Advertisement
Next
Big is not beautiful
Tanpa didikte, saya sudah tahu apa efek negatifnya bertubuh obesitas. Saya juga tahu macam-macam cara untuk melangsingkan tubuh dan beberapa pernah saya coba, seperti terapi cubit, suntik, akupuntur, dan lain-lain, tapi semua itu nggak mendatangkan hasil nyata untuk saya. Niat untuk mulai berdiet juga ada, tapi dari dalam diri saya belum ada tekad untuk bergerak. Itulah yang sebenarnya susah, yaitu “membangunkan” diri sendiri untuk bertekad berubah.
Advertisement
Walaupun bertubuh besar, sebenarnya dari dulu saya nggak setuju dengan ungkapan “big is beautiful”. Menurut saya, lebih baik bila dikatakan “big can be beautiful”. Alasannya, karena selama kita sehat walaupun gemuk, kita masih bisa terlihat menarik dan cantik. Beda ketika kita bertahan di tubuh gemuk tapi sakit-sakitan, tentu gemuk itu nggak mendatangkan manfaat apapun, apalagi untuk merasa cantik. Makanya, setiap ditanya atau menuturkan cerita berdiet, saya menegaskan kalau menguruskan badan bukan karena ingin tampil langsing. Saya sama sekali bukan tipe perempuan seperti itu. Saya hanya ingin sehat, yang kebetulan berbonus langsing.
Next
Bye bye big body
Tekad saya untuk sehat, juga didukung dengan motivasi saya untuk hamil lagi. Sedikit “trauma” dengan bobot hamil pertama yang mencapai 103 kilogram dan kenaikan total berat badan sebanyak 13 kilogram. Inginnya kalau nanti hamil untuk kedua kalinya, tidak berlebihan seperti itu. Lagipula saya sadar betul, kalau saya benar-benar tidak sehat bila memulai kehamilan di angka timbangan yang sudah berlebihan. Makanya, saya pun mengambil langkah untuk berubah.
Cara yang saya pilih adalah mengikuti program penurunan berat badan dari sebuah perusahaan farmasi. Saya memercayakan metode penurunan berat badan mereka karena saya pernah sukses turun 17 kilogram bersama program mereka sebelum menikah. Memang dasar saya yang nggak peduli dengan badan sendiri. Saya membiarkan tubuh saya kembali membesar setelah menikah, hingga akhirnya disadarkan kembali bahwa saya harus hidup lebih lama dan sehat untuk menjaga anak saya hingga ia dewasa.
Kegagalan penurunan berat badan yang sering terjadi pada kebanyakan orang, dan saya juga adalah, sering merasa terdiskriminasi dengan kata “diet”. Mendengar kata itu saja sudah seperti dibebani, padahal bila ingin berhasil, saya harus menjalaninya dengan senang hati. Di program yang saya ikuti ini, saya ditegaskan bahwa akan tetap makan tiga kali sehari dengan pola yang seimbang. Ngemil memang dilarang, tapi sesekali curang masih wajar kok, asal kemudian dibayar dengan olahraga. Untuk pola makan, saya sarapan buah apel, kiwi, strawberry, pokoknya mengonsumsi 2-3 jenis buah ditambah dengan susu agar lebih mengenyangkan agar tidak kalap di siang hari. Untuk siang, saya tetap makan nasi putih dengan lauk, namun porsinya seimbang. Ini juga adalah satu saran dokter yang memperbolehkan untuk tetap makan nasi, karena bila total dihindari, berat badan saya akan cepat melonjak begitu makan nasi kembali. Sementara untuk malam, saya makan lauk dengan total 150 gram tanpa nasi, menu steak adalah salah satu yang bisa saya konsumsi.
Di pengalaman saya, olahraga yang berperan penting untuk hasil signifikan penurunan berat badan. Sempat absen olahraga saat bulan puasa lalu, berat badan saya malah cenderung naik walaupun sudah seharian puasa. Ketika selesai Ramadhan dan kembali ke rutinitas olahraga seperti biasa, bobot perlahan-lahan kembali turun secara bertahap. Untuk pemilihan olahraga, karena saya tergolong obesitas, jadi harus memilih jenis olahraga low intensity seperti jalan. Biasanya saya cardio jalan di treadmill lima kali seminggu masing-masing 75 menit. Dengan pola hidup seperti ini, kini saya sudah berada di berat badan 78 kilogram dari berat awal 94,6 kilogram. Target saya sebenranya ingin sampai di 60 kilogram, namun kalau sudah mencapai di 70 kilogram saja, itu sudah menggembirakan.
Advertisement
Next
Ukuran tubuh baru bukan yang utama
Saya sudah berhasil menurunkan berat badan sebanyak 16 kilogram dan itu adalah sebuah kebahagiaan untuk saya. Banyak yang menyangka kalau kebahagiaan utama dari berhasil menyusutkan tubuh adalah ukuran baju yang baru, padahal sebenarnya itu malah merepotkan. Karena, saya harus mengeluarkan biaya lain untuk membeli baju atau merekonstruksi baju untuk dikecilkan, sementara nggak semua baju bagus bila dikecilkan. Ukuran sepatu pun ikut mengecil, dari 40 kini saya 38. Bisa dibayangkan kan bagaimana saya harus merombak total semua kebutuhan saya?
Tapi di luar itu, kebahagian terbesarnya adalah saya merasa lebih sehat. Sekarang kalau mau jalan kaki jauh sudah nggak kesakitan lagi. Saya ingat dulu ketika masih “besar”, saya sangat tersiksa ketika harus berdiri setengah jam saja ketika menjadi MC di sebuah acara. Belum lagi, beban tubuh yang harus ditopang kaki saya terlalu berat, sehingga membuat sepatu apapun nggak nyaman untuk dipakai lama-lama. Kalau sekarang, pakai heels berjam-jamnggak jadi masalah lagi. Merasa lebih gesit dan lincah juga adalah berkah untuk saya yang berhasil mengurangi bobot tubuh. Seringkali merasa nggak percaya diri karena melakukan hal-hal sederhana yang orang lain bisa lakukan dengan lebih baik, seperti berjalan kaki. Intinya, ketika tekad menurunkan berat badan adalah untuk kesehatan, penampilan lebih langsing itu hanyalah bonus, karena yang utama adalah betapa senangnya saya bisa melakukan banyak hal lebih baik lagi dengan kualitas tubuh yang lebih sehat.