Berawal dari Pecahan Keramik, Galuh Anindita Menciptakan Mahija Aksesori Berkeinginan Berdampak Baik Kepada Kehidupan Oranglain

Anisha Saktian Putri diperbarui 29 Nov 2024, 16:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Dari pecahan keramik yang gagal bakar, seniman Galuh Anindita menciptakan aksesori indah berupa anting, ear cuff earrings, cincin, kalung, gelang, hingga tusuk konde yang diberi nama Mahija. Di tahun 2014, Galuh pun mulai menciptakan berbagai aksesori berbahan keramik dan mengeksplorenya dengan emas dan perak hingga tercipta desain aksesori yang unik memiliki nilai estetika, dan spiritualitas.

MAHIJA sendiri merupakan bahasa Sansekerta untuk "putri bumi". Galuh pun bercerita kepada Fimela jika ide awal membuat aksesori menggunakan medium keramik, resin, kertas, dan kanvas. Bahkan, saat mulai berbisnis hanya bertujuan mengeksplorasi bentuk dan material dalam berkarya, tanpa bekal atau visi dalam berbisnis.

"MAHIJA pada awalnya dibuat sebagai safety net, sebagai seorang seniman perempuan. Saya memulai sebagai seorang perupa. Ide awalnya membuat diferensiasi produk dengan material yang cukup eksperimental, dari pecahan-pecahan keramik yang gagal bakar. Mengolah material yang familiar saya gunakan seperti keramik dan memperpanjang ide yang sebelumnya saya ciptakan dalam bentuk dua dimensi," ujar Galuh kepada Fimela.

Diketahui, Galuh merupakan lulusan Desain Visual Institut Seni Indonesia Yogyakarta yang belakangan menekuni seni keramik. Hingga memutuskan untuk mempelajari proses pembuatan perhiasan dari para perajin agar lebih mengeksplorasi membuat desain aksesori yang berkualitas.

Akhirnya, Galuh pun menciptakan koleksi aksesori berfokus menggabungkan elemen tradisional dan eksplorasi material seperti kuningan, perak, dan emas. Dengan koleksi perdana yang bertajuk Bantala, hingga koleksi lainnya seperti Plastic-phora, Unusual Delicacy, dan Closure.

Saat ditanya apa yang membedakan aksesorinya dengan brand lain, Galuh hanya menjawab ia dan timnya selalu tertarik mendengarkan interpretasi penikmat perhiasan Mahija.

"MAHIJA setidaknya sudah merilis 12 koleksi besar sejak pertama kali menciptakan MAHIJA di tahun 2014. Ini belum termasuk dengan beberapa proyek istimewa yang khusus saya buat untuk beberapa rekan MAHIJA." paparnya.

What's On Fimela
Ragam aksesori Mahija. [@mahija.official]
2 dari 3 halaman

Aksesori Mahija Dibuat dengan desain yang memiliki filosofi

Aksesori Mahija. [@mahija.official]

Galuh memaparkan, brand asal Yogyakarta ini tidak memiliki bentuk yang konvensional. Melainkan setiap desain aksesori memiliki filosofi dan narasi sendiri.

"Kami selalu senang untuk menceritakan kisah tiap perhiasan kami, tetapi tentu kami tidak bisa bertatap muka satu-persatu dengan seluruh klien MAHIJA," ujarnya.

Galuh juga menyampaikan tidak mengikuti tren mode. Ketika membuat karya, ia membuat berdasarkan visi dengan memertimbangkan apakah design tersebut sudah cukup merepresentasikan suatu golongan. Sebaliknya, MAHIJA lebih memilih menciptakan tren sendiri.

"Kami juga tidak secara gamblang berusaha memasukkan elemen tradisional. Hal tersebut lebih seperti bagian dari keseharian kami. Apabila tradisi lantas terwujud dalam bentuk-bentuk kami, maka itu lebih merupakan pengaruh budaya itu sendiri dalam karya kami," paparnya.

Galuh mengatakan saat membuat koleksi terbaru inspirasi datang dari mana saja. Galuh sering berfleksi dari pengalaman-pengalaman pribadi. Tidak menutup kemungkinan bisa datang dari orang baru atau clientele.

"Setiap percakapan panjang bisa membuka ruang bagi eksplorasi artistik yang mendalam. Semuanya dikembangkan lewat literatur yang saya baca, agar maknanya tepat secara antropologi. Dalam hal ini, saya dibantu oleh rekan saya, Akib [Penulis MAHIJA] mengkaji tiap koleksi.Kami tidak memiliki timeline yang rigid untuk peluncuran koleksi. Proses kami lebih ke saya terus membuat draft desain;baru kemudian dikurasi menjadi sebuah koleksi yang kohesif. Secara umum, setidaknya setahun kami rilis dua kali:satu koleksi pribadi, satu koleksi kolaborasi," ceritanya.

3 dari 3 halaman

Tantangan dalam berbisnis hingga menciptakan hubungan yang baik

Aksesori Mahija dikenakan Putri Marino. [@mahija.official]

Galuh dalam menjalani dunia bisnis aksesori, tantangannya adalah mencari keseimbangan antara ekspresi kreatif dan kebutuhan untuk bertahan secara komersial. Dalam perjalanannya, ketika MAHIJA berkembang menjadi semua brand yang bonafit, ia juga belajar banyak untuk menjalankan MAHIJA sebagai sebuah bisnis.

"Tantangannya survive in business-wise. Saya banyak belajar, untuk hal ini, saya belum menyerah. Bagi saya, solusinya surf and ride. Hajar saja," katanya.

Galuh menyampaikan jika pendekatan Mahija lebih mengutamakan hubungan yang etis dengan rekan-rekan perajinna. Memiliki hubungan yang dekat dengan setiap rekan, bukan sekadar relasi transaksional saja.

"Ceritanya panjang, tetapi secara umum kami berusaha memastikan bahwa hubungan yang dibangun juga berdampak baik kepada penghidupan mereka. Bagi MAHIJA, yang lebih penting adalah tetap setia kepada visi artistik kami," katanya.

Galuh juga sering terlibat dalam acara besar seperti Jakarta Fashion Week, termasuk koleksi terbaru “Encased Ambers” pada JFW 2024. Koleksi terakhir, kolaborasi dengan Aesthetic Pleasure di JFW2025, Oktober lalu.

Mahija pun sering berkolaborasi dengan desainer busana local seperti Lulu Lutfi Labibi, Harry Halim, Stellarissa, dan TANGAN

Aksesori Mahija. [@mahija.official]