Fimela.com, Jakarta Menghadapi remaja bisa jadi momen yang penuh tantangan, bahkan kadang bikin pusing kepala. Mereka yang dulunya manis dan menurut, tiba-tiba berubah jadi pribadi yang penuh emosi, susah diatur, dan sering kali menentang. Para orangtua pasti pernah merasakan frustrasi ketika setiap usaha untuk bicara baik-baik malah berakhir dengan adu mulut atau sikap acuh tak acuh.
Tapi, kenapa remaja bisa begitu? Ada banyak faktor yang bikin masa remaja jadi penuh drama—dari perubahan hormon, masalah kesehatan mental, sampai komunikasi yang nggak nyambung antara remaja dan orangtua. Yuk, kita bahas lebih dalam apa saja yang membuat masa remaja begitu kompleks dan bagaimana cara orangtua bisa lebih memahami mereka.
1. Tantangan Perubahan Fisik dan Hormonal
Remaja adalah masa transisi yang penuh tantangan, di mana perubahan fisik dan hormonal mulai terjadi. Hormon-hormon seperti estrogen dan testosteron mempengaruhi suasana hati dan perilaku remaja, yang sering kali menyebabkan ketidakseimbangan emosi. Hal ini membuat mereka sulit dikendalikan dan seringkali menunjukkan perilaku yang tidak stabil. Menurut artikel dari My Wellness Hub, perubahan hormon ini memicu rasa bingung dan kecemasan pada remaja, yang akhirnya berdampak pada cara mereka berinteraksi dengan orangtua dan lingkungan sekitar.
Perubahan ini juga memperburuk masalah komunikasi antara remaja dan orangtua. Ketika remaja mengalami perasaan yang sulit dipahami, mereka cenderung menarik diri atau memberontak terhadap aturan. Dampaknya, orangtua merasa frustasi ketika mencoba mendekati anak-anak mereka yang berubah secara signifikan. Tekanan sosial di lingkungan sekolah turut berkontribusi pada perubahan sikap remaja, di mana mereka berusaha menyesuaikan diri dengan norma baru sambil mencari jati diri mereka.
Dalam artikel dari Portland Family Counseling, dijelaskan bahwa remaja sering kali merespon tekanan sosial dan ekspektasi lingkungan dengan perilaku yang terlihat keras kepala. Ini menjadi salah satu alasan mengapa komunikasi dan pengendalian diri menjadi lebih sulit di usia ini.
2. Tantangan Kesehatan Mental
Kesehatan mental menjadi salah satu faktor utama mengapa remaja sulit diatur. Tekanan akademik, sosial, dan ekspektasi dari lingkungan sekitar seringkali menyebabkan kecemasan berlebih pada remaja. Menurut artikel dari GT Scholars, jumlah remaja yang mengalami gangguan kecemasan dan depresi meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan meningkatnya ekspektasi dan persaingan dalam pendidikan.
Para remaja sering kali tidak tahu cara mengatasi perasaan negatif mereka. Ini menyebabkan mereka melampiaskan emosi melalui perilaku impulsif atau penarikan diri dari kehidupan sosial. Akibatnya, banyak orangtua merasa bingung dan frustasi ketika anak mereka mulai menunjukkan gejala-gejala tersebut. Kurangnya dukungan emosional yang tepat juga memperburuk situasi ini, karena banyak remaja merasa enggan untuk berbicara tentang perasaan mereka atau mencari bantuan.
Meskipun akses terhadap informasi kesehatan mental semakin terbuka, seperti yang diungkapkan oleh My Wellness Hub, masih banyak remaja yang merasa takut dihakimi sehingga menahan diri dari berbicara tentang masalah mental mereka. Orangtua dan guru perlu memahami pentingnya mengenali tanda-tanda awal gangguan kesehatan mental.
3. Kesenjangan Komunikasi dengan Orangtua
Selain perubahan fisik dan mental, tantangan besar lainnya adalah kesenjangan komunikasi antara remaja dan orangtua. Sering kali, remaja merasa bahwa orangtua mereka tidak mengerti dunia mereka yang penuh dengan dinamika digital dan tekanan sosial. Dalam artikel yang diterbitkan oleh Portland Family Counseling, dijelaskan bahwa banyak remaja merasa diabaikan atau tidak dipahami karena perbedaan generasi ini, terutama dalam hal media sosial dan cara bersosialisasi.
Kesenjangan ini dapat menciptakan ketegangan di rumah, di mana setiap upaya komunikasi berakhir dengan pertengkaran atau sikap saling mengabaikan. Padahal, untuk membangun hubungan yang sehat, komunikasi yang terbuka dan penuh pengertian sangatlah penting. Orangtua yang tidak mencoba mendekati dunia remaja mereka dengan sikap terbuka sering kali mendapati diri mereka semakin jauh dari anak-anaknya.
Solusi dari masalah ini bukanlah dengan memaksa remaja untuk mengikuti aturan yang kaku, melainkan dengan memberikan ruang bagi mereka untuk berekspresi, sambil tetap memberikan bimbingan yang diperlukan. Dengan pendekatan yang lebih terbuka, seperti yang dijelaskan dalam My Wellness Hub, remaja akan merasa didengar dan lebih mungkin bekerja sama dengan orangtua mereka.
Penulis: Azura Puan Khalisa.