Fimela.com, Jakarta Wanita berhijab kuning itu terlihat sumringah, senyum merekah sejak melangkah keluar dari gedung bercat cokelat dengan pintu lebar. Ia mengangkat jempol kanannya, tanda kepuasan. Sementara tangan kirinya menggenggam empat lembar uang Rp100 ribu yang disusun rapi bak kipas.
“Ikut dapat THR,” ucap wanita setengah baya itu dengan wajah berseri-seri.
Wanita yang sedang bungah ini adalah Sri Mulyati. Di penghujung Ramadan lalu, Sri Mulyati dan ratusan orang lainnya menerima THR. Tunjangan Hari Raya. Bukan dari pabrik, tidak pula dari para sultan yang bersedekah, THR itu diberikan oleh Pemerintah Desa Wunut.
“Tunjangan dari Bumdes Umbul Pelem. Dapat Rp400 ribu, senang banget, alhamdulillah,” tutur Sri Mulyati sambil memamerkan uang di tangan.
Pada Selasa 2 April 2024 itu, Sri Mulyani dan ratusan warga mengantre di dalam kantor desa. Mereka duduk di kursi lipat yang ditata berderet, menunggu giliran dipanggil untuk menerima THR. Total, Pemerintah Desa Wunut membagikan Rp297.600.000 untuk 744 kepala keluarga.
THR ini tentu seperti durian runtuh. Maklum, kebutuhan hidup jelang lebaran selalu meningkat. Sudah begitu, semua harga meroket. Uang ini bisa membantu warga Desa Wunut untuk menambal kebutuhan.
“Buat Lebaran, buat beli baju baru,” tutur Sri Mulyati sambil terkekeh.
Ini bukan kali pertama Desa Wunut membagikan THR kepada warganya. Jelang lebaran tahun lalu, desa yang berbatasan langsung dengan Boyolali itu juga membagi THR sebesar Rp300 ribu untuk setiap kepala keluarga.
THR itu tidak jatuh dari langit. Desa Wunut punya cerita panjang sebelum bisa membagi uang itu ke warganya. Sebelum 2018, Wunut termasuk desa miskin. Pendapatan Asli desanya cuma puluhan juta. Jangankan memberi tunjangan warga, dulu desa dengan 6 RW dan 13 RT ini kembang-kempis untuk menghidupi perangkat pemerintahannya.
“Dulunya, Desa Wunut merupakan desa yang miskin, yang mana Pendapatan Asli desanya hanya Rp30 juta pertahun, itu sampai di tahun 2018,” kata Kepala Desa Wunut, Iwan Sulistiya Setiawan.
Tapi itu kisah lama, tujuh tahun silam. Kini, desa berpenduduk 2.199 jiwa ini sudah berubah total. Sekarang, Pendapatan Asli Desa Wunut sudah meningkat hampir seratus kali lipat. “Sekarang Desa Wunut alhamdulillah sudah menjadi desa maju dan mandiri di Kabupaten Klaten dan di Indonesia,” tutur kepala desa yang menjabat sejak 2007 itu.
Kisah sukses Desa Wunut dimulai 2016. Iwan yang kini sudah menjabat di periode ke tiga mengajak warganya mengembangkan potensi desa. Mereka menggarap sumber daya alam sebagai destinasi wisata. Desa Wunut mengolah Umbul Pelem.
Dulu, lahan di sekitar Umbul Pelem tak produktif, cuma bisa ditanami selada air, sehingga tak banyak membantu meningkatkan perekonomian warga. Di atas lahan itulah Desa Wunut membangun Umbul Pelem Waterpark untuk mengalirkan kesejahteraan kepada warga.
“Wisata Umbul Pelem dibangun mulai 2016 hingga 2022 dengan Dana Desa. Total Dana Desa yang dialokasikan di Umbul Pelem sebesar Rp2,4 miliar,” tutur Iwan.
Dana Desa benar-benar telah menyulap lahan yang semula diabaikan itu. Jika berkunjung ke Umbul Pelem, kita akan menjumpai kolam-kolam pemandian dengan fasilitas lengkap. Ada perosotan air, kolam salju, tong besar berisi air, kolam terapi ikan, hingga flying fox.
