7 Alasan Anak Benci dan Kecewa dengan Orangtuanya Sendiri

Mimi Rohmitriasih diperbarui 09 Sep 2024, 13:13 WIB

Fimela.com, Jakarta Hubungan antara anak dan orangtua seharusnya menjadi salah satu ikatan yang paling kuat dan penuh kasih sayang. Namun, kenyataannya tidak selalu demikian. Banyak anak yang merasa benci dan kecewa terhadap orangtuanya sendiri. Beberapa anak bahkan secara terang-terangan mengatakan ia dendam pada orangtuanya. Lantas kenapa hal ini bisa terjadi? Penting diketahui, perasaan benci dan kecewa ini bisa berdampak jangka panjang terhadap kehidupan dan kesejahteraan emosional anak Mom. 

Ada beberapa alasan kenapa anak sampai membenci dan merasa kecewa dengan orangtuanya sendiri. 

 

What's On Fimela
2 dari 5 halaman

Pola Asuh Oteriter

Ilustrasi/copyright shutterstock.com/Casezy idea

Pola asuh otoriter sering kali menjadi akar dari kebencian dan kekecewaan. Orangtua yang terlalu mengontrol, menetapkan aturan yang ketat tanpa memberikan ruang untuk diskusi atau kebebasan, bisa membuat anak merasa tertekan dan tidak dihargai. Anak-anak dalam lingkungan ini mungkin merasa bahwa mereka tidak pernah cukup baik di mata orangtua mereka.

Kurangnya Komunikasi yang Efektif

Komunikasi yang buruk atau kurangnya komunikasi sama sekali, bisa menyebabkan kesalahpahaman yang mendalam. Anak yang merasa bahwa orangtuanya tidak mendengarkan atau memahami perasaan dan kebutuhannya, akan lebih mungkin merasa terisolasi dan tidak dihargai. Hal ini bisa mengarah pada perasaan kecewa dan akhirnya kebencian. Ini juga menjadi awal mula anak tak percaya lagi pada orangtuanya. 

 

3 dari 5 halaman

Ekspektasi yang Tidak Realistis Orangtua

Parenting orangtua berperan dalam mendidik anak termasuk ketika memarahi anak atas perbuatannya, ciri-ciri berikut adalah kesalahan dalam parenting yang sering dijumpai (Foto: Pexels.com/Alex Green)

Orangtua yang suka menetapkan ekspektasi terlalu tinggi atau tidak realistis terhadap anak, juga nembuat anak rentan membencinya. Sikap ini bisa menyebabkan tekanan yang berlebihan. Anak yang terus-menerus merasa gagal memenuhi harapan orangtuanya, mungkin akan merasa frustasi dan kecewa. Perasaan ini bisa berkembang menjadi kebenciandan dendam mendalam. Anak juga kerap merasa minder dan tidak percaya diri. 

Kurangnya Dukungan Emosional

ukungan emosional dari orangtua sangat penting bagi perkembangan anak. Ketika orangtua tidak memberikan dukungan emosional yang cukup, anak-anak bisa merasa tidak dicintai dan tidak dibutuhkan. Kurangnya dukungan ini bisa membuat anak merasa sendirian dalam menghadapi masalah mereka. Pada akhirnya hal ini menyebabkan kebencian dan kekecewaan.

 

4 dari 5 halaman

Pengalaman Traumatis

Depresi pada anak. (Foto: Freepik)

Pengalaman traumatis seperti kekerasan fisik, emosional, atau seksual dari orangtua, rentan meninggalkan luka mendalam yang sulit untuk disembuhkan. Anak-anak yang mengalami kekerasan dari orangtua mereka sering kali merasa benci dan kecewa, dan perasaan ini bisa bertahan hingga dewasa. Pengalaman traumatis juga terkait dengan sikap orangtua yang sering bertengkar, berkhianat satu sama lain dan sejenisnya. 

Membandingkan Anak

Orangtua yang sering membandingkan anak mereka dengan anak lain, baik itu saudara kandung atau teman, akan sangat rentan menyebabkan perasaan rendah diri dan tidak dihargai. Anak yang merasa bahwa mereka selalu dibandingkan dan tidak pernah cukup baik, mungkin akan merasa marah dan kecewa terhadap orangtua mereka.

 

5 dari 5 halaman

Anak Kesepian

Ilustrasi anak depresi/copyright unsplash.com/Joseph Gonzalez

Orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan atau urusan pribadi, sering kali tidak memiliki cukup waktu untuk anak-anak mereka. Ketidakhadiran fisik dan emosional ini cukup rentan membuat anak merasa diabaikan dan tidak penting. Anak-anak yang merasa diabaikan akan memiliki perasaan benci dan kecewa terhadap orangtuanya. Bahkan jika anak tersebut tak ingin perasaan tersebut muncul di hatinya. 

Kebencian dan kekecewaan anak terhadap orangtua adalah masalah yang kompleks dan multifaset. Penting bagi orangtua untuk menyadari dampak dari tindakan dan kata-kata mereka terhadap perasaan anak. Dengan membangun komunikasi yang efektif, memberikan dukungan emosional, dan menetapkan ekspektasi yang realistis, diharapkan orangtua mampu membantu mencegah perasaan negatif ini berkembang. Anak yang bahagia, tentunya terlahir dan terbiasa dengan orangtua yang bahagia pula. Begitu juga dengan anak yang diselimuti rasa cinta, ini juga didukung dengan kehadiran cinta di hidupnya. Tentunya dari orangtua pun orang-orang terdekat lainnya. Semoga informasi ini bermanfaat.