Fimela.com, Jakarta Sutradara video klip sukses juga sebagai sutradara film. Hanya sedikit orang yang bisa melakukan hal itu. Salah satunya adalah Rizal Mantovani. Saat video klip lagu-lagu Indonesia mulai booming di awal 1990-an, Rizal adalah salah seorang pencetusnya. Ia mulai dikenal sebagai sutradara video klip yang handal. Karya-karyanya kerap memenangkan beragam penghargaan di sejumlah ajang kontes video klip.
Rizal mulai mencoba menyutradarai film layar lebar lewat film Kuldesak di tahun 1998. Film tersebut merupakan kolaborasi empat sutradara. selain Rizal Mantovani, film indie tersebut juga disutradarai oleh Riri Riza, Mira Lesmana dan Nan T. Achnas. Di tahun 2001, Rizal berduet dengan Jose Poernomo membesut film bergenre horor Jelangkung. Meski dirilis saat film nasional tengah terpuruk, ternyata Jelangkung berhasil meraih sukses.
Jelangkung yang awalnya akan ditayangkan di televisi, berhasil meraih banyak penonton dan menjadi salah satu pemicu bangkitnya perfilman Indonesia. Setelah itu, karir Rizal Mantovani sebagai sutradara film layar lebar mulai melesat. Sejumlah film sudah pernah ditanganinya, diantaranya; Jatuh Cinta Lagi, trilogi Kuntilanak, Air Terjun Pengantin, Jenglot Pantai Selatan, Pupus, 5 cm, Crush dan yang terbaru, Wewe.
Advertisement
Sesuai dengan judulnya, Wewe merupakan film bergenre horor yang sudah beberapa kali kali ditangani Rizal Mantovani. Lalu apa yang membuat film Wewe dan apa keistimewaannya dibandingkan film-film Rizal lainnya? Lalu filn seperti apa lagi yang akan dibuat Rizal dan apa ia keberatan mendapat cap sebagai sutradara spesialis film horor? Berikut wawancara eksklusif dengan Rizal Mantovani yang ditemui di Epicentrum XXI, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (13/4/2015).
Apa garis besar cerita film Wewe?
Ini film horor yang dibungkus dengan kehidupan sebuah keluarga. Ada pasangan suami-istri dan dua anaknya, Luna dan Aruna. Mereka pindah ke rumah baru karena ayahnya pindah tugas. Dari situlah konflik dimulai. Istrinya dari awal kurang setuju pindah ke rumah baru yang berkesan angker dan terpencil di pinggir kota. Aruna yang berumur lima tahun perilakunya mulai berubah aneh dan senang menyendiri. Suatu hari Aruna menghilang dan konflik diantara keluarga itu semakin memuncak. Penduduk sekitar rumah mereka ada yang meyakini kalau Aruna diculik Kolong Wewe atau Wewe Gombel yang kabarnya suka menculik anak-anak.
Mengapa judulnya hanya Wewe bukan Wewe Gombel, misalnya?
Saya rasa cukup Wewe saja. Kalau pakai kata gombel kesannya kurang seram, malahan bisa terkesan konyol.
Apa keistimewaan film Wewe ini dibandingkan film-film bertema hantu lainnya?
Saya koreksi dulu, ini bukan film hantu atau setan tapi film horor. Kalau hantu atau setan itu kesannya terlalu berat karena berhubungan dengan dunia lain, agama dan sebagainya. Kalau horor lebih pada membangun suasana dengan menampilkan mahluk-mahluk seram yang mungkin saja ada atau mungkin saja hanya legenda atau mitos. Film ini menampilkan mahluk wewe atau kolong wewe atau wewe gombel, yang menurut cerita adalah nenek-nenek seram yang suka menculik anak kecil yang ditelantarkan atau kurang diperhatikan oleh orangtuanya. Nah, mahluk wewe nya itu sebenarnya hanya alat atau simbol. Inti ceritanya adalah banyak anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari orangtuanya dan mencari pelarian ke hal-hal lain yang kurang baik.
