Fimela.com, Jakarta Menjadi orangtua memang penuh tantangan, dan salah satu yang paling menguji kesabaran adalah saat anak tiba-tiba meledak dalam tantrum. Tantrum atau ledakan emosi pada anak biasanya terjadi saat mereka merasa tertekan, tidak dimengerti, atau berada dalam situasi yang membingungkan bagi mereka. Meskipun hal ini sering kali membuat para orangtua merasa frustasi, tantrum sebenarnya adalah bagian dari perkembangan emosi yang normal. Moms, mengenali alasan di balik tantrum dan cara yang bijak untuk menanganinya sangat penting agar kita bisa tetap tenang, efektif, dan memberikan pengasuhan yang penuh kasih sayang.
Mungkin kita sering bertanya-tanya, kenapa sih anak-anak mudah sekali merasa kesal dan meluapkan emosi mereka dengan cara yang kadang tak terkendali? Ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku ini, mulai dari kondisi fisik mereka, kebutuhan emosional yang belum terpenuhi, hingga cara mereka berkomunikasi. Tidak jarang juga, anak-anak berusia di bawah lima tahun merasa kesulitan untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan, sehingga tantrum menjadi cara mereka berkomunikasi. Lalu, bagaimana kita bisa menghadapi situasi seperti ini dengan cara yang bijak? Mari kita bahas lebih dalam lima alasan utama mengapa anak mudah tantrum, serta cara-cara yang bisa dicoba untuk menanganinya.
1. Kelelahan Fisik dan Emosional
Anak-anak adalah makhluk yang sangat energik, namun mereka juga memiliki batas kemampuan fisik dan emosional. Kelelahan adalah salah satu pemicu utama tantrum yang sering terjadi. Moms, kita mungkin tidak selalu menyadari bahwa kegiatan yang padat sepanjang hari, seperti bermain seharian, pergi ke sekolah, atau bahkan terlalu banyak menonton layar, bisa menyebabkan anak menjadi lelah secara fisik dan emosional. Ketika tubuh mereka kehabisan energi, mereka lebih mudah menjadi irritable dan meluapkan perasaan dengan cara yang lebih intens.
Cara menghadapinya adalah dengan memastikan anak memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat dan tidur. Tidur yang cukup sangat penting dalam proses pemulihan tubuh dan pikiran mereka. Selain itu, jadwalkan waktu untuk kegiatan yang lebih tenang di tengah kesibukan mereka, seperti membaca buku, menggambar, atau sekedar berbincang dengan orangtua. Moms, dengan memberikan waktu untuk relaksasi, anak akan merasa lebih tenang dan kurang rentan terhadap kelelahan emosional.
Penting juga untuk mengenali tanda-tanda kelelahan pada anak. Ketika mereka mulai menunjukkan tanda-tanda seperti menggosok mata, rewel, atau tidak fokus, segera beri mereka kesempatan untuk beristirahat. Menangani kelelahan dengan bijak membantu anak belajar bagaimana mengatur energi mereka, sekaligus mengurangi kemungkinan tantrum.
2. Kebutuhan Emosional yang Belum Tersalurkan
Anak-anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang yang konsisten dari orangtua mereka. Ketika kebutuhan emosional ini tidak terpenuhi, mereka bisa merasa tidak dihargai atau bahkan merasa kesepian. Tantrum bisa muncul sebagai cara anak untuk mencari perhatian atau mengekspresikan perasaan mereka yang terpendam. Moms, seringkali kita terlalu fokus pada aktivitas sehari-hari dan lupa memberikan waktu berkualitas bersama anak.
Untuk mengatasinya, pastikan untuk memberikan perhatian penuh saat anak berbicara, mendengarkan perasaan mereka, dan memberi mereka pelukan hangat. Waktu berkualitas ini bisa berupa bermain bersama, bertanya tentang hari mereka, atau sekedar memberi perhatian penuh tanpa gangguan. Ini memberi anak rasa aman dan dihargai, yang akan mengurangi kecenderungan mereka untuk meluapkan perasaan dengan cara yang tidak terkontrol.
Selain itu, mengenali perilaku anak dengan baik juga membantu kita mengetahui kapan mereka membutuhkan perhatian lebih. Jangan ragu untuk menunjukkan kasih sayang secara fisik, seperti memeluk atau mencium anak, meskipun itu terasa sepele. Terkadang, anak hanya butuh perhatian dan rasa kasih sayang untuk menenangkan diri mereka.