“Persentase pembangunan Umbul Pelem dengan Dana Desa antara 40 persen hingga 75 persen dari pagu Dana Desa tiap tahunnya,” tutur Iwan.
Desa Jadi Ujung Tombak Pemerintahan
Desa memang menjadi ujung tombak pemerintah dalam melaksanakan pembangunan. Kesuksesan desa dalam membangun akan berbanding lurus dalam keberhasilan menangani angka kemiskinan. Itulah mengapa peran Dana Desa untuk pembangunan sangat berperan penting. Selama sepuluh tahun, pemerintah telah menggelontorkan Rp609,9 triliun Dana Desa.
Sejak dilaksanakan pada 2015, alokasi Dana Desa terus mengalami peningkatan. Pada saat dimulai, pemerintah menggelontorkan Rp20,8 triliun untuk Dana Desa. Pada 2016, alokasi Dana Desa naik dua kali lipat menjadi Rp47 triliun dengan realisasi Rp46,7 triliun. Tahun berikutnya, alokasi Dana Desa menjadi Rp60 triliun dengan realisasi Rp59,9 triliun.
Tahun 2018, alokasi Dana Desa tetap sama dengan tahun sebelumnya, Rp60 triliun dengan realisasi Rp59,9 triliun. Pada 2019, alokasinya menjadi Rp70 triliun dengan realisasi 69,8 triliun. Tahun 2020, alokasi Dana Desa kembali meningkat menjadi Rp71 triliun dengan realisasi 71,1 triliun.
Pada 2021, alokasi meningkat menjadi Rp72 triliun dengan realisasi Rp71,9 triliun. Namun pada 2022, alokasinya menurun menjadi Rp68 triliun dengan realisasi Rp67,9 triliun. Pada 2023 alokasi Dana Desa kembali naik menjadi Rp70 triliun dengan realisasi Rp69,9 triliun. Pada 2024, alokasi Dana Desa menjadi Rp71 triliun dengan realisasi Rp61,16 triliun hingga 30 September tahun ini.
Menurut Presiden Joko Widodo, anggaran yang dialokasikan untuk Dana Desa tidaklah kecil. Alokasi Dana Desa bahkan jauh lebih besar dari berbagai proyek yang dijalankan oleh pemerintah. Karena itulah presiden yang beken dengan sebutan Jokowi ini meminta Dana Desa dikelola lebih baik agar semakin memberikan manfaat bagi masyarakat.
Mantan Walikota Solo ini mencontohkan penggunaan Dana Desa untuk pembangunan infrastruktur. Dia meminta tidak membeli bahan-bahan bangunan dari luar daerah guna menjaga perputaran uang di desa. Jokowi ingin Dana Desa membuat ekonomi warga desa terus berpijar.
“Oleh sebab itu sering saya ucapkan bolak-balik, beli batu batanya lokal di desa atau paling jauh di kecamatan, jangan diberi anggaran dana desa misalnya Rp1,5 miliar belonjone teng Jakarta. Ketok e luweh murah, tapi perputaran uang jadi berpindah dari desa ke Jakarta balik lagi uangnya,” kata Jokowi dalam pertemuan bersama kepala desa se-Kabupaten Banjarnegara, di Desa Pagak, Banjarnegara, Jawa Tengah, pada Rabu 03 Januari 2024.
Dia mengimbau agar kegiatan perekonomian di sebuah dasa dapat mendorong perputaran uang di wilayah masing-masing. “Biarkan uang itu beredar meskipun harganya sedikit lebih mahal tapi uangnya beredar di desa kita,” tutur Jokowi.
Perputaran uang di desa membuat perekonomian warga meningkat. Itulah prinsipnya. Dan, Dana Desa memang mampu mengangkat status desa. Mari kita baca data ini. Pada 2016, hanya terdapat 174 Desa Mandiri di Indonesia. Sementara pada 2024, jumlah Desa Mandiri melonjak hingga 11.456.