Jadi bisa dibilang film Wewe ini ada relevansinya dengan kehidupan kita sehari-hari?
Betul banget. Ini salah satu pesan yang mau kita sampaikan di film ini. Anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari orangtuanya yang mungkin sibuk dengan urusannya masing-masing. Akibatnya, anak-anak mereka mencari pelarian ke hal lain yang kurang baik seperti narkoba, pergaulan bebas dan semacam itu. Ini kan bagian dari masalah kehidupan yang dialami banyak keluarga. Di film ini kita bungkus pelariannya melalui mahluk wewe. Tokoh Aruna seperti asik dengan dunianya sendiri dan hal ini dimanfaatkan oleh wewe untuk mengambil Aruna. Setelah kejadian itu barulah orangtuanya sadar kalau selama ini mereka kurang memperhatikan Aruna.
Advertisement
1
Kalau begitu masalah keluarga merupakan pesan moral dari film Wewe?
Itu salah satunya. Kalau pesan lainnya kita serahkan pada penonton. Saya rasa ada banyak pesan dan pelajaran yang bisa diambil. Tapi itu semua berpulang pada penonton. Biar mereka yang menilai, karena kita tidak mau berkesan menggurui. Semoga saja ada pesan moral yang bisa diambil dari film ini.
Ending Wewe terkesan terbuka untuk dibuatkan sekuelnya. Apa memang ada rencana untuk itu?
Sebagian besar film horor memang membuat ending yang terbuka dan ada twist-nya. Itu memang dibuat supaya penonton penasaran dan menginterpretasikan sendiri bagaimana akhir ceritanya. Ada memang yang dibuatkan sekuelnya, tapi untuk film Wewe ini nggak ada rencana untuk membuat sekuelnya.
Setelah Wewe, apa ada rencana untuk membuat film horor selanjutnya?
Untuk saat ini belum ada. Tapi memang ada keinginan untuk bikin film horor lagi. Yang penting cari ceritanya dulu kalau memang bagus dan pas ya kenapa nggak? Masih ada cerita atau folklore mahluk-mahluk seram di Indonesia yang bisa diangkat untuk jadi tema film.
Apa ada rencana untuk bikin film Jelangkung lagi?
Kayaknya nggak ada. Kalau yang lain mungkin saja.
Apa Anda tidak keberatan mendapat cap sebagai sutradara spesialis film horor?
Saya memang banyak membuat film horor, jadi nggak masalah buat saya. Selain horor saya juga pernah membuat film drama, komedi, petualangan sampai musikal. Tapi kalau memang dicap sebagai sutradara film horor ya saya harus terima.
Apa yang menjadi ciri khas film horor seorang Rizal Mantovani?
Kalau saya selalu berusaha membuat film seperti wahana roller-coaster. Orang-orang naik roller-coaster pastinya sudah tahu akan merasa tegang, berteriak-teriak tapi tetap saja naik. Itu karena mereka mendapatkan pengalaman seru dan menarik, merasakan naik ke atas lalu turun, naik dan turun lagi. Nah, teori itu yang diterapkan di film horor buatan saya termasuk Wewe. Penonton bisa merasakan ketegangan, tenang, tegang lagi dan kemudian turun lagi. Mereka seperti naik roller-coaster, setelah turun rasanya tegang tapi senang dan ingin naik lagi.
Apa proyek Anda selanjutnya? Apakah menggarap film horor lagi?
Ada beberapa proyek yang akan saya kerjakan, tapi belum bisa saya bicarakan sekarang, hahaha. Tawaran untuk film horor juga sudah ada. Tapi masih saya pelajari dulu. Seperti saya bilang tadi, kalau memang ceritanya menarik dan cocok, ya bisa saja saya terima.
Genre film apa lagi yang ingin Anda tangani, apa ada rencana membuat film tentang pahlawan nasional atau yang berlatar sejarah?