3. Kesulitan dalam Mengungkapkan Perasaan
Anak-anak, terutama yang masih kecil, seringkali kesulitan untuk mengungkapkan perasaan mereka dengan kata-kata. Hal ini bisa membuat mereka frustasi, karena mereka tidak tahu bagaimana menyampaikan apa yang mereka rasakan atau inginkan. Jika anak merasa kebingungan dalam menyampaikan perasaan atau kebutuhan mereka, mereka bisa meluapkannya melalui tantrum. Moms, sebagai orangtua, kita perlu sabar dan membantu anak untuk belajar mengenali dan mengungkapkan perasaan mereka dengan cara yang lebih baik.
Cobalah untuk melatih anak dengan memberikan kata-kata yang sesuai dengan perasaan mereka. Misalnya, ajak mereka untuk mengenali apakah mereka merasa marah, kecewa, atau sedih. Dengan mengajarkan mereka kosakata emosi sejak dini, anak akan semakin terbiasa untuk mengungkapkan perasaan mereka tanpa perlu meluapkannya dalam bentuk tantrum.
Untuk memperkenalkan konsep perasaan kepada anak, Anda bisa menggunakan gambar atau buku cerita yang menggambarkan berbagai macam emosi. Berbicara tentang perasaan melalui cerita atau ilustrasi akan membantu anak lebih mudah mengenali dan mengekspresikan perasaan mereka dalam situasi sehari-hari.
4. Kebutuhan Akan Kontrol yang Lebih
Anak-anak pada usia tertentu mulai menginginkan lebih banyak kontrol atas hidup mereka. Mereka ingin membuat keputusan sendiri, meskipun itu mungkin keputusan yang sederhana, seperti memilih baju atau makanan. Ketika mereka merasa tidak diberi kebebasan untuk memilih, mereka bisa merasa frustrasi dan marah, yang kemudian memicu tantrum. Moms, memberikan anak rasa kontrol yang sesuai dengan usia mereka sangat penting untuk perkembangan mereka yang sehat.
Memberikan pilihan yang sederhana, seperti "Mau pakai baju merah atau biru?" atau "Mau makan apel atau pisang?" bisa membantu anak merasa memiliki kendali atas hidup mereka. Tentu saja, pilihan ini harus dalam batas yang masih bisa kita kontrol. Dengan cara ini, anak merasa dihargai dan lebih percaya diri dalam mengambil keputusan.
Namun, penting juga untuk menetapkan batasan yang jelas. Jangan biarkan anak merasa bahwa mereka bisa mengendalikan segala hal dalam hidup mereka, karena ini bisa menimbulkan kebingungan dan kecemasan. Moms, dengan memberi mereka pilihan yang bijak, anak akan belajar untuk mengelola keinginannya tanpa merasa tertekan.
5. Perubahan Lingkungan atau Rutinitas
Anak-anak sangat terpengaruh oleh perubahan dalam rutinitas atau lingkungan mereka. Mereka merasa nyaman dengan hal-hal yang sudah dikenalnya dan cemas terhadap hal-hal baru. Perubahan besar, seperti pindah rumah, sekolah baru, atau kedatangan anggota keluarga baru, bisa memicu perasaan tidak aman dan kekacauan dalam diri mereka. Moms, perubahan ini bisa menjadi sumber stres yang menyebabkan anak lebih mudah tantrum.
Untuk menangani hal ini, penting untuk memberi anak penjelasan yang cukup tentang perubahan yang akan terjadi. Misalnya, jika akan pindah rumah, bicarakan tentang rumah baru dengan cara yang menyenangkan, tunjukkan gambar atau ceritakan kisah tentang tempat itu. Memberikan pemahaman terlebih dahulu akan membantu mereka merasa lebih siap dan lebih tenang.
Selain itu, ciptakan rutinitas yang konsisten, meskipun ada perubahan. Anak-anak merasa lebih aman ketika mereka tahu apa yang akan terjadi dalam hari mereka. Jadikan waktu makan, tidur, dan bermain sebagai waktu yang rutin, sehingga meskipun ada perubahan besar, mereka tetap merasa ada hal-hal yang tetap sama.
Menangani tantrum anak memang membutuhkan kesabaran ekstra, namun dengan memahami alasan di baliknya dan cara-cara yang bijak untuk menghadapinya, kita bisa membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang lebih stabil dan emosional.
Moms, ingatlah bahwa tantrum adalah bagian dari perjalanan anak dalam mengenali dan mengatur perasaan mereka. Dengan pendekatan yang penuh kasih dan pengertian, kita bisa membantu mereka belajar untuk mengungkapkan emosi dengan cara yang lebih sehat dan bermanfaat bagi perkembangan mereka di masa depan.