Fimela.com, Jakarta Di era modern saat ini, teknologi pun semakin berkembang dan canggih. Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI) menjadi salah satu teknologi yang kini populer karena mampu membantu banyak pekerjaan.
AI telah menjadi bagian integral dari berbagai sektor, mulai dari bisnis, kesehatan, hingga pendidikan. AI menawarkan kemudahan dan efisiensi waktu. Meski memiliki banyak manfaat, namun Menurut Prof. Stella Christie, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi ada beberapa hal yang perlu diwaspadai ketika sudah ketergantungan dengan AI.
Pertama, Prof. Stella mengungkapkan jika tantangan penggunaan AI ialah bias data. Bahkan bisa merugikan perempuan. Menurutnya, AI tidak memiliki kemampuan untuk memilih data yang telah teruji dan tersebar secara umum. AI hanya menghitung secara statistik yang sudah ada.
“Secara khusus, dalam ranah kecerdasan buatan (AI), terutama dengan model bahasa besar (LLM), teknologi ini belajar dari data—data yang sering kali mencerminkan bias yang ada dalam masyarakat,” kata dalam acara Demo Day Perempuan Inovasi 2024.
Prof Stella pun mencontohkan, sebuah pertanyaan sederhana yang diajukan kepada LLM: Berdasarkan data pendapatan orang-orang dengan latar belakang akademis dan pengalaman saya, berapa seharusnya gaji Stella Christie? Karena LLM dilatih dengan data dari dunia nyata, dan karena data tersebut mencerminkan pola sosial—seperti kesenjangan gaji yang terus ada di mana perempuan, meskipun dengan kualifikasi dan pengalaman yang setara, dibayar lebih rendah daripada laki-laki—model ini hampir pasti akan menyarankan gaji yang lebih rendah untuk perempuan.
“Inilah yang menunjukkan mengapa representasi, keterlibatan, dan kepemimpinan perempuan dalam pengembangan AI bukan hanya penting, tetapi sangat krusial. Tanpa perspektif yang beragam dalam mengarahkan penciptaan teknologi ini, kita berisiko memperkuat bias-bias yang justru ingin kita hilangkan,” tambahnya.
Kehilangan Sisi Produktivitas dan Kreativitas
Menurut, Prof. Stella ketergantungan AI juga dapat menurunkan produktivitas hingga kreativitas. Inilah yang membuat suatu produksi tidak original.
“Penggunaan AI yang mudah dan cepat lama-lama tidak bisa memproduksi apapun. Misalnya saja script writing yang tidak original,” papar Prof. Stella.
Lalu, tidak punya nurani untuk membedakan kualitas mana yang bagus atau tidak.
“Kalau 100 persen menggunakan AI tanpa kamu sendiri yang bisa menulis atau mengeluarkan pikiran-pikiran baru, maka tidak akan bisa membedakan mana yang bagus, mana yang tidak bagus. Tidak punya nurani dan sensitivity untuk membedakan kualitas,” paparnya.
Lalu, tidak memiliki strategi sendiri karena selalu mengandalkan AI seperti Chat GPT. Prof. Stella menekankan pentingnya batasan penggunaan AI dan tahu etikanya.