Kolaborasi Inklusif Cegah Kekerasan Seksual pada Perempuan Tuli

Anastasia Trifena diperbarui 22 Sep 2024, 18:27 WIB

Fimela.com, Jakarta Belum banyak yang menyadari, bahwa teman-teman tuli punya hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan seksual dan reproduksi. Tanpa terhalang bahasa, akses, maupun fasilitas yang ada. Itu sebabnya, FeminisThemis bersama Komisi Nasional Disabilitas RI dan Unilever Indonesia mengadakan serangkaian acara “FeminisThemis Academy 2024”. Acara yang bertujuan untuk mengedukasi teman-teman tuli terkait kekerasan seksual dan kesetaraan gender. 

Setelah sukses diselenggarakan di Bandung dan Jogja, puncak acara yang berupa diskusi dan workshop dilaksanakan di Malang pada 20-22 September 2024. Acara ini sekaligus menyambut Hari Bahasa Isyarat Internasional yang jatuh pada 23 September 2023. Sekitar lebih dari 30 peserta yang terdiri dari teman tuli hadir dan belajar bersama di ruang Amphitheater 2 Lt. 5 Malang Creative Centre.

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Hak yang Belum Terpenuhi

Sesi diskusi bersama tiga pembicara (dari kiri: Adisty Nilasari, Nissi Taruli Felicia, Dr. Rachmita Maun Harahap, S.T., M.Sn). (Foto: Anastasia Trifena/Fimela)

Pada tahun 2022, tercatat 81 kasus Kekerasan Berbasis Gender dan Disabilitas lebih banyak dialami oleh perempuan tuli, yakni sebanyak 39% atau 31 kasus. Hal ini disebabkan oleh tiga faktor utama. Pertama, tidak terpenuhinya hak bahasa isyarat. Terutama jika anak tuli berasal dari keluarga dengar. Bahkan sebagian besar Sekolah Luar Biasa (SLB) lebih mendorong anak tuli berbahasa layaknya orang dengar. Akibatnya, banyak dari mereka tidak menguasai bahasa isyarat dan terbatas dalam hal komunikasi.

Karena bahasa terasa “privat” bagi teman tuli, pengetahuan dan akses informasi mengenai hak tubuh, kesehatan seksual, dan reproduksi pun menjadi terbatas. Faktor kedua ini disebabkan karena masih banyak masyarakat yang belum memahami bahasa isyarat. Akibatnya, mereka tidak dapat memberikan pengetahuan sesuai dengan kebutuhan perempuan tuli.

Pengetahuan yang kurang terhadap hak tubuh pada akhirnya membuat masyarakat maupun teman tuli sendiri lebih menyalahkan penyintas saat melaporkan kejahatan seksual yang dialami (victim blaming). Dalam sesi diskusi, Dr. Rachmita Maun Harahap, S.T., M.Sn, Komisioner Komisi Nasional Disabilitas RI (KND RI) menjelaskan, “Seharusnya secara hukum, perempuan dengan disabilitas berhak mendapatkan perlindungan yang lebih dari tindak kekerasan, termasuk kekerasan dan eksploitasi seksual."

3 dari 4 halaman

FeminisThemis Hadir untuk Mengedukasi Teman Tuli

Foto bersama peserta, pembicara, dan tamu undangan. (Foto: Dokumentasi FeminisThemis)

Melihat masih banyak ketidakadilan yang terjadi pada teman tuli, komunitas FeminisThemis hadir untuk menciptakan komunitas yang inklusif dan edukatif bagi mereka. Salah satunya melalui program “FeminisThemis Academy”, sebuah forum edukasi mengenai kekerasan seksual, kesetaraan gender, dan dunia teman tuli. “Kami ingin mengajarkan kepada teman-teman tuli bahwa mereka mempunyai hak kesehatan seksual dan reproduksi. Materi-materi tersebut haruslah inklusif,” ungkap Nissi Taruli Felicia, Co-Founder dan Direktur Eksekutif FeminisThemis.

Merasa sejalan dengan fokus yang dimiliki, Unilever Indonesia pun turut bergabung sebagai rekan kerja sama dalam program FeminisThemis Academy 2024. Kristy Nelwan menjelaskan tiga fokus yang dimiliki Unilever Indonesia ialah Equity (Keadilan Gender), Diversity (Keadilan untuk Penyandang Disabilitas), dan Inclusion (Penghapusan Diskriminasi dan Stigma. Ia berharap kolaborasi ini mampu menginspirasi pelaku usaha lainnya untuk menempatkan penyandang disabilitas sebagai bagian dari masyarakat yang sepatutnya mendapatkan perhatian dan dukungan yang adil dan setara.

Tak hanya sekadar omongan belaka, FeminisThemis Academy 2024 terbukti telah berhasil memberikan manfaat kepada kurang lebih 200 teman tuli di Bandung, Yogyakarta, dan Malang. Beberapa pengetahuan yang diajarkan dalam rangkaian acara ini yaitu (1) Pengenalan sistem reproduksi dan anatomi tubuh, (2) Pemahaman mengenai pubertas, (3) Edukasi hak kesehatan seksual dan reproduksi, (4) Hak persetujuan dan batasan tubuh (consent), (5) Risiko di dunia digital, hingga (6) Pertolongan pertama secara psikologis untuk memulihkan trauma yang mungkin dirasakan.

4 dari 4 halaman

Malang Jadi Kota Penutup Puncak Acara

Mengikuti workshop secara berkelompok. (Foto: Dokumentasi FeminisThemis)

Kota Malang dipilih menjadi puncak rangkaian workshop offline “FeminisThemis Academy 2024” karena merupakan kota yang ramah disabilitas. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan daerah, minimnya praktik diskriminasi, dan terlengkapinya kebutuhan disabilitas dengan layanan fasilitas publik yang ramah bagi mereka.

Tak hanya perempuan, laki-laki pun turut hadir dalam puncak acara ini. Hal tersebut membuktikan bahwa apapun gendernya, teman tuli memiliki kebutuhan setara untuk memahami materi seputar kesehatan seksual. Para peserta yang sudah berumur dan menikah juga tampak hadir karena mereka menganggap materi yang diangkat oleh FeminisThemis memang sangat jarang dibahas kepada teman tuli, sehingga patut untuk disebarluaskan. 

Nessi berharap, “Semoga kedepannya, ‘FeminisThemis Academy’ akan merangkul lebih banyak peserta hingga ke level akar rumput untuk mengedukasi lebih banyak orang mengenai kesehatan seksual dan reproduksi.”