Fimela.com, Jakarta Nama Eko Tjandra dalam dunia mode tanah air mungkin sudah tak asing lagi, apalagi di dunia beauty pageants. Pria kelahiran Bojonegoro, Jawa Timur ini telah menorehkan banyak prestasi yang mengharumkan nama Indonesia.
Tangan terampil Eko Tjandra telah membawa Margenie Winarti Wakil Indonesia di Miss Grand International 2014 meraih best evening gown dan Olvah Alhamid di Miss Eco Universe 2016 yang memenangkan best national costume award.
Tahun lalu, Eko Tjandra turut berkolaborasi dengan Morphacio untuk menciptakan kostum nasional bertajuk ‘The Glory of Phinisi’ yang dikenakan Laksmi de Neefe pada ajang Miss Universe 2022. Meski tak meraih juara, karyanya menorehkan apresiasi dari berbagai media baik lokal maupun internasional.
Berawal dari Perjalanan Merantau ke Ibu Kota
Tidak selalu mulus, Eko Tjandra justru mengawali kesuksesan dengan perjalanan yang sangat sulit. Dari kota kelahirannya, ia merantau ke Jakarta yang saat itu masih menjadi ibu kota demi mewujudkan cita-citanya sebagai penyanyi.
“Pertama kali datang ke Jakarta memang cita-citanya ingin menjadi penyanyi, ingin menjadi artis. Segala hal yang berkaitan dengan seni suara itu saya kerjakan. Baik itu ikut lomba, audisi, talent, menjadi penyanyi wedding. Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain, banyak hal-hal yang ternyata tidak semudah atau nggak segampang saya pikirkan. Bahwa perlu banyak effort untuk memperjuangkan apa yang kita cita-citakan,” ungkap Eko Tjandra dalam wawancara eksklusif Fimela People.
Siapa sangka, kegagalannya justru mengantarkannya pada pintu-pintu kesuksesan lain. Eko Tjandra yang memiliki hobi lain berupa merancang busana-busana untuk rekan band-nya di panggung pun mulai dilirik dan banyak orang. Ia mulai mendapat berbagai tawaran termasuk dari kalangan selebriti seperti Lucky Octavian dan Winda Viska untuk merancang busana mereka di atas panggung. Dari sinilah, awal karier Eko Tjandra sebagai desainer mode dimulai.
“Itu adalah titik balik saya finally this is my world, this is my life, and this is my passion, gitu. Jadi fashion designer adalah dunia saya,” ungkap Eko.
Cerita Dibalik Nama Eko Tjandra
Nama Eko Tjandra sendiri sebenarnya merupakan gabungan dari dua sahabat. Yakni dirinya sendiri, Eko dan mendiang sahabatnya, Tjandra. Memiliki kesamaan passion di dunia mode membuat dua sahabat ini akhirnya membangun label busana bersama yang diberi nama, Olanye by Eko Tjandra.
“Waktu itu kami ketemu di TVRI, jadi kami sama-sama bernyanyi, gitu. Waktu itu lomba di TVRI. Dari situlah kami ketemu. Karena teman-teman nyanyi itu banyak yang butuh baju gitu kan. Akhirnya, yaudah kenapa engga kita akomodir aja? yaudah kita bikin brand aja. Nah, sekitar sepuluh tahun lalu tercetuslah Olanye by Eko Tjandra. Terus kenapa Olanye? Karena saya itu suka banget dengan warna orange. Nah karena warna orange itu jadi warna favorit saya sama Mas Tjandra, oranye itu ‘r’ nya diganti ‘l’. jadi Olanye by Eko Tjandra,” lanjut dia.
Jatuh Cinta Pada Wastra
Waktu demi waktu Eko Tjandra mempelajari dunia mode secara otodidak mengenalkan Eko pada kekayaan kain tradisional atau wastra Indonesia. Pengalaman pertamanya merancang kostum nasional bertema adat Minangkabau untuk Nadhira Ulya Suryadi selaku wakil Indonesia dalam ajang Miss Scuba International 2013 di Malaysia hingga meraih top 5 kostum nasional terbaik, semakin membakar semangatnya dalam mengolah wastra menjadi busana-busana yang apik.
Dalam merancang busana, Eko Tjandra selalu memberikan suguhan tradisional dengan sentuhan internasional taste, menjadikan setiap karyanya megah dan bisa diterima di setiap kalangan bahkan di kancah internasional. Terbukti dengan kontribusinya di dunia pageants yang memberikan banyak prestasi untuk ibu pertiwi.
Ketika ditanya soal pendapatnya tentang kebaya dan wastra Indonesia dalam kehidupan perempuan modern, Eko berpendapat bahwa kebaya dan wastra bukan lagi menjadi sesuatu yang dipakai untuk acara khusus saja, tetapi juga sudah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia dalam keseharian.
“Jadi amazing-nya adalah, perempuan sekarang, perempuan modern sekarang ini, melihat kebaya dan wastra bukan lagi sebagai sesuatu yang tradisional, tapi adalah bagian dari lifestyle dan juga pakaian yang sangat modern sekali,” kata dia.
Upaya-upaya pelestarian kebaya dan wastra Indonesia terus dilakukan Eko Tjandra hingga saat ini. Terbaru, Eko Tjandra menjadi salah satu dari tiga desainer ternama Indonesia yang berpartisipasi dalam gelaran istimewa Fimela.com berkolaborasi dengan Liputan6.com dan Indonesian Fashion Chamber (IFC) bertajuk “Cita Cipta”, sebuah apresiasi sekaligus aspirasi untuk negara tercinta. Dengan cita besar untuk Indonesia yang lebih baik, dihadirkan karya-karya anak bangsa dari berbagai daerah di Nusantara, sekaligus berbagai diskusi menarik.
Acara yang berlangsung pada 31 Juli 2024 di Ballroom Hotel Shangri La, Jakarta ini hadir dalam beberapa rangkaian kegiatan menarik. Salah satunya Parade Wastra Nusantara yang menampilkan “Selaras Wastra”, yakni fashion show di mana terdapat kolaborasi desain kebaya dari desainer lokal dengan ketua Dekranasda. Di pagelaran tersebut, Eko Tjandra melalui label busana-nya, Olanye by Eko Tjandra mempersembahkan koleksi bertajuk “Finengkoyong Fiking Maunahyu” dalam bahasa Taliabu yang bermakna yang cantik, kuat, dan berwibawa. Koleksinya menghadirkan rangkaian kebaya megah dengan menggunakan kain batik Taliabu asal Maluku Utara sebagai elemen utama.
“Acara Parade Wastra ini menurut saya adalah salah satu acara yang harus diadakan bukan hanya di tahun ini, tapi di setiap tahunnya harus ada terus karena Parade Wastra ini adalah salah satu acara atau event yang menurut saya adalah kesempatan untuk kabupaten-kabupaten yang lain atau daerah-daerah yang lain untuk bisa memperlihatkan keelokan, kemudian juga keindahan, kekayaan, dari motif-motif kain tradisional yang ada di Indonesia ini," pungkasnya.