Oleh: Laras Eka Wulandari
Diabetes Mellitus atau yang kerap dikenal sebagai kencing manis, hingga kini masih sering dianggap penyakit sepele yang tidak membahayakan. Nyatanya, setiap tahun prevalensi penyakit ini bertambah. Menurut data WHO, jumlah penderitanya pada tahun 2000 mencapai sekitar 8,4 juta jiwa, pada 2030 nanti diperkirakan penderitanya bisa mencapai 21,3 juta jiwa. Bahkan jumlah kematiannya akan meningkat dua kali lipat selama 2005-2030.
Diabetes tipe-2 paling banyak ditemui baik di Indonesia ataupun dunia. Diabetes tipe-2 terjadi karena insulin yang dihasilkan pankreas tidak mampu bekerja dengan baik. Biasanya terjadi karena pola hidup yang tidak sehat, sehingga dapat memicu tingginya kolesterol dan lemak dalam tubuh serta kurangnya beraktivitas fisik.
Advertisement
Agak sulit mengenali penyakit ini sebelum timbul gejala klinis. “Banyak penderita yang memeriksakan diri setelah mengalami komplikasi seperti luka di kaki yang tidak sembuh-sembuh, keluhan pada jantung, paru, ginjal, dan stroke,” ujar dr.Untung Sudomo, SpPD, ahli penyakit dalam dari RS. Meilia Cibubur. “Padahal ada deteksi dini yang bisa dilakukan, dengan melihat tripoli, yaitu poliuri (banyak berkemih), polidipsi (banyak minum), dan polifagri (banyak makan). Sayangnya, isyarat tubuh ini tidak banyak yang menyadari. Ada penderita yang tidak suka minum banyak misalnya, tidak akan mengeluarkan urin banyak. Deteksi dini pun sulit dikenali,” tambah Untung. Daya hidup modern dan informasi ‘menyesatkan’ membuat diabetes mellitus sebagai ‘bom waktu’ yang dapat meledak kapan saja.
1. MITOS: Diabetes Mellitus adalah penyakit usia lanjut
FAKTANYA: Sama halnya dengan pigmen rambut yang habis seiring bertambahnya usia, insulin dalam tubuh juga akan menipis dimakan usia. Itulah sebabnya diabetes mellitus banyak ditemui pada usia matang. Namun bukan berarti tidak bisa terjadi pada usia muda. “Di dalam tubuh, insulin bertugas membuka pintu sel jaringan, memasukkan glukosa ke dalam sel. Kelebihan glukosa pada darah akan segera dikirimkan insulin ke jaringan otot untuk proses metabolisme tubuh selanjutnya,” ujar Untung. Dengan pola hidup tidak sehat, seperti banyak makan makanan berlemak, insulin ini akan habis sebelum waktunya sehingga hanya sedikit pintu sel yang terbuka. Glukosa menimbun dalam darah, sel kekurangan energi. Inilah yang menyebabkan diabetes banyak terjadi pada usia muda.
2. MITOS: Diabetes Mellitus adalah penyakit keturunan
FAKTANYA: “Diabetes mellitus genetik biasanya diabetes mellitus tipe-1, dimana pankreas tidak bisa menghasilkan insulin sama sekali. Penyakit ini bisa saja tidak muncul atau dialami orangtua. Orangtua berfungsi sebagai pembawa sifat. Setelah ditelusuri ternyata dibawa generasi terdahulu (nenek atau kakeknya),” kata Untung. Sekarang ini populasi diabetes mellitus secara genetik sangatlah kecil, yaitu sekitar 10 persen dari populasi diabetes. Dengan pola hidup yang tidak sehat dan lingkungan yang tidak mendukung membuat diabetes mellitus tipe-2 lebih banyak terjadi. Jadi bisa saja orang yang tidak memiliki riwayat diabetes, dimungkinkan terkena diabetes mellitus tipe-2 jika gaya hidupnya tidak sehat.
