Fimela.com, Jakarta Rae Sita Supit, seorang aktris senior meninggal dunia di hari Rabu (20/5/2015). Ia meninggal dunia karena penyakit kanker ovarium. Selama hidupnya, Rae Sita menekuni karir di berbagai bidang. Tapi yang melambungkan namanya adalah saat menjadi pemain film.
Selama tahun 1974 sampai 1985, tak kurang dari 28 film pernah dibintangi Rae Sita Supit meski tak semuanya sebagai pemeran utama. Walaupun karirnya cukup bagus di dunia hiburan, istri dari Oke F. Supit ini justru memutuskan untuk pensiun dari dunia film pada 1985 dan lebih memilih untuk kerja kantoran sebagai PR (Public Relations) di sebuah hotel di Jakarta.
Meski begitu kiprah Rae Sita di dunia film tetap dikenang hingga sekarang. Menurut pandanga kami, setidaknya ada tiga film terbaik yang pernah dibintangi Rae Sita Supit. Apa saja film-filmnya?
Advertisement
1. Cintaku di Kampus Biru
Film yang dirilis pada 1976 ini diadaptasi dari novel laris karya Ashadi Siregar. Film yang disutradarai Ami Prijono ini dibintangi Roy Marten, Yatie Octavia dan Rae Sita Supit. Rae Sita berperan sebagai Yusnita, seorang dosen yang didekati oleh salah seorang mahasiswanya, Anton (Roy Marten). Anton yang merupakan mahasiswa cerdas termasuk ganteng dan dikenal sebagai penakluk wanita.
Setelah putus dari pacarnya, Marini (Yatie Octavia), Anton berusaha mendekati Yusnita, dosen perawan tua yang dikenal galak terhadap mahasiswanya. Anton punya maksud dan tujuan tertentu dengan mendekati Yusnita.
Cintaku di Kampus Biru atau sering disebut Kampus Biru saja termasuk sukses dan melambungkan nama para pemainnya. Menurut data Perfini, Cintaku di Kampus Biru adalah film ketiga terlaris di Jakarta pada 1976. Setelah bermain di Cintaku di Kampus Biru, Rae Sita laris mendapat tawaran bermain film.
Baca Juga: Lima Fakta Menarik Rae Sita Supit Yang Belum Anda Ketahui
2. Perawan Desa (1978)
Film drama ini termasuk berat dan kontroversial karena mengandung sindiran pada oknum pejabat di Indonesia yang kerap menyalahgunakan kekuasaan. Film besutan Frank Rorimpandey ini awalnya bertajuk Balada Sum Kuning, karena diangkat dari kisah nyata Sumirah, seorang penjual telur di kawasan Yogya yang diperkosa sejumlah pemuda.
Para pemuda itu ternyata anak pejabat sehingga proses untuk menyeret mereka ke pengadilan bukanlah hal yang mudah. Atas beragam pertimbangan, judulnya sempat diganti menjadi Balada Sumirah tapi akhirnya diganti lagi menjadi Perawan Desa. Jadwal tayangnya pun sempat mundur dari tahun 1979 dan baru tayang pada 1980. Rae Sita tampil sebagai pimpinan persidangan dalam film yang disebut-sebut sebagai salah satu film Indonesia yang menampilkan adegan pengadilan terbaik.
Akting Rae Sita Supit mendapat banyak pujian dan berbuah nominasi Aktris Pendukung Terbaik di Festival Film Indonesia (FFI) 1980. Perawan Desa akhirnya meraih lima Piala Citra yaitu di kategori Film Terbaik, Sutradara Terbaik, Skenario Terbaik (Putu Wijaya) dan Penyunting Terbaik (Casim Abbas). Satu piala lagi adalah penghargaan khusus sebagai Film dengan Relevansi Sosial Tertinggi.
3. Kabut Sutra Ungu (1979)
Film yang disutradarai Sjuman Djaya ini dibuat saat film Indonesia yang diadaptasi dari novel sedang booming. Dibintangi oleh Jenny Rachman dan Roy Marten yang merupakan pasangan idola di era tersebut, Kabut Sutra Ungu diadaptasi dari novel karya Ike Soepomo yang juga menulis skenario film ini bersama Sjuman Djaya. Inti ceritanya, Miranti (Jenny Rachman) ditinggal mati suaminya karena kecelakaan sebagai pilot.
Hidup sebagai janda ia mengalami banyak masalah, namun dihadapinya dengan tegar. Kesulitan paling besar datang dari adik iparnya,yaitu Dimas (Roy Marten) yang mencintainya. Rae Sita memang hanya menjadi pemeran pendukung di film ini tapi cukup meyakinkan dan menuai pujian.
Rae Sita Supit berperan sebagai Erna, seorang sosialita yang merasa senasib dengan Miranti. Kabut Sutra Ungu bukan hanya sukses secara komersil tapi juga meraih 5 Piala Citra di FFI 1980 dari 9 nominasi yang mereka dapatkan.
Lima piala tersebut diraih di kategori Aktris Terbaik (Jenny Rachman), Skenario Terbaik, Tata Sinematografi Terbaik, Tata Musik Terbaik dan Tata Suara Terbaik. Satu lagi penghargaan khusus FFI diperoleh lewat kategori Film yang Menunjukkan Perubahan dalam Masyarakat Secara Psikologis. Di FFI 1981, Kabut Sutra Ungu memenangkan Piala Antemas sebagai film terlaris di tahun 1980.