Stereotip Hubungan Toxic yang Sering Dinormalisasi, Bahaya yang Tidak Disadari

Azura Puan Khalisa diperbarui 06 Sep 2024, 19:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Media seringkali menampilkan hubungan toxic sebagai sesuatu yang normal atau bahkan romantis. Banyak film dan acara televisi menggambarkan dinamika hubungan yang penuh dengan konflik, manipulasi, dan kekerasan emosional sebagai bentuk cinta sejati.

Hal ini bisa membuat penonton, terutama yang lebih muda, percaya bahwa sifat-sifat tersebut adalah bagian yang wajar dalam hubungan. Melansir dari SB Statesman, media memainkan peran besar dalam membentuk persepsi masyarakat tentang cinta dan hubungan. Ketika cerita-cerita ini dikemas dengan visual yang menarik dan karakter yang karismatik, stereotip hubungan toxic dapat terasa lebih dapat diterima dan bahkan diidamkan oleh penonton.

Lebih jauh lagi, normalisasi ini dapat membuat banyak orang gagal mengenali tanda-tanda hubungan toxic dalam kehidupan nyata mereka. Mereka mungkin berpikir bahwa kecemburuan yang berlebihan, pengendalian, atau perilaku manipulatif adalah bukti cinta yang mendalam, bukan tanda peringatan. Kondisi ini menjadi semakin berbahaya ketika media terus menerus menampilkan narasi yang sama tanpa memberikan ruang untuk diskusi kritis atau alternatif yang lebih sehat.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Dampak dari Normalisasi Hubungan Toxic

dampaknya bisa sangat merusak. Foto: Freepik

Ketika stereotip hubungan toxic dinormalisasi, dampaknya bisa sangat merusak, terutama bagi mereka yang sedang mencari atau berada dalam hubungan. Normalisasi ini menciptakan standar yang rendah untuk apa yang dianggap sebagai perilaku yang dapat diterima dalam hubungan. Banyak orang mungkin mulai menerima atau bahkan mengharapkan perlakuan buruk, karena mereka telah melihatnya begitu sering dalam media dan menganggapnya sebagai norma. Melansir dari Daily Illini, hubungan yang sehat seharusnya didasarkan pada rasa saling menghormati, komunikasi yang baik, dan dukungan emosional. Namun, ketika gambaran hubungan toxic terus ditampilkan secara glamor, banyak yang mungkin kesulitan untuk memahami dan mengidentifikasi apa itu hubungan yang sehat.

Efek dari normalisasi ini juga bisa dirasakan secara luas dalam masyarakat. Jika banyak orang terus-menerus terpapar pada gagasan bahwa perilaku abusive adalah bagian dari dinamika hubungan yang normal, maka sikap terhadap kekerasan dalam hubungan juga bisa menjadi lebih permisif. Akibatnya, upaya untuk mengatasi kekerasan dalam hubungan dapat terhambat, karena kurangnya kesadaran dan pengertian tentang pentingnya hubungan yang sehat.

3 dari 3 halaman

Mengatasi Stereotip dan Membangun Hubungan yang Sehat

Menyadari bahaya dari stereotip hubungan toxic. Foto: Freepik

Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi masyarakat untuk mulai mendiskusikan dan menyadari bahaya dari stereotip hubungan toxic yang dinormalisasi. Pendidikan tentang hubungan yang sehat perlu ditingkatkan, baik melalui sistem pendidikan formal maupun melalui kampanye media sosial. Perlu ada lebih banyak representasi hubungan yang sehat dan saling mendukung di media, agar masyarakat memiliki contoh yang positif untuk diikuti.

Masyarakat juga harus diajak untuk lebih kritis terhadap apa yang mereka konsumsi di media. Menyadari bahwa tidak semua yang ditampilkan di layar adalah gambaran nyata dari cinta dan hubungan dapat membantu mengurangi dampak negatif dari normalisasi ini. Dengan cara ini, kita dapat mulai membangun standar yang lebih tinggi untuk hubungan dan mengurangi toleransi terhadap perilaku toxic. Seperti yang diungkapkan oleh SB Statesman, mengubah narasi tentang cinta dan hubungan dalam media adalah langkah penting untuk menciptakan budaya yang lebih sehat dan mendukung hubungan yang positif.

 

Penulis: Azura Puan Khalisa