Sukses

Entertainment

Eksklusif, Lika Lucu Raditya Dika

Fimela.com, Jakarta Dalam melakoni dunia komedi, Raditya Dika punya resep sendiri. Tampil beda adalah kunci utama untuk bisa eksis. Bagaimana lika-liku pria berzodiak capricorn ini menggeluti dunia komedi, tak segan ia tularkan pada juniornya. Dia tak khawatir jika junior yang dibantunya justru lebih sukses dari dirinya.

***

Pemilik nama lengkap Dika Angkasaputra Moerwani ini mencuri perhatian publik setelah karya pertamanya yang berjudul Kambing Jantan: Sebuah Catatan Harian Pelajar Bodoh (2005) dibukukan. Buku yang ditulis dengan konsep diary ini menceritakan soal kehidupan Radith --begitu ia biasa disapa-- menimba ilmu di Adelaide, Australia. Sebelum dibukukan ia sudah mempubikasikan melalui blog pribadinya www.kambingjantan.com. Belakangan blog ini ia ganti namanya menjadi namanya sendiri www.radityadika.com.

Pria yang lahir di Jakarta, 28 Desember 1984  ini makin produktif setelah buku pertamanya best seller. Setelah karya pertama diterbitkan disusul dengan karya berikutnya; Cinta Brontosaurus (2006), lalu  tahun berikutnya terbit  Radikus Makankakus: Bukan Binatang Biasa (2007).  Tahun  2008 Raditya Dika menerbitkan Babi Ngesot: Datang Tak Diundang Pulang Tak Berkutang, Marmut Merah Jambu (2010) dan  Manusia Setengah Salmon (2011). Lama tidak menerbitkan buku, baru pada tahun 2015 ia meluncurkan buku Koala Kumal. Dalam setiap karyanya selalu ada unsur hewan. Tampaknya ini mencari salah satu ciri khas dalam setiap karya pria penyuka kucing ini.

Baca juga: Raditya Dika Ajak Penggemar Nonton Stand Up Comedy Academy

Ia memang tak jauh-jauh dalam mencari inspirasi, dirinya sendiri. Ketika mengajari orang lain yang coba ia tanamkan juga demikian. "Saya tekankan kepada mereka yang ingin mengasah bakat dalam dunia komedi untuk menggali apa yang ada pada dirinya dan dekat dengan dirinya. Apa yang ia gelisahkan sehari-hari, itu yang paling gampang dieksplorasi," ujarnya.

 Raditya Dika. (Fotografer: Andy Masela, Digital Imaging: Denti Ebtaviani/Bintang.com)

Memiliki penggemar yang loyal membuat keuntungan sendiri bagi Radith. Saat  bukunya hendak difilmkan mereka sudah menanti. Hampir seluruh bukunya sudah difilmkan. Ia juga terlibat dalam produksi film-flm tersebut mulai dari penulisan skenario dan juga sebagai pemain. Bahkan dalam beberapa judul Radith juga bertindak sebagai sutradara.

Apa tidak kerepotan? "Ya kalau ditanya repot atau tidak ya repot. Namun harus pintar membagi konsentrasi saja. Terutama saat bertindak sebagai sutradara dan juga harus menjadi pemain," ujar Raditya Dika yang menyutradarai film Marmut Merah Jambu (2014) dan Malam Minggu Miko The Movie (2014).

 Raditya Dika. (Fotografer: Andy Masela, Digital Imaging: Denti Ebtaviani/Bintang.com)

Raditya Dika tak pelit berbagi ilmu, malah ia suka dengan aktifitas mengajar. Dalam acara Stand Up Comedy Academy yang ditayangkan Indosiar setiap Senin hingga Kamis sejak 5 Oktober 2015 lalu,  ia bertindak sebagai mentor dan juri tamu.  Lewat even ini ia berharap akal lahir komedian yang andal.

Ia tak takut jika mereka yang ia metori bisa lebih bagus, lebih populer dari dirinya. "Enggak masalah kalau mereka lebih bagus dan lebih populer dari aku. Aku tidak menganggap mereka sebagai saingan, tapi sebagai partner," ujarnya kepada Edy Suherli, Henry, dan Andy Masela dari Bintang.com yang menyambanginya di kantor Indosiar, bilangan Daan Mogot Jakarta Barat, pada Rabu (7/10/2015). Inilah petikan selengkapnya.

Regenerasi Pelawak

Acara seperti Stand Up Comedy Academy bisa menjadi ajang bagi para pelawak pemula untuk unjuk gigi. Sebagai komedian yang memiliki basis sebagai penulis, ia berharap banyak pada event seperti ini. Dari sini diharapkan bisa melahirkan pelawak potensial di masa yang akan datang.

