Pakar mikrobiologi klinik dari Universitas Indonesia Prof dr Usman C Warsa Phd SP MK (K) mengingatkan agar masyarakat jangan sembarangan dalam mengonsumsi antibiotik.
"Idealnya pemberian antibiotik jika terjadi infeksi akibat kuman ataupun jamur. Kalau hanya panas biasa atau flu diberi antibiotik itu salah," ujar Usman dalam acara konferensi pers "8th National Symposium of Indonesia Antimicrobial Resistance Watch" di Jakarta, Kamis.
Menurut Guru Besar Mikrobiologi Klinik FKUI-RSCM itu, jika panas hendaknya dilakukan pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu untuk mengetahui penyebab dari panas tersebut.
Advertisement
"Kalau di luar negeri sudah seperti itu. Pihak asuransi tidak akan mau membayar jika tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium dahulu," jelas dia.
Tapi di Indonesia belum sampai pada tahap demikian. Tenaga medis seperti dokter dengan mudah memberikan antibiotik kepada pasien agar cepat meredakan panas atau infeksi.
"Memang kalau diberikan antibiotik, panas akan berkurang. Namun harus juga diingat penggunaan antibiotik yang kurang tepat belum tentu bermanfaat dan menyebabkan bakteri menjadi resisten," lanjut mantan rektor UI itu.
Hendaknya dokter, sambung dia, memberikan antibiotik secara tepat, rasional dan harus dilengkapi data-data empiris.
Begitu juga pihak rumah sakit harus menyediakan antibiotik sesuai dengan survei.
"Pasien juga harus kritis kalau dokter memberikan antibiotik. Tanyakan sama dokter, apakah perlu diberi antibiotik?"
Menurut Usman, sebenarnya dokter juga sudah diajarkan mengenai tata cara penggunaan antibiotik. Tapi sayangnya banyak dokter yang tidak mau "berpikir" mengenai penyakit yang diderita pasien dan langsung diberikan antibiotik.
Ke depannya, lanjut dia, perlu adanya sanksi agar dokter tidak sembarangan memberikan antibiotik. Begitu juga pihak apotek harus menjual antibiotik sesuai dengan resep dokter.
(vem/bee/ant)