Viral Istilah Parenting “Tiger Mom”, Benarkah Pola Asuh ini Berbahaya untuk Anak?

Virlia Sakina diperbarui 14 Sep 2024, 11:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Pernah mendengar istilah "Tiger Mom"? Gaya parenting ini belakangan menjadi perbincangan hangat, bahkan kontroversial. Istilah ini merujuk pada orang tua yang menerapkan standar tinggi dengan pola asuh ketat terhadap anaknya. Mereka menuntut anak untuk mencapai kesuksesan akademis dengan segala cara.

Pola asuh “Tiger Mom” menekankan pada pentingnya prestasi akademis, kesuksesan hidup, serta disiplin yang ketat. Orang tua yang menerapkan metode ini cenderung berorientasi pada tujuan dan memiliki aturan yang tegas. Akibatnya, mereka mendorong anak-anak mereka untuk memprioritaskan pendidikan di atas segalanya agar peluang sukses di masa depan lebih besar.

Pola asuh ini juga melibatkan pembatasan waktu sosialisasi anak dengan teman-temannya demi belajar atau mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang dinilai prestisius. Selain itu, orang tua ala harimau sering menggunakan ancaman emosional atau hukuman fisik ketika anak berperilaku tidak sesuai harapan, kurang percaya pada kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri, serta tidak memberikan privasi yang cukup.

Orang tua yang menerapkan pola asuh seperti ini biasanya mengatur seluruh aspek kehidupan anak untuk memastikan harapan mereka terpenuhi. Anak hampir tidak punya ruang untuk menegosiasikan aktivitas harian mereka karena orang tua dengan pendekatan ini sering kali kurang mengekspresikan kasih sayang.

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Dari mana Asal-usul Terbentuknya Istilah “Tiger Mom”?

ilustrasi seorang ibu memarahi anaknya (stockcake.com)

 

Dilansir dari verywellmind.com, konsep “Tiger Mom” pertama kali diperkenalkan oleh Amy Chua dalam bukunya “Battle Hymn of the Tiger Mother”. Chua, seorang profesor di Yale University dan ibu dari dua putri, menggambarkan bagaimana tiger parenting menggabungkan pendekatan parenting positif dan negatif. Ia menjelaskan bahwa pendekatan ini umum dilakukan dalam budaya Tiongkok, terutama di antara para ibu, yang disebut “Tiger Mom”.

Ideologi Konfusius terkait erat dengan budaya Tiongkok. Terdapat kepercayaan bahwa anak-anak harus patuh dan menghormati orang tua mereka tanpa syarat saat mereka masih muda. Anak-anak harus melakukan apa pun yang diperlukan untuk meningkatkan diri mereka sendiri sebaik mungkin. Chua menganut filosofi ini. Di dalam bukunya, Chua menjelaskan bahwa ia menetapkan tujuan akademis dan pencapaian yang tinggi untuk putrinya.

Chua menggunakan istilah “Tiger Mom” untuk menggambarkan gaya parenting-nya yang menurutnya memadukan filosofi Konfusius dengan budaya Tiongkok tradisional dan teknik parenting yang ketat. Ia percaya bahwa gaya parenting tersebut akan berkontribusi pada “kinerja superior” putrinya dalam hal akademis dan bidang lain. Chua menegaskan bahwa ia tidak mengatakan gaya parenting ini akan berhasil untuk semua orang tua dan keluarga mereka.

3 dari 4 halaman

Bagaimana Ciri-ciri Orang Tua yang Memiliki Pola Asuh “Tiger Mom”?

Ilustrasi seorang ayah dengan anaknya (stockcake.com).

Pola asuh “Tiger Mom” banyak ditemui di budaya Asia Timur. Akan tetapi, saat ini pola asuh “Tiger Mom” telah menyebar ke berbagai belahan dunia. Dilansir dari choosingteraphy.com, berikut adalah ciri-ciri orang tua yang memiliki pola asuh “Tiger Mom”.

1. Menetapkan Standar Tinggi untuk Anak-Anak

Pola asuh seperti ini biasanya ditandai dengan harapan yang sangat tinggi terhadap anak, terutama dalam hal prestasi akademik. Anak-anak sering diharapkan untuk meraih nilai sempurna dalam ujian, mendapatkan beasiswa atau penghargaan, dan diterima di universitas unggulan.

