Fimela.com, Jakarta Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sampai dengan minggu ke-41 tahun 2024, terdapat 203.921 kasus dengue atau demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia dengan 1.210 kematian, dan Jawa Tengah menjadi daerah keempat dengan jumlah kasus terbanyak yaitu 13.175.
Andreas Gutknecht, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines menyampaikan di Indonesia, semua orang berisiko terkena dengue sepanjang tahun, terlepas dari di mana mereka tinggal, usia, atau gaya hidup mereka.
“Tidak hanya itu, selain mengancam jiwa, penyakit ini juga menimbulkan beban yang signifikan,” katanya dalam acara PENTALOKA Nasional ADINKES 2024 yang diselenggarakan oleh Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) pada tanggal 5-7 November 2024 di Yogyakarta.
Oleh karena itu, untuk melawan dengue, pencegahan memegang peran yang penting. Ada tiga hal yang dapat kita lakukan bersama, yaitu mengedukasi diri sendiri dan orang lain seputar dengue serta pencegahannya, mengendalikan nyamuk dengan menerapkan 3M Plus, serta memanfaatkan metode pencegahan yang inovatif.
Sejalan dengan itu, dr. Fadjar SM Silalahi, Ketua Tim Kerja Arbovirosis, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan RI yang mewakili dr. Yudhi Pramono, MARS, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, menyampaikan bahwa pemerintah telah menerapkan pendekatan yang menyeluruh melalui Strategi Nasional Penanggulangan Dengue (STRANAS) 2021-2025.
“Kita melihat bahwa kasus dengue di Indonesia angkanya masih terus bertambah. Kami menyadari bahwa kasus dengue di Indonesia tidak bisa hilang begitu saja walaupun berbagai program PSN telah kita terapkan. Mulai dari larvasida, fogging fokus, penerapan Gerakan 3M Plus, Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik, dan lain sebagainya. Bahkan, pemerintah telah menetapkan STRANAS Penanggulangan Dengue 2021-2025 melalui pencegahan terpadu yang melibatkan seluruh elemen masyarakat,” ungkapnya.
dr. Yudhi menambahkan upaya tersebut ini tidak hanya fokus pada pengendalian vektor dan lingkungan, tetapi juga secara progresif mengadopsi metode pencegahan inovatif, termasuk vaksinasi dan nyamuk ber-Wolbachia. Namun demikian, implementasi kebijakan ini memerlukan kolaborasi yang kuat antara sektor publik dan swasta.
Miskonsepsi Seputar Dengue dan Upaya Pencegahannya
DR. dr. Ida Safitri Laksanawati, Sp.A(K), Spesialis Anak dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada, menyampaikan masih adanya miskonsepsi seputar dengue yang beredar di tengah masyarakat.
“Masih banyak pasien atau orangtua yang beranggapan bahwa apabila mereka atau anak mereka sudah pernah terkena dengue, maka akan kebal dan tidak bisa terjangkit lagi. Padahal faktanya tidak demikian, manusia dapat terjangkit dengue lebih dari satu kali, dan biasanya infeksi yang berikutnya justru berisiko lebih parah, bahkan bisa berujung kematian,” ungkapnya.
dr. Ida menyampaikan virus dengue terdiri dari empat serotipe, infeksi oleh satu serotipe, tidak membuat kebal terhadap serotipe yang lain. Sudah banyak kasus di sekitar kita yang anggota keluarganya direnggut oleh penyakit ini.
Dr. Ida menambahkan bahwa meski infeksi dengue sudah lama namun sampai saat ini masih belum ada pengobatan yang khusus untuk penyakit ini. Pengobatan yang diberikan oleh dokter saat ini lebih untuk mengatasi gejala dan mengurangi keparahan penyakit seperti kekurangan cairan, mual, lemas, dan lain sebagainya. Untuk itu, upaya pencegahan yang inovatif seperti vaksinasi diperlukan agar dapat memberikan perlindungan kepada seluruh anggota keluarga dan menjadi salah satu solusi untuk mengantisipasi keparahan.
Tetapi untuk mendapatkan perlindungan yang optimal, vaksinasi harus diberikan dengan dosis sesuai rekomendasi, atau bagi anak-anak, mengikuti pedoman terbaru dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
“Yang utama dalam pencegahan dengue adalah kesadaran masyarakat akan risiko dan pencegahan yang tepat waktu,” kata dr. Ida.