Makna Jajanan Pasar yang Dibawa dalam Tradisi Lamaran Adat Jawa

Iwan Tantomi diperbarui 29 Jun 2024, 16:42 WIB

Fimela.com, Jakarta Dalam tradisi lamaran di Jawa, jajan tradisional memiliki makna dan simbolisme yang mendalam. Beberapa jajan tradisional yang umum disajikan dalam lamaran adat Jawa antara lain kue hantaran, jajanan pasar, dan makanan tradisional khas Jawa. 

Jajan tradisional yang manis dan lezat seperti kue hantaran, jajanan pasar, dan makanan tradisional khas Jawa, melambangkan harapan akan keharmonisan dan kebahagiaan dalam pernikahan. Rasa manis dari jajan-jajan ini diharapkan mencerminkan suasana ceria dan hubungan yang akrab antara kedua mempelai.

Selain itu, jajan tradisional yang disajikan dalam lamaran adat Jawa mengandung nilai-nilai tradisional yang diwariskan secara turun-temurun. Setiap jajan memiliki makna dan pesan kehidupan bagi kedua mempelai, dan ritual penyajian jajan ini menjadi tahapan penting sebelum pernikahan.

Jajan tradisional juga merupakan bentuk dari doa dan harapan mempelai agar dapat hidup bahagia dan membentuk keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahmah. Pemilihan jajan tradisional untuk hantaran tidak dilakukan tanpa alasan, melainkan memiliki filosofi khusus yang mengandung doa dan harapan untuk masa depan yang baik. Lebih lanjut, berikut beberapa jajan tradisional dalam lamaran di Jawa dan maknanya!

2 dari 2 halaman

Serba-Serbi Jajan Tradisional dalam Lamaran di Jawa dan Maknanya

Wajik

Wajik memiliki makna dan simbolisme yang mendalam dalam tradisi lamaran