Advertisement
Next
Jakarta Adalah Dian M. Muljadi, publishing director FIMELA.com yang menggagas bahwa untuk merayakan dan bersyukur atas ulang tahun FIMELA.com yang pertama ini, diperuntukkan sebagai sebuah perayaan yang bermanfaat dan inspiratif untuk kita, para perempuan Indonesia. Maka, FIMELAFEST pun digelar untuk bisa dinikmati secara meluas, bukan hanya untuk segelintir perempuan tertentu saja. Juga diinisiatifkan untuk menggerakkan kembali semangat 'membaca' yang memang penting untuk mencapai kemajuan yang kita harapkan, melalui kampanye READ2SHARE.
Mengawali event FIMELAFEST yang berlangsung pada tanggal 25--27 November, sebuah kumpul-kumpul media diadakan dengan mengundang narasumber perempuan-perempuan inspiratif: Shahnaz Haque, sebagai representasi dari komunitas She Can - Tupperware, Becky Tumewu salah satu pendiri sekolah Talk Inc yang bermisikan pengembangan kemampuan diri, Dessy Sekar Chamdi Wakil dari Yayasan Literasi Indonesia, Okky Asokawaty selaku anggota DPR RI Komisi IX, dan perwakilan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Dra. Sally Astuty Wardhani, Msi.
Acara berlangsung di FIMELA House, Grand Indonesia, sore 9 November lalu. Dihadiri oleh sekitar 60 perwakilan media, dan sejumlah blogger ternama. Gery Puraatmadja (presenter di 97.9 Fm Female radio) menjadi moderator yang penuh antusias menggarap perbincangan bertopik �Perempuan: Gaya Hidup & Peran Utama Kemajuan�.
Advertisement
Next
“Sangat penting untuk memberikan penyuluhan-penyuluhan pada perempuan di daerah-daerah.”Perbincangan intensif yang mengemukakan info, sharing pengalaman, dan pengungkapan pikiran serta prinsip, menjadi wacana menarik di sore hari itu. Shahnaz Haque, yang merupakan host dari acara televisi reality show She Can menceritakan perempuan-perempuan Indonesia yang berhasil membawa perubahan pada lingkungan sekitar. Shahnaz mengungkapkan bahwa tidak sedikit perempuan-perempuan dengan pendidikan rendah di pelosok Indonesia yang justru menjadi tonggak perubahan ke arah positif bagi masyarakat yang tinggal di sekitar mereka.
Shahnaz memberi contoh seorang ibu (janda) di Sulawesi tanpa pendidikan tinggi yang justru malah menjadi pelopor berdirinya sebuah koperasi ikan. “Sangat penting untuk memberikan penyuluhan-penyuluhan pada perempuan di daerah-daerah. Karena biasanya jika perempuan yang diberi pembekalan ilmu, mereka akan menyebarkannya ke lingkungan sekitar dan melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan demi masa depan anak-anak mereka,” ujar Shahnaz.
Dari sudut pandang berbeda, Becky bercerita dan memaparkan keprihatinannya saat ia pernah menjumpai seorang perempuan di sebuah desa Bali yang tidak tahu bagaimana cara untuk membuka sebuah rekening bank. Kondisi seperti ini ternyata karena masih adanya pikiran yang melekat pada mereka bahwa perempuan tidak memerlukan hal-hal semacam itu karena pada dasarnya mereka menggantungkan hidup pada suami-suami mereka.
Padahal salah satu indikator keberhasilan pembangunan sebuah bangsa, yakni hasil pembangunan bisa diterima oleh perempuan dan laki-laki secara adil, proporsional, dan berkelanjutan, baik di areal publik ataupun domestik, sesuai dengan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 Pedoman Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. “Di luar 3 kodrat dasarnya, perempuan berhak menerima perlakuan yang sama dengan laki-laki,” Ibu Sally dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI menegaskan. Okky Asokawati juga menambahkan bahwa sering kali pekerjaan perempuan yang terkait dengan kerumahtanggaan dianggap sebagai satu hal yang sepele. Padahal tugas utama perempuan di dalam rumahlah yang menentukan “nasib” sebuah keluarga.
Kurangnya informasi yang didapat oleh para perempuan merupakan faktor penyebab utama adanya "Di luar 3 kodrat dasarnya, perempuan berhak menerima perlakuan yang sama dengan laki-laki."
ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Informasi tentang dunia luar tentunya akan mudah mereka dapat jika mereka memiliki akses untuk memperoleh itu semua, misalnya saja melalui bahan bacaan. Yayasan Literasi Indonesia yang digagas secara swadaya oleh Dessy Sekar Chamdi dan kawan-kawan yang peduli pendidikan, mengatakan bahwa faktanya masyarakat di luar Jakarta masih mengalami tingkat kesulitan tinggi untuk mendapatkan akses memperoleh informasi lewat berbagai bahan bacaan.
“Masyarakat di luar Jakarta masih sulit untuk memperoleh berbagai sumber bahan bacaan, sekalipun hanya majalah-majalah bekas. Faktor ekonomi dan geografis merupakan salah satu penyebab utama. Karena itulah Yayasan Literasi Indonesia sering mengajak masyarakat Jakarta untuk mau menyumbangkan berbagai bahan bacaan yang masih bisa terpakai untuk mereka-mereka yang kurang beruntung,” jelas Sekar. "Maka kampanye sosial yang memakai tag READ2SHARE ini menjadi sesuatu yang relevan dengan apa yang sedang kita upayakan demi kemajuan kita sebagai bangsa."
Nah, kamu tertarik untuk ikut bergerak? Check this out www.FIMELA.com/READ2SHARE.