3. MITOS: Makanan manis musuh utama penderita diabetes
FAKTANYA: “Gula dan makanan manis bukan satu-satunya penyebab diabetes. Makanan tinggi kalori, obesitas dan kurangnya kegiatan fisik adalah pemicu utama timbulnya diabetes tipe-2,” kata Untung. Penderita diabetes jika insulinnya diatasi maka sama saja dengan orang normal. Jadi penderita tetap diperbolehkan mengonsumsi makanan manis dan dikombinasikan dengan olahraga. Makanan memegang peranan penting dalam peningkatan kadar gula darah. Makanan yang masuk ke dalam tubuh dicerna di dalam usus dan kemudian diubah menjadi glukosa, kemudian diserap oleh dinding usus dan mengalir ke dalam aliran darah dan menghasilkan energi. Yang perlu diperhatikan adalah porsinya. Gula adalah kalori kosong. Maka jika penderita mengonsumsi gula, sangat disayangkan ia harus mengurangi jenis makanan lain yang menghasilkan glukosa, misalnya nasi yang juga memiliki kandungan lain seperti karbohidrat, protein, dan serat.
4. MITOS: Hanya menyerang orang gemuk
FAKTANYA: Diabetes mellitus memang identik dengan obesitas. Namun tubuh yang kurus tidak dapat dijadikan patokan bahwa seseorang tersebut sehat. Pada kasus ini, kurangnya berat badan seseorang disebabkan kurangnya otot dalam tubuh namun memiliki lemak berlebih. “Lemak jahat tidak selalu dialami oleh si gemuk. Tubuh kurus sama berbahayanya, jika masuk dalam kategori kurus berlemak. Yang perlu diwaspadai adalah seberapa banyak komposisi lemak dalam tubuhnya, bukan berat badannya,” papar Untung.
5. MITOS: Diabetes memicu penyakit lain
FAKTANYA: “Karena daya tahan tubuh yang rendah, penderita diabetes mellitus itu memang mudah terserang penyakit, khususnya yang disebabkan oleh virus. Daerah dengan glukosa tinggi sangat disenangi kuman-kuman. Salah satunya luka di kaki yang susah sembuh. Pembuluh darah terganggu. Pasokan oksigen dan makanan tersendat. Sehingga membuat luka menjadi busuk,” ujar Untung. Maka sebaiknya lakukan pemeriksaan rutin gula darah setiap enam bulan hingga dua belas bulan sekali. Jika sudah ada komplikasi, tangani penyakitnya, turunkan gula darahnya didukung dengan gaya hidup sehat dengan diabetes mellitus, yaitu diet, olahraga, dan minum obat.
6. MITOS: Diabetes Mellitus bisa disembuhkan
FAKTANYA: Gangguan fungsi pankreas bersifat permanen dan irreversible. Banyak penderita yang mengira bahwa gula darah yang stabil dan normal dalam jangka waktu lama berarti diabetesnya sudah sembuh. “Keadaan ini ibarat ‘bom waktu’ yang bisa meledak kapan pun. Merasa sehat, penderita akhirnya banyak yang meninggalkan kebiasaan yang berkaitan dengan hal-hal pengendalian gula darah, seperti perencanaan makan, olahraga teratur, dan minum obat bila perlu. Jika hal itu ditinggalkan kemungkinan besar akan muncul kembali, bahkan bisa lebih parah dari sebelumnya,” kata Untung. Pengelolaan yang baik membuat gula darah dapat tetap terkontrol. Gula darah yang dijaga dalam batas normal membuat penyandang diabetes sama dengan orang sehat, serta menjauhkan penderita diabetes dari resiko komplikasi.
7. MITOS: Penderita dilarang mengonsumsi karbohidrat
FAKTANYA: Ketakutan akan gula darah yang melonjak karena konsumsi sumber karbohidrat, membuat rasa lapar cepat datang dan memicu konsumsi makanan lain dalam jumlah banyak. “Jika penderita tidak mengonsumsi karbohidrat sama sekali, maka tidak ada glukosa yang bisa dihasilkan menjadi energi. Tubuh jadi lemas. Glukosa tetap dibutuhkan tubuh, selain untuk beraktivitas juga untuk semua proses metabolisme tubuh,” kata Untung. Makanlah karbohidrat yang mengandung serat tinggi (seperti beras merah, roti gandum, sayuran hijau, dan jenis buah-buahan yang bisa dikonsumsi bersama kulitnya) secukupnya. Hindari karbohidrat yang cepat diserap tubuh seperti bahan makanan mengandung tepung.
