Advertisement
Next
Ica (24, writer) bercerita, ketika sahabatnya putus dari sang pacar, tiba-tiba contact BBM-nya dihapus oleh si mantan sahabatnya itu. Padahal, mereka sudah berteman lama jauh sebelum sahabat dan mantannya itu jadian. “Sial, emosi jadinya nih. Putus ya putus aja, kenapa dia pakai hapus contact BBM-ku segala, juga menghapus pertemanan di Facebook dan unfollow Twitter? Itu kan, masalah intern antara dia dan sahabatku,” kata dia kesal. “Kalau memang sudah nggak mau berteman lagi dengan semua teman yang berhubungan dengan mantannya okelah, kita juga jadi malas sama dia,” sambung Ica.
Pembagian teman memang terkadang menimbulkan konflik tersendiri ketika kamu dan si dia memutuskan mengakhiri hubungan. “Serba salah ya, aku mau main sama si A, si B, si C, tapi mereka semua berteman dekat dengan mantan,” curhat Raffa (22 tahun, mahasiswi). “Paling nggak enak ketika ketemu teman ujung-ujungnya yang jadi topik hubunganku dan mantan karena komunitas kami sama. Lebih sakit hati lagi ketika mereka dekat juga dengan gebetan baru mantan. Sebenarnya, mereka memihakku atau mantan, sih?” Sari (23 tahun, barista) juga mengeluh.
Menurut Ajeng Raviando, psikolog dari Teman Hati Konseling, putus cinta mau tak mau memang berdampak pada hubungan dengan orang-orang di sekitar pasangan, dari teman, sahabat, rekan kerja, sampai keluarga kedua belah pihak. Ini sangat biasa mengingat ketika putus masing-masing membutuhkan sebanyak mungkin dukungan dari orang terdekat karena kesedihan, kekecewaan, dan rasa kesepian yang melanda.
Advertisement
Terkadang, kesedihan, kekecewaan, dan perasaan negatif lain akibat putus cinta pun bisa “menjelma” jadi tindakan ekstrem. Tak cuma masalah siapa jadi teman siapa, tapi muncul konflik baru lagi, semacam pemberontakan setelah mendapat penolakan. Merasa disakiti, dikhianati, dibohongi, dikecewakan, mereka pun melakukan aksi “balas dendam”. Syarahs (25 tahun, feature editor) baru-baru ini mendapat kabar kalau tetangganya baru putus dari sang tunangan. Masalah tak selesai sampai di situ karena tiba-tiba sang mantan datang lagi ke rumah si tetangga, membawa semua nota pengeluaran mereka selama menjalin hubungan dan meminta dia menggantinya, juga meminta semua barang pemberian sang mantan dikembalikan! “Ibunya shock banget. Siapa coba yang nggak shock tahu ada orang yang sempat-sempatnya mengumpulkan semua nota, bukti biaya yang dia keluarkan selama pacaran,” cerita Syarahs.
Next
Sementara itu, Mayong (27 tahun, accounting staff) mengaku sempat dimintai sang mantan sejumlah uang sebagai syarat putus. Sepertinya tak masuk akal, tapi ini benar-benar terjadi. Mayong tak tahan dengan kelabilan emosi dan sikap kasar pacarnya tiap kali mereka bertengkar. “Gila deh, dia mainnya fisik. Bukannya aku yang temperamental, justru dia yang suka main tampar, cakar, juga bicara kasar. Kesabaranku sudah benar-benar habis, makanya aku minta putus. Dia jelas nggak terima. Mungkin bingung bagaimana lagi cara menahanku, akhirnya dia mengancam akan menyebarkan semua aib dan hubungan kami yang terlalu jauh ke semua orang. Dia bilang, kalau aku benar-benar mau lepas darinya, aku harus membayar ganti rugi sudah mengajaknya tidur berulangkali, dan itu nggak sedikit! Siapa takut, aku lebih baik memberi apa yang dia mau supaya dia cepat pergi dari hidupku,” ungkap Mayong.
Kenapa hal-hal ekstrem seperti itu bisa sampai terjadi? Psikolog Rosdiana Setyaningrum, owner ADR Adisory, pun menjelaskannya bahwa itu sangat bisa terjadi ketika seseorang mengalami stres tingkat tinggi akibat kehilangan pasangan. “Mungkin karena merasa sudah sangat dekat. Jadi, ketika kenyataannya mereka ditinggalkan pasangan padahal sudah berharap lebih, mereka sangat bisa melakukan hal-hal ekstrem,” ungkap Rosdiana.
Ini hanya sebagian kecil kisah setelah putus cinta. Setuju kan, kalau cerita setelah putus ternyata tak kalah seru dibandingkan cerita manis penuh cinta? Yang satu romantis, satunya lagi dramatis. Tertarik menyumbangkan salah satu kisahmu yang masih hangat dalam ingatan? Ditunggu di kolom komentar, Fimelova!