Sementara untuk desa dengan status Desa Maju, pada 2016 berjumlah 3.608, pada tahun ini meningkat menjadi 23.035. Demikian pula dengan Desa Berkembang, pada 2016 jumlahnya 22.882, sementara tahun ini ada 28.766.
Jumlah Desa Tertinggal Mulai Berkurang
Sejak Dana Desa dikucurkan, jumlah desa dengan status Desa Tertinggal juga berkurang. Pada 2016, jumlah Desa Tertinggal tercatat 33.592, sedangkan tahun ini tinggal 7.154. Demikian juga dengan desa berstatus Sangat Tertinggal, pada 2016 mencapai 13.453 dan tahun 2024 tersisa 4.850 desa.
Dana Desa yang telah dikucurkan sejak 2015 itu telah mampu membangun 366.000 Km jalan desa, jembatan sepanjang 1.947.785 meter, pasar desa sebanyak 14.752 unit, membiayai 43.245 kegiatan Badan Usaha Milik Desa, membangun 9.338 unit tambatan perahu, membangun 6.812 unit embung, 611.740 unit irigasi, dan 542.954 unit penahan tanah.
Dana Desa juga digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa melalui pembangunan sarana olahraga sebanyak 34.444 unit, penyediaan air bersih 1.775.479 unit, MCK 545.320 unit, polindes 27.015 unit, drainase 54.105.061 meter, membiayai 71.285 kegiatan Paud, posyandu 46.611 unit, dan penyediaan sumur 96.163 unit.
Bagi Jokowi, suksesnya pembangunan desa berarti kesuksesan membangun negara. “Desa itu selalu berada dalam pikiran dan hati saya. Bukan karena saya berasal dari desa, bukan itu saja. Tetapi menurut saya, membangun desa artinya membangun Indonesia,” tutur Jokowi.
Umbul Pelem Waterpark di Desa Wunut itu jadi contoh nyata keberhasilan pemanfaatan Dana Desa. Kini, warga Desa Wunut memetik hasil. Tempat wisata yang dikelola Bumdes Sumber Kamulyan itu mampu menyerap 55 tenaga kerja, terdiri dari 14 tenaga kerja tetap dan 41 tenaga temporer. Semua warga lokal. UMKM milik warga juga meriung di sana.
Pada 2018, tempat itu berkontribusi Rp30 juta pada Pendapatan Asli Desa. Tahun 2019 melonjak menjadi Rp210 juta, pada 2020 Rp576 juta. Pada 2021, pemasukan itu menurun menjadi Rp253 juta akibat Covid-19. Namun pada 2022 angkanya kembali meningkat menjadi Rp915 juta.
Pada 2023, omzet Bumdes Sumber Kamulyan sebesar Rp7.824.313.780 dengan laba bersih Rp5.749.754.380. Umbul Pelem Waterpark menyumbang penghasilan desa Rp3,1 miliar.
Dari hasil usaha Umbul Pelem Waterpark, pada 2020 Desa Wunut mampu membayar BPJS Ketenagakerjaan secara bertahap kepada setiap kepala keluarga. Hingga Juni lalu, sudah 1.400 warga yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Pada 2021, Desa Wunut meluncurkan program covering BPJS Kesehatan pada 540 warga yang belum ter-cover, baik oleh pemerintah maupun perusahaan.
“Harapan kami, dengan program jaminan sosial warga kami bisa bekerja sungguh-sungguh untuk menggapai kemakmuran warga Desa Wunut,” ujar Iwan.
Tahun depan, Desa Wunut berencana kembali memberikan THR untuk warga. Jumlahnya meningkat menjadi Rp1 juta untuk tiap kepala keluarga. Dari angka itu, Rp500 ribu berupa uang tunai, dan sisanya diwujudkan sebagai tabungan investasi.
Umbul Pelem memang sudah sukses. Namun Desa Wunut tidak akan berhenti. Mereka akan mengembangkan tempat lain sebagai destinasi wisata baru, semisal Umbul Gede. Wunut juga akan membumikan brondong ketan bikinan warganya, “Tanpa Dana Desa kami tidak mungkin bisa membangun Umbul Pelem seperti saat ini,” tutur Iwan.