Orang tua yang seperti ini akan merasa puas ketika anak-anak mereka memenuhi standar ini dan akan merasa kecewa ketika anak-anak mereka tidak memenuhinya. Bagi anak, tuntutan ini bisa terasa sulit dicapai dan sering kali hanya bisa dipenuhi dengan mengorbankan minat lain yang mereka miliki.

2. Mengedepankan Akademik di Atas Kreativitas dan Sosialisasi

Orang tua yang menerapkan pola asuh “tiger” biasanya lebih fokus pada prestasi akademis dibandingkan aktivitas lainnya. Anak-anak cenderung didorong untuk menghabiskan banyak waktu belajar, berlatih, atau melakukan hal-hal yang dianggap dapat mendukung kesuksesan mereka di masa depan.

Akibatnya, mereka sering kali hanya memiliki sedikit waktu untuk bersosialisasi, menjalani hobi, atau mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Tak jarang, anak-anak ini merasa kehilangan masa kecilnya, terutama saat melihat teman-teman sebaya lebih bebas mengejar minat dan kesenangan pribadi mereka.

3. Mendorong Anak Mengikuti Tujuan dan Kemauan Orang Tua

Orang tua dengan pola asuh “tiger” biasanya lebih mementingkan tujuan untuk anak-anak mereka, daripada memberi kebebasan untuk mengatur tujuan mereka sendiri. Tujuan-tujuan ini sering berfokus pada akademik atau aktivitas produktif.

Akibatnya, anak-anak bisa merasa tertekan dan kesulitan mengekspresikan keinginan serta minat pribadi mereka. Ketika anak-anak mencoba menentukan tujuan mereka sendiri, orang tua sering kali merespons dengan cara yang kurang positif. Anak-anak akhirnya belajar bahwa untuk mendapatkan dukungan dan persetujuan orang tua, mereka harus mengikuti kehendak orang tua dan mengesampingkan kepentingan mereka sendiri.

4 dari 4 halaman

Apa Dampak yang Ditimbulkan dari Pola Asuh “Tiger Mom”?

Ilustrasi seorang ibu dengan dua anaknya (stockcake.com).

 

Pola asuh “Tiger Mom” memiliki beberapa dampak jangka panjang yang kurang baik bagi anak ke depannya. Meskipun niat awalnya adalah untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak mereka, pola asuh ini bisa berdampak negatif hingga anak tumbuh dewasa. Dilansir dari choosingtherapy.com, berikut ini beberapa dampak yang dapat ditimbulkan dari pola asuh “Tiger Mom”.

1. Anak akan Mudah Merasa Tidak Percaya Diri

Menimbulkan rasa bersalah dan malu ketika anak tidak memenuhi standar orang tua dapat membahayakan rasa percaya diri anak.

2. Tidak Dapat Mengambil Keputusan dengan Baik

Orang tua “tiger” cenderung menetapkan tujuan akademis dan ekstrakurikuler yang intens. Hal ini menyisakan sedikit ruang bagi anak-anak mereka untuk berlatih membuat pilihan dan keputusan mereka sendiri.

3. Anak dapat Diselimuti oleh Gangguan Keccemasan

Tekanan yang terus-menerus yang diberikan oleh orang tua “tiger” untuk berhasil dapat meningkatkan tingkat kecemasan pada anak-anak mereka. Hal ini terkait dengan ketakutan akan kegagalan atau mengecewakan mereka.

4. Dapat Mengakibatkan Self-harm pada Anak

Ketika anak merasa gagal dalam tugas yang dianggap penting oleh orang tua mereka, mereka mungkin berisiko lebih tinggi melakukan perilaku menyakiti diri sendiri (self-harm).

5. Meningkatkan Risiko Anak untuk Terkena Depresi

Anak-anak dari orang tua “tiger” cenderung memiliki tingkat risiko terkena depresi yang tinggi. Hal itu karena pada masa kanak-kanak, mereka selalu fokus pada kegagalan dalam memenuhi ekspektasi tinggi orang tua mereka.

Menjadi orang tua memang bukan tugas yang mudah. Setiap gaya pengasuhan memiliki kelebihan serta tantangannya sendiri. Pola asuh “Tiger Mom” mungkin menunjukkan dedikasi yang tinggi terhadap prestasi akademis dan kesuksesan anak, namun penting untuk diingat bahwa memberikan dukungan dan menghargai perasaan anak juga diperlukan.