8. MITOS: Konsumsi obat merusak ginjal
FAKTANYA: Jika diperlukan, untuk menjaga kondisi gula darahnya tetap terkontrol, seorang pasien diabetes mellitus diharuskan mengonsumsi obat seumur hidupnya. Banyak yang beranggapan, seringnya minum obat akan mengakibatkan kerusakan pada ginjal. Salah satu fungsi ginjal adalah menyerap kembali sisa-sisa metabolisme yang masih dapat diserap oleh tubuh dan membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan melalui urin. Kadar gula yang tinggi akan merusak sistem penyaringan tubuh. “Ginjal yang rusak bukan karena efek samping obat diabetes mellitus, tapi karena tingginya kadar gula dalam tubuh. Protein akan dikeluarkan melalui urin, sedangkan zat yang tidak diperlukan malah mengendap dalam tubuh,” jelas Untung.
9. MITOS: Diabetes menyebabkan penderita ketergantungan obat
FAKTANYA: Kadar gula dalam darah yang harus dijaga pada skala normal dan terkendali membuat obat diabetes melllitus memang harus diminum seumur hidup. Banyak yang beranggapan, hal itu membuat ketergantungan. Namun perlu diingat, obat diabetes berbeda dengan narkoba yang akan menjadi pesakitan jika obat yang dikonsumsinya tidak diminum. “Obat diabetes mellitus yang diminum sama halnya dengan makan nasi, minum air, dan menghirup oksigen. Kita membutuhkannya untuk tetap hidup,” ujar Untung.
10. MITOS: Penggunaan insulin adalah tanda diabetes sudah parah
FAKTANYA:Insulin diberikan kepada penderita diabetes mellitus sebagai pengganti insulin yang tidak dapat diproduksi dengan baik oleh pankreas. Biasanya insulin hanya diberikan pada penderita diabetes mellitus tipe-1. Untuk diabetes tipe-2, biasanya cukup menjaga glukosa darah dengan memerhatikan pola makan dan berolahraga. Apabila itu cukup, biasanya dokter akan menyarankan mengonsumsi obat-obatan penurun glukosa saja. “Kebanyakan pasien yang datang sudah memasuki komplikasi diabetes mellitus, sehingga banyak yang berasumsi penggunaan insulin diberikan jika sudah parah. Padahal seiring waktu, tubuh secara bertahap menghasilkan insulin lebih sedikit dan akhirnya obat-obatan tidak cukup menjaga kadar glukosa darah normal. Suntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah ke tingkat normal,” kata Untung. [initial]
Source: GoodHouseKeeping, Edisi November 2012, Halaman 75
(GH/yel)Advertisement
Kendalikan Risiko Riabetes
Kendalikan Risiko
WHO merekomendasikan asupan gula yang aman untuk anak tidak boleh lebih dari 10%. Anak usia 1-3 tahun, 4-5 sendok teh gula, sedangkan anak usia 4-6 tahun, 5-8 sendok teh gula per hari.
Berdasarkan penelitian di Harvard School pf Public Health pada 2011, wanita yang minum minuman bersoda dan jus buatan memiliki risiko 10% lebih tinggi dibanding yang hanya minum air putih setiap harinya.
Sebuah studi di University of Warwick Medical School, Inggris pada 2011 menemukan bahwa orang yang jam tidurnya kurang dari 6 jam per hari memiliki risiko diabetes dua kali lipat lebih besar daripada orang yang tidur lebih dari 8 jam per hari. Kurangnya tidur dapat mengganggu hormon yang mengatur gula darah. Pastikan Anda memiliki jam tidur yang cukup setiap harinya, yaitu 7 hingga 8 jam.