Fimela.com, Jakarta Tahap perkembangan manusia sering kali menjadi topik yang menarik dan menantang untuk dipahami. Salah satu teori yang paling dikenal dalam psikologi adalah teori perkembangan psikoseksual dari Sigmund Freud.
Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam tentang salah satu fase dalam teori tersebut, yaitu fase phallic, yang biasanya terjadi pada usia tiga hingga enam tahun.
Pada fase phallic, anak mulai mengeksplorasi identitas gender mereka. Freud percaya bahwa pada tahap ini, anak mulai memperhatikan perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki, misalnya, mulai mengalami apa yang disebut dengan kompleks Oedipus, di mana mereka memiliki ketertarikan pada ibunya dan melihat ayahnya sebagai saingan. Di sisi lain, anak perempuan mengalami kompleks Electra, yaitu ketertarikan pada ayah dan kecemburuan terhadap ibu.
Kompleks ini, menurut Freud, adalah bagian dari proses anak dalam memahami peran gender dan akhirnya menerima otoritas orang tua mereka. Perasaan ketertarikan ini secara bertahap akan berubah menjadi rasa hormat dan penerimaan terhadap peran sosial yang ada, baik sebagai laki-laki maupun perempuan. Freud menganggap bahwa bagaimana orang tua menangani fase ini akan sangat mempengaruhi perkembangan psikologis anak.
Sumber yang mendukung teori ini seperti yang dijelaskan oleh Harvey dalam artikelnya di LinkedIn, menekankan pentingnya penanganan yang tepat oleh orang tua agar anak tidak mengalami hambatan psikologis di masa depan. Jika anak tidak berhasil melewati fase ini dengan baik, mereka dapat mengalami masalah dalam hubungan interpersonal di masa dewasa.
Pengaruh Lingkungan terhadap Fase Phallic
Tidak hanya faktor internal seperti identitas gender, faktor lingkungan juga memainkan peran penting dalam perkembangan anak di fase ini. Freud percaya bahwa hubungan anak dengan orang tua sangat mempengaruhi perkembangan psikoseksual mereka. Contohnya, jika orang tua terlalu protektif atau kurang memberikan perhatian, anak mungkin tidak akan dapat melewati fase phallic ini dengan baik.
Selain itu, peran lingkungan sosial, seperti interaksi dengan teman sebaya, juga berpengaruh. Simply Psychology menjelaskan bahwa anak pada usia ini mulai membandingkan dirinya dengan teman-temannya, baik dari segi fisik maupun perilaku. Anak-anak yang merasa kurang dibandingkan teman-temannya mungkin mengalami ketidakamanan dalam identitas mereka, yang kemudian berdampak pada perkembangan psikoseksual mereka.
Dengan demikian, selain peran orangtua, komunitas dan lingkungan sekitar juga harus menyediakan ruang yang positif bagi anak untuk mengeksplorasi identitas gender mereka tanpa merasa tertekan atau dihakimi.
Dampak Jangka Panjang Fase Phallic
Dampak dari fase phallic tidak hanya berhenti pada masa kanak-kanak. Seperti yang dijelaskan dalam study.com, fase ini memiliki implikasi jangka panjang bagi perkembangan kepribadian seseorang. Freud percaya bahwa jika fase ini berhasil dilewati dengan baik, anak akan memiliki kepercayaan diri yang sehat dalam hubungan interpersonal mereka, baik di masa remaja maupun dewasa. Sebaliknya, jika tidak, mereka mungkin mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan yang intim dan sehat di masa dewasa.
Hal ini juga menyoroti pentingnya keseimbangan antara bimbingan dan kebebasan bagi anak. Orang tua dan pendidik harus memahami bahwa setiap anak memiliki laju perkembangan yang berbeda dan membutuhkan dukungan emosional yang konsisten untuk melalui fase-fase psikoseksual ini dengan baik.
Memahami fase phallic dalam perkembangan anak dapat memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana kita sebagai orang dewasa berperan dalam mendukung perkembangan psikologis anak. Dengan penanganan yang tepat dan lingkungan yang mendukung, anak-anak dapat melalui fase ini dengan baik dan tumbuh menjadi individu yang percaya diri dan memiliki hubungan interpersonal yang sehat di masa depan.
Penulis: Azura Puan Khalisa
#Unlocking the Limitless