Fimela.com, Jakarta Memasuki usia dewasa, tekanan dalam hidup semakin terasa nyata. Tuntutan untuk menjadi mandiri, sukses, dan tetap bahagia sering kali malah mengundang keresahan. Bukan hanya sekadar perasaan, overthinking mulai menjadi rutinitas, seperti jalan tanpa ujung yang menghantarkan kita pada rasa cemas dan khawatir berlebihan. Di masa kini, overthinking bisa menjadi musuh terbesar yang menyabotase mental kita.
Alih-alih membuat keputusan yang baik, kita malah terjebak dalam lingkaran pikiran negatif yang justru menjauhkan dari ketenangan. Apa saja, sih, sikap yang membuat overthinking semakin menjadi-jadi? Yuk, kita bahas lima sikap yang tanpa sadar memperburuk keadaan ini.
1. Mengukur Kebahagiaan Berdasarkan Standar Orang Lain
Pertama, sering kali kita terjebak dalam keinginan untuk hidup sesuai dengan standar orang lain. Memasuki usia dewasa, perbandingan antar individu semakin kerap terjadi. Tanpa sadar, kita mulai meragukan pilihan hidup hanya karena melihat keberhasilan orang lain. Sahabat Fimela, saat kamu terus membandingkan diri, overthinking akan otomatis muncul. Pikiran menjadi bising, bertanya-tanya apakah jalan yang kita pilih sudah benar atau malah salah total.
Lebih buruk lagi, membandingkan diri dengan standar orang lain sering kali menyebabkan kita lupa pada tujuan dan nilai-nilai pribadi. Overthinking dalam hal ini biasanya berakar pada perasaan ingin diterima atau dihargai seperti orang-orang yang kita anggap "berhasil." Padahal, hidup ini milik kita sendiri, dan pencapaian orang lain bukanlah tolok ukur kebahagiaan kita.
Mulailah mengingatkan diri bahwa setiap orang memiliki waktunya masing-masing. Fokus pada proses yang dijalani dan bukan pada hasil yang dimiliki orang lain. Dengan demikian, Sahabat Fimela akan lebih mudah menghentikan siklus overthinking yang membuat pikiran menjadi gelisah dan tidak tenang.
2. Menghindari Ketidakpastian dengan Mengontrol Segala Hal
Sikap kedua yang sering memperburuk overthinking adalah kebiasaan ingin mengontrol segala sesuatu. Hidup di usia dewasa mengajarkan kita bahwa tidak semuanya bisa kita atur sesuai keinginan. Sayangnya, ketakutan akan ketidakpastian membuat banyak orang terjebak dalam kebutuhan untuk mengendalikan segalanya, baik itu situasi, perasaan, maupun pandangan orang lain.
Ketika kita mencoba mengontrol segala hal, Sahabat Fimela, kita justru membuka pintu bagi pikiran-pikiran cemas. Ketidakpastian adalah bagian dari hidup, dan semakin kita berusaha melawan, semakin kita terperangkap dalam kekhawatiran yang tak berujung. Pikiran jadi berputar-putar, menganalisis segala kemungkinan buruk yang belum tentu akan terjadi.
Cobalah untuk mulai menerima bahwa tidak semua hal dalam hidup bisa dikendalikan. Alih-alih sibuk dengan kontrol, fokuslah pada hal-hal yang memang bisa diatur, seperti bagaimana kita bereaksi terhadap situasi. Dengan mengalihkan perhatian pada hal yang benar-benar ada dalam kendali, Sahabat Fimela akan lebih mudah mengurangi kebiasaan overthinking yang melelahkan.
3. Terlalu Keras pada Diri Sendiri
Ketika hidup semakin menantang, sering kali kita menuntut terlalu banyak dari diri sendiri. Sifat perfeksionis dan standar tinggi yang kita buat justru menjadi bumerang yang memicu overthinking. Sahabat Fimela, menghakimi diri secara berlebihan karena merasa belum mencapai ekspektasi yang ditetapkan hanya akan membuat pikiran semakin terbebani.
