Vaksin MR (Measles Rubella) produk SII (Serum Institute of India) akhir-akhir ini menjadi perdebatan tersendiri di kalangan masyarakat. Ini mengingat bahwa di dalam vaksin ini mengandung babi. Meski sempat diperdebatkan, lewat fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 33 Tahun 2018, vaksin MR ternyata diperbolehkan.
Untuk memperbolehkan vaksin MR sendiri tentunya dilakukan MUI bukan tanpa alasan. Staf Khusus Presiden Bidang Keagamaan Abdul Ghoffarrozin mengungkapkan jika para ulama sepakat bahwa keharaman pada obat bisa menjadi kebolehan selama hal itu memang benar-benar mendesak, dibutuhkan dan demi kebaikan.
Dalam Mahzab Hanafi, mensyaratkan dua hal yang bisa mengubah keharaman menjadi kebolehan yakni dengan adanya pengetahuan pasti tentang keharaman tersebut namun keharaman itu benar-benar bisa menyembuhkan atau mengobati.
Sementara itu dalam Mahzab Maliki, mensyaratkan obat yang mengandung keharaman digunakan pada keadaan darurat atau khawatir kehilangan nyawa. Dalam Mahzab Safi'i, Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu' syarah al-Muhadzdzab (Jus 9 hal 54-55) obat yang mengandung keharaman mutlak diperbolehkan jika benar-benar dibutuhkan dalam keadaan darurat sedangkan tidak ditemukan obat lain sejenis yang suci. Namun, jika suatu waktu obat sejenis dan suci ditemukan, obat yang mengandung keharaman ini hukumnya mutlak kembali menjadi haram.
Terkait mahzab yang ada, vaksin MR akhirnya diputuskan diperbolehkan. Ini mengingat ada kondisi darurat (sangat berbahaya) jika anak tidak mendapat vaksin MR pada usia 9 sampai 15 bulan. Tingkat darurat ini bahkan meningkat berkali-kali lipat ketika anak rentan terhadap serangan virus rubella maupun campak. Mereka tidak hanya bisa meninggal dunia tetapi juga menjadi sumber penyebaran virus bagi anak-anak dan orang-orang di sekitarnya.
Dari Data Kementerian Kesehatan (2018), wabah campak dan rubella telah ditemukan di Indonesia. Sedikitnya 32 juta anak usia 9 bulan sampai 15 tahun di Indonesia juga belum terlindungi dari virus campak maupun rubella. Dikhawatirkan, ini akan menambah jumlah korban cacat hingga meninggal dunia bagi anak-anak akibat campak maupun rubella jika mereka tidak mendapatkan vaksin MR.
Untuk mencegah risiko penyebaran wabah campak dan rubella, cara paling tepat yang bisa dilakukan saat ini adalah melakukan vaksin MR. Sayangnya, vaksin MR dikenal mengandung gelatin babi dan bersifat haram. Namun di sisi lain, untuk menemukan vaksin baru yang halal dengan manfaat serupa, para ahli dan peneliti membutuhkan waktu cukup lama sekitar 15 sampai 20 tahun. Itu pun masih ada kemungkinan besar penemuan yang dilakukan menuai kegagalan.
Dengan adanya kondisi itulah, MUI akhirnya memperbolehkan penggunaan vaksin MR. Melansir dari laman nawalaksp.id, Ghoffarrozin mengatakan, "Dengan demikian, dapat dikatakan imunisasi dengan vaksin MR hukumnya diperbolehkan. Bahkan hukumnya dapat pula ditingkatkan menjadi wajib. Mengapa, karena konsekuensi dari kondisi darurat seharusnya tidak cukup dalam posisi mubah yang bermakna terserah (bisa dilakukan bisa tidak). Seseorang dan negara memiliki tanggung jawab untuk mewajibkan agar keadaan darurat atau risiko terburuk bisa teratasi."
- Vaksin MR Sudah Penuhi Prasyarat Keadaan Darurat dan Hukum Islam
- Apa yang Dilakukan Vaksin MR di Dalam Tubuh dan Pada Bayi?
- Tidak Perlu Ragu, Kini MUI Bolehkan Penggunaan Vaksin MR
- Ibu Tidak Mendapat Vaksin Rubella, Bayi Rentan Alami Buta dan Tuli
- MUI Menyatakan Vaksinasi Sudah Sesuai Syariat Islam, Tak Perlu Khawatir
(vem/mim)