Seperti saya bilang tadi, saya tidak mengkhususkan diri pada genre tertentu. Yang jelas ada empat tema besar di dunia film yang abadi dan selalu menjadi tren, yaitu drama, komedi, eksyen dan horor. Saya sebenarnya tertarik membuat film tentang pahlawan terutama pada tokoh-tokohnya. Jadi saya lebih tertarik pada film biopic atau biografi seorang tokoh.
Â
2
Siapa tokoh pahlawan yang ingin Anda buat filmnya?
Wah, ada beberapa yang ingin saya buat. Tapi hampir semuanya sudah dibuatkan filmnya hehehe. Tapi ada satu tokoh yang belum pernah dibuat filmnya yaitu Pangeran Diponegoro. Saya sudah lama tertarik ingin memfilmkan Pangeran Diponegoro. Selain banyak pelajaran dan nilai edukatif yang bisa diambil, filmnya bisa dibuat secara kolosal dengan menampilkan adegan perang. Ini ide yang menarik tapi saya belum tahu kapan bisa mewujudkannya. Mudah-mudahan lewat wawancara ini ada produser yang mendengar kalau saya tertarik membuat film tentang Pangeran Diponegoro, hehehe.
Siapa sineas yang menginspirasi Anda dalam berkarya?
Saya tidak punya banyak idola karena saya mengambil inspirasi dari banyak hal, bisa dari karya film orang lain, musik, media sampai foto di media. Tapi ada satu sutradara yang sangat saya sukai karya-karyanya yaitu David Fincher. Ini memang unik karena saya belum pernah membuat film yang senada dengan karya-karya Fincher tapi saya sangat mengagumi film-filmnya. Selain itu dia juga mengawali karir sebagai sutradara iklan dan video klip sebelum menjadi sutradara film.
Bagaimana kondisi perfilman Indonesia saat ini, apakah sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya?
Kalau menurut saya sudah cukup bagus. Produksi film sudah semakin bagus dan jumlahnya juga cukup banyak. Kalau soal lebih baik atau tidak, rasanya bukan saya yang pantas menilai hal-hal seperti itu. Biarkan penonton saja yang menilai karena mereka yang lebih menentukan maju atau tidaknya, baik atau tidaknya film Indonesia.
Bagaimana dengan persaingan film-film Indonesia dengan film impor, misalnya Wewe yang diputar bersamaan dengan Fast and Furious 7?
Rasanya nggak ada masalah. Persaingan akan selalu ada dan saya nggak merasa khawatir karena tiap film akan ada penontonnya. Itu kan hak tiap orang untuk menonton, kita nggak bisa memaksa orang lain untuk menonton film karya kita. Film Indonesia punya penontonnya sendiri dan film lainn juga begitu. Yang jelas, kalau kita selalu khawatir kalah bersaing sama film impor atau film lainnya, ya kapan kita membuat karya. Jadi, kita buat saja karya atau film dengan sebaik mungkin dan biarkan penonton yang menilai.
Tanggapan Anda soal film-film horor yang menjual keseksian sudah mulai berkurang dan berganti dengan film horor berkelas seperti Tuyul dan Wewe.
Ini juga bukan saya yang berhak menilai. Sebagai sineas, yang terpenting saya selalu berusaha membuat karya-karya terbaik dan disukai penonton. Untuk film-film lain, ya hanya penonton yang bisa menilai.
Terakhir, apa yang menjadi ciri khas film-film Rizal Mantovani?
Film yang menghibur dan memuaskan penonton. Film saya adalah film pop. Lewat film-film karya saya, penonton mudah-mudahan bersedia datang ke bioskop, terhibur dan merasakan pengalaman mengesankan setelah menyaksikan film saya. Mereka datang ke bioskop dan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit kan ingin mendapat hiburan. Itu yang paling utama. Kalau ada pesan atau hikmah yang mereka bisa ambil, ya itu saya anggap sebagai bonus.
Â