Saat kita terlalu keras pada diri sendiri, kita mulai fokus pada setiap kesalahan dan kekurangan yang ada. Pikiran penuh dengan penyesalan dan pertanyaan "apa yang salah?" atau "bagaimana jika aku gagal lagi?" Padahal, rasa bersalah yang terus menerus hanya akan mempengaruhi kesehatan mental dan membuat kita semakin terjebak dalam overthinking.
Mulailah untuk memberikan apresiasi pada setiap usaha yang sudah dilakukan, sekecil apa pun itu. Dengan begitu, Sahabat Fimela akan lebih mudah merasa lega dan menerima diri apa adanya. Overthinking bisa dikurangi dengan memberi ruang bagi kegagalan, karena kesalahan adalah bagian dari proses menuju sukses.
4. Menyimpan Semua Masalah Sendirian
Sering kali, kita merasa bahwa membicarakan masalah hanya akan menambah beban orang lain atau memperlihatkan kelemahan diri. Sayangnya, sikap menyimpan masalah sendirian justru memperburuk kondisi mental dan meningkatkan overthinking. Ketika tidak ada tempat untuk berbagi, pikiran menjadi semakin penuh dengan asumsi dan ketakutan yang tidak perlu.
Menyimpan masalah sendirian akan membuat kita merasa terisolasi dan menganggap semua harus dihadapi sendirian. Pikiran pun berusaha mencerna semua skenario buruk, yang sebenarnya belum tentu terjadi. Sahabat Fimela, overthinking menjadi tak terhindarkan karena kita mengunci diri dalam persepsi yang salah bahwa membicarakan masalah adalah tanda kelemahan.
Berbagi dengan orang yang dipercaya bisa membantu mengurangi beban pikiran. Jangan ragu untuk meminta saran atau sekadar curhat dengan sahabat, keluarga, atau bahkan profesional. Membuka diri adalah langkah pertama untuk menghentikan siklus overthinking yang membebani, dan menyadari bahwa kita tidak harus menghadapi semuanya sendiri.
5. Mengabaikan Kebutuhan Emosional Sendiri
Ketika sibuk mengurus pekerjaan, tanggung jawab, dan berbagai tuntutan hidup, sering kali kita lupa merawat kebutuhan emosional diri sendiri. Sahabat Fimela, mengabaikan emosi yang sebenarnya sedang dirasakan justru akan membuat perasaan tidak stabil, yang pada akhirnya memicu overthinking. Emosi yang terpendam seperti kecemasan, takut, atau marah, akan menumpuk dan membuat pikiran menjadi lebih bising.
Ketika kita tidak memberi waktu untuk memahami perasaan sendiri, kita akan terus merasa gelisah tanpa tahu penyebab pastinya. Sahabat Fimela, mengabaikan kebutuhan emosional juga membuat kita menjadi lebih reaktif terhadap situasi, karena pikiran sudah penuh dengan beban emosional yang tidak tersalurkan.
Luangkan waktu untuk mengolah emosi dengan cara yang sehat. Mungkin bisa dengan menulis jurnal, meditasi, atau melakukan kegiatan yang membuat hati senang. Dengan begitu, Sahabat Fimela dapat melepaskan energi negatif dan menenangkan pikiran dari siklus overthinking yang melelahkan.
Overthinking memang sering kali menjadi tantangan tersendiri di usia dewasa, terutama ketika berbagai tekanan hidup mulai berdatangan. Namun, Sahabat Fimela, kita bisa mengelola kebiasaan overthinking dengan mengubah sikap yang selama ini tanpa sadar memperburuk situasi.
Mengukur kebahagiaan dari standar diri sendiri, menerima ketidakpastian, lebih lembut pada diri sendiri, berbagi dengan orang terdekat, dan merawat kebutuhan emosional adalah kunci untuk menghadapi tantangan ini.
Dengan memahami dan memperbaiki sikap yang membuat overthinking makin parah, kita bisa lebih menikmati setiap fase hidup dan mengambil pelajaran berharga dari setiap pengalaman.
Ingat, perjalanan menjadi dewasa bukan soal seberapa banyak pencapaian yang diperoleh, tetapi seberapa tenang hati kita saat menjalaninya. Jadi, yuk, mulai kelola pikiran dengan cara yang lebih sehat dan bijaksana.