Seperti apa  Anda melihat regenerasi dalam dunia lawak di Indonesia saat ini?

Dunia komedi di Indonesia sedang berkembang. Kalau dulu orang lebih mengenal  pentas lawak tradisional seperti ludruk, lenong dan semacamnya, sekarang ada yang baru lagi seperti stand up comedy. Di dunia maya juga muncul para kreator baru memanfaatkan dunia maya sebagai pentas untuk menampilkan kelucuan itu. Mereka menyuguhkannya melalui media sosial seperti Youtube, Facebook, Instagram dan lain sebagainya. Dunia komedi di dunia maya ini sedang ramai oleh para kreator baru yang tak kalah lucunya.

Baca juga: Raditya Dika Optimis Stand Up Comedy Academy Indosiar Lahirkan Komika Unik

Era baru ini makin banyak peluang dong?

Perkembangan teknologi memunculkan media baru yang sebelumnya tidak terbayang. Ternyata sekarang bisa menjadi media untuk mempublikasikan karya itu. Padahal dulu cuma mengenal ludruk, lenong dan lain-lain. Sekarang ada yang yang membuat naskah sendiri lalu dibuat video yang diunggah ke Instagram dan Youtube. Ke depan trend komedi akan menuju ke sini menurut saya.

 Raditya Dika. (Fotografer: Andy Masela, Digital Imaging: Denti Ebtaviani/Bintang.com)

Publik merespon sesuatu yang baru ini?

Kalau itu tergantung pada kontennya, kalau memang bagus dalam arti lucu dan menarik akan direspon. Namun kalau materinya  biasa-biasa saja yang respons publik juga akan biasa.

Pola macam apa yang bisa ditularkan untuk para junior?

Selama ini aku berangkat dari seorang penulis, menulis blog, buku, skenario dan lain sebagainya. Aku  menularkan ilmu menulis ini kepada para junior yang ingin menekuni dunia komedi. Jadi bukan spesifik pada ilmu komedinya. Aku  bikin kelas untuk membimbing mereka yang punya ketertarikan besar mengikuti langkah yang sudah aku jalani. Publik juga bisa mendownload gratis semua skenario yang pernah aku buat. 

Acara seperti Stand Up Comedy Academy ini bisa menjadi alternatif untuk melakukan regenerasi?

Oh ya, apalagi aku basic-nya memang senang mengajar. Aku senang mengajarkan  apa yang aku tahu dan aku punya pada orang lain. Aku dulu sebelum seperti ini juga berguru pada orang lain. Senang aja bisa membantu teman-teman yang baru merintis karier di dunia komedi. Stand Up Comedy Academy adalah rumah yang pas bagi mereka yang ingin mengasah bakatnya dalam dunia komedi.

 Raditya Dika. (Fotografer: Andy Masela, Digital Imaging: Denti Ebtaviani/Bintang.com)

Punya kekhawatiran enggak, jika yang Anda ajari sekarang bisa jauh lebih besar dan populer dari Anda nantinya?

Aku tidak punya  kekhawatiran macam itu. Justru bagus dong kalau yang aku ajari sekarang bisa lebih populer dan lebih terkenal. Enggak ada masalah buat aku. Sekarang aja yang lebih lucu dari aku banyak, yang lebih pintar dari aku juga banyak. Soalnya hal macam itu enggak akan merugikan kita. Makanya penting banget untuk jadi diri kita sendiri. Saran aku pada teman-teman yang ikut Stand Up Comedy Academy ini untuk tidak bersaing menjadi yang paling lucu atau yang paling hebat. Yang perlu dipikirkan adalah bagaimana  menjadi yang paling beda. Kalau kita beda, kita tidak akan takut.

Anda tidak menganggap pendatang baru sebagai saingan, lalu sebagai apa?

Sekarang ini eranya kolaborasi, enggak perlu takut untuk bersaing. Jadi setiap kali ada orang baru yang menurut aku bagus aku rangkul. Dia aku ajak main dalam film yang aku bikin atau terlibat dalam sitkom yang aku garap. Jadinya kan asyik bisa kerja bareng. Enggak ada kamusnya untuk sirik-sirikan dengan junior. Para junior itu aku anggap sebagai partner dalam berkarier. Jadi kalau mereka memang potensial akan aku ajak sama-sama berkarier.

Anda enggak pelit berbagi ilmu pada junior?

Banyak teman-teman yang minta saran dan sharing dan akhirnya berhasil. Saat mendengar mereka berhasil aku biasa-biasa saja. Soalnya kepuasan yang aku dapat justru didapat saat mengajari mereka dulu. 

