lagi Teguh Karya tercatat sebagai sutradara yang paling banyak memenangi piala Citra. Sebut saja film November 1828, Doea Tanda Mata, dan Badai Pasti Berlalu.
"Teguh Karya adalah 'Suhu'. Dia semacam magnet yang gelombang getarannya sanggup membuat anggota kelompoknya terus merasa 'demam berkesenian'. Dia adalah guru, sahabat sekaligus bapak," kata Slamet Rahardjo. Sebagai pengingat, pesan itu juga tertulis di pusara Teguh Karya yang terletak di halaman sanggar Populer.
Mengingat rekam jejak di dunia perfilman, sudah sepantasnya Teguh Karya didaulat menjadi icon Fesitival Film Indonesia 2015. Paling tidak, para sineas saat ini bisa memetik semangat seorang Teguh Karya yang tak kenal lelah dalam berkarya dan berhasil mencetak bintang sekelas Slamet Rahardjo.