Kenali Istilah Doom Spending dan Akibatnya Bagi Generasi Z dan Milenial

Anastasia Trifena diperbarui 17 Okt 2024, 19:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Fenomena konsumsi akhir-akhir ini menjadi semakin kompleks, terutama di kalangan Generasi Z dan milenial. Salah satu istilah yang sedang ramai diperbincangkan adalah "doom spending", yang merujuk pada perilaku belanja impulsif yang muncul sebagai respons terhadap stres atau kecemasan. Menurut survei yang dilakukan oleh Bankrate pada tahun 2022, sekitar 60% milenial melaporkan bahwa mereka berbelanja untuk mengatasi perasaan cemas atau depresi. Akses mudah ke berbagai platform e-commerce dan media sosial membuat individu dari generasi ini terjebak dalam siklus belanja yang tidak sehat, yang dapat menambah beban keuangan mereka.

Doom spending tidak hanya berdampak pada kondisi keuangan pribadi, tetapi juga menciptakan tantangan psikologis yang lebih besar. Dengan meningkatnya tekanan sosial dan ekonomi, perilaku ini dapat memperburuk masalah kesehatan mental. Memahami konsekuensi dari perilaku belanja ini sangat penting untuk membantu Generasi Z dan milenial mengelola keuangan dan mengatasi stres tanpa harus bergantung pada konsumsi. 

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Pengertian Doom Spending

Belanja untuk meredakan stres. (Copyright Pexels/Karolina Kaboompics)

Doom spending adalah perilaku belanja impulsif yang muncul sebagai respons terhadap stres, kecemasan, atau ketidakpastian. Ketika menghadapi situasi yang menekan, banyak orang cenderung membeli barang atau layanan sebagai cara untuk melupakan masalah sementara. Istilah ini mencerminkan kecenderungan untuk mencari kepuasan instan melalui konsumsi, meskipun belanja tersebut tidak direncanakan dan sering kali tidak dibutuhkan (konsumtif).

Perilaku ini bisa berakar dari berbagai faktor emosional dan lingkungan. Ketidakpastian ekonomi, tekanan pekerjaan, atau bahkan masalah dalam hubungan pribadi dapat mendorong individu untuk mencari pelarian dalam belanja. Meskipun memberikan kepuasan sesaat, doom spending sering kali berakhir dengan penyesalan. Terutama ketika melihat dampak jangka panjang pada keuangan pribadi.

3 dari 4 halaman

Penyebab Doom Spending

Membeli tanpa berpikir panjang. (Copyright Pexels/Sarah Chai)

Beberapa faktor yang mendorong terjadinya doom spending antara lain tekanan sosial, kondisi ekonomi yang tidak menentu, serta pengaruh media sosial. Generasi Z dan milenial sering kali merasa terjebak dalam tuntutan kehidupan yang cepat dan bersaing. Hal ini menyebabkan mereka cenderung mencari cara untuk meredakan stres. Ketika menghadapi situasi sulit, belanja bisa tampak sebagai solusi mudah untuk mengatasi perasaan negatif.

Media sosial juga berperan besar dalam memicu perilaku ini. Platform-platform tersebut seringkali menampilkan gaya hidup glamor yang dapat menimbulkan perasaan iri dan tekanan untuk mengikuti tren. Ketika individu merasa perlu untuk menunjukkan status atau kepemilikan barang tertentu, dorongan untuk berbelanja menjadi semakin kuat meskipun hal ini dapat memperburuk kondisi keuangan mereka.

4 dari 4 halaman

Dampak Negatif Doom Spending

Keuangan menipis, kesehatan mental semakin terganggu. (Copyright Pexels/Nicola Barts)

Doom spending dapat menyebabkan sejumlah dampak negatif, baik dari segi finansial maupun psikologis. Secara finansial, belanja impulsif dapat mengakibatkan utang yang menumpuk dan kesulitan dalam mengelola anggaran bulanan. Ketika pengeluaran melebihi pemasukan, individu dapat terjebak dalam siklus utang yang sulit diputus dan dapat menyebabkan stres lebih lanjut serta dampak negatif pada kesehatan finansial secara keseluruhan.

Di sisi psikologis, perilaku ini dapat memperburuk masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi. Ketika belanja menjadi mekanisme pelarian, individu mungkin merasa semakin tertekan ketika menghadapi kenyataan keuangan mereka. Hal ini menciptakan siklus di mana individu merasa perlu untuk berbelanja lebih banyak sebagai pelarian, yang pada gilirannya dapat mengganggu kesejahteraan emosional dan mengurangi kualitas hidup. 

Stres memang tidak bisa dihindari, namun menemukan alternatif lain untuk meredakannya bisa dipilih. Demi kesehatan mental dan kesejahteraan keuangan di masa mendatang, doom spending tidak boleh dibiarkan terus-menerus.