Fimela.com, Jakarta Pernikahan dini masih menjadi fenomena yang cukup sering terjadi di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, sekitar 10,35% perempuan di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun. Meski di beberapa daerah tradisi ini masih dianggap biasa, menikah di usia terlalu muda memiliki banyak risiko yang perlu dipertimbangkan, baik dari sisi kesehatan, mental, hingga finansial. Lalu, apa saja alasan mengapa sebaiknya tidak menikah dini? Berikut beberapa di antaranya.
What's On Fimela
powered by
Ketidakstabilan Emosi dan Mental
Menikah memerlukan kesiapan mental dan emosi yang matang. Seseorang yang masih terlalu muda umumnya belum sepenuhnya siap menghadapi tantangan dan tanggung jawab pernikahan. Ketidakstabilan emosi di usia muda dapat menyebabkan konflik berkepanjangan dalam rumah tangga. Dalam banyak kasus, pasangan yang menikah dini cenderung mengalami kesulitan dalam berkomunikasi secara efektif, yang pada akhirnya bisa berujung pada perceraian.
Menurut data dari BPS, tingkat perceraian di Indonesia pada tahun 2021 mencapai lebih dari 447.000 kasus, dengan alasan utama adalah perselisihan dan pertengkaran yang berkepanjangan. Sebagian besar perceraian tersebut terjadi pada pasangan yang menikah di usia dini, di mana emosi yang belum stabil menjadi salah satu penyebab utama.
Masalah Kesehatan Reproduksi
Menikah dini juga berisiko pada kesehatan, terutama bagi perempuan. Pada usia yang terlalu muda, tubuh belum sepenuhnya siap untuk menjalani proses kehamilan dan persalinan. Risiko komplikasi seperti preeklamsia, kelahiran prematur, dan kematian ibu melahirkan lebih tinggi pada perempuan yang hamil di usia muda. Menurut World Health Organization (WHO), perempuan yang hamil sebelum usia 20 tahun lebih rentan mengalami komplikasi kesehatan.
Selain itu, anak yang dilahirkan dari pernikahan dini sering kali menghadapi tantangan dalam hal kesehatan, seperti berat badan lahir rendah dan perkembangan fisik yang lambat.
Risiko Finansial dan Ketidakstabilan Ekonomi
Salah satu tantangan besar dalam pernikahan dini adalah ketidakstabilan ekonomi. Pada usia yang terlalu muda, pasangan mungkin belum memiliki pekerjaan yang mapan atau belum cukup matang dalam mengelola keuangan rumah tangga. Ketidakstabilan ekonomi ini dapat menjadi sumber masalah dalam hubungan, yang pada akhirnya dapat berujung pada perceraian.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menunjukkan bahwa salah satu faktor utama perceraian pada pernikahan dini adalah tekanan ekonomi. Banyak pasangan muda yang tidak mampu menghadapi tantangan finansial, sehingga rumah tangga mereka menjadi tidak harmonis dan rentan terhadap perpisahan.
Terhambatnya Pengembangan Diri
Menikah di usia muda bisa menghambat seseorang dalam mengembangkan potensi dirinya, baik dalam hal pendidikan maupun karier. Banyak pasangan yang menikah dini terpaksa meninggalkan pendidikan atau karier mereka demi fokus pada rumah tangga. Padahal, usia muda adalah masa di mana seseorang seharusnya dapat mengeksplorasi potensi diri dan meraih mimpi-mimpinya.
Berdasarkan data dari UNICEF, pernikahan dini di Indonesia sering kali terjadi pada perempuan yang masih berada di bangku sekolah. Akibatnya, banyak dari mereka yang harus putus sekolah setelah menikah, sehingga kesempatan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan mandiri secara finansial menjadi lebih terbatas.
Menikah di usia muda memiliki banyak risiko yang perlu dipertimbangkan dengan matang. Ketidakstabilan emosi, risiko kesehatan, masalah ekonomi, dan terhambatnya pengembangan diri adalah beberapa alasan mengapa menikah dini sebaiknya dihindari. Penting bagi sahabat Fimela untuk memahami bahwa pernikahan adalah komitmen jangka panjang yang memerlukan kesiapan dalam berbagai aspek, tidak hanya sekadar mengikuti tuntutan sosial atau budaya. Dengan pertimbangan yang matang, pernikahan akan menjadi perjalanan yang lebih indah dan harmonis.