 

Konsep Awal Harus Lucu

Menurut Raditya Dika, lucu yang terkonsep dengan baik akan lebih mudah diimplementasikan di atas panggung. Namun harus konsisten dengan konsep yang sudah disiapkan. Improvisasi tak masalah asal tidak mengubah rancangan awal yang sudah disiapkan.

Seperti apa memindahkan kelucuan yang sudah dikonsep dalam sebuah tulisan ke panggung macam Stand Up Comedy Academy ini?

Pada dasarnya tulisan, cerita, skenario yang sudah lucu kemungkinan besar saat ditampilkan di pentas atau dibuat filmnya juga akan lucu. Yang membedakan adalah delivery, cara menyampaikan skrip yang sudah lucu itu. Seperti apa sikap kita membaca skrip agar tetap lucu saat dipresentasikan.

Baca juga: Raditya Dika Arahkan Peserta Stand Up Comedy Academy Indosiar

Seberapa besar improvisasi dibutuhkan saat mempresentasikan sebuah skrip cerita?

Kalau kita bisa improvisasi di panggung harus disyukuri, artinya kita sudah nyaman dengan panggung. Bagus banget kalau sudah berani berimprovisasi. Tapi kembali lagi syaratnya skripnya harus lucu dulu. Kalau tidak ada di teks yang sudah dibuat kemungkinan tidak akan ada di panggung. Jadi syarat mutlaknya skrip harus lucu dulu.

 Raditya Dika. (Fotografer: Andy Masela, Digital Imaging: Denti Ebtaviani/Bintang.com)

Peserta Stand Up Comedy Academy ini latar belakangnya amat beragam, apa yang paling Anda tekankan kepada mereka?

Aku mengajari mereka untuk peka pada diri sendiri dan lingkungan sekitar. Yang pertama yang akan saya tanyakan pada mereka adalah apa yang paling ia resahkan saat ini. Dari sanalah aku akan mengawali pelajaran. Mengeksplorasi sesuatu yang sudah menjadi keresahan dan perhatian itu akan lebih mudah. Itu akan menjadi bahan dasar lawakan dia nanti. Kalai sudah seperti itu hasilnya akan beragam dengan sendirinya. Soalnya persoalan yang dihadapi orang yang satu dengan orang yang lain pasti berbeda. Apalagi kalau melihat latar belakang masing-masing peserta yang  macam-macam. Aku tidak akan memaksakan apa yang aku tahu dan yang aku suka pada mereka. Kalau hal itu dipaksakan nati hasilnya akan sama.

Bagaimana dengan unsur kedaerahan?

Banyak pelawak-pelawak yang punya ciri khas dia berasal dari daerah tertentu, seperti Batak, Jawa, Ambon, dan lain-lain. Kalau seorang komedian punya ciri seperti ini bagus dipertahankan dan digarisbawahi. Yang penting happy dengan dengan apa yang dibawakan. 

 Raditya Dika. (Fotografer: Andy Masela, Digital Imaging: Denti Ebtaviani/Bintang.com)

Stand up comedy itu kan bermain kata-kata, apa resep dari Anda untuk tidak terjerumus dalam hal-hal SARA atau porno?

Ketahui dulu siapa audience kita, itu yang paling penting. Penampilan kita di sebuah tempat mewakili apa yang boleh dan apa yang tidak boleh kita lakukan. Kalau kita  berhadapan dengan teman-teman yang sudah kita pahami, bercanda jorok, kasar atau apa pun itu sudah biasa. Tapi kalau sudah di panggung harus melihat siapa yang menonton. Apalagi kalau penonton yang luas dan beragam banget seperti penonton televisi. Saya selalu bilang kepada mereka untuk berhati-hati. Kalau tidak di televisi dan anda yakin dengan penonton yang hadir, silakan membawakan materi yang kira-kira teman-teman bisa terima.

Ada self-sensor sendiri ya?

Kuncinya itu tadi kita tahu di mana tampil dan siapa yang mejadi penonton kita. Ada yang bertanya pada saya seperti apa supaya enggak jorok lawakannya. Saya menjawabnya ya lihat siapa yang dihadapi. Kalau tema-teman sendiri dan mereka bisa menerima kita membawakan materi yang rada jorok, ya silahkan saja. Tapi jangan coba-coba membawakan materi seperti itu untuk audience yang beragam seperti televisi.

Usai pemotretan dengan Bintang.com, Raditya Dika ditunggu untuk melakukan syuting acara Stand Up Comedy Academy di studio 1 Indosiar. Dalam acara ini Dika bertindak sebagai mentor dan juri tamu. Seperti apa hasil mentoring yang ia lakukan akan terlihat saat para peserta tampil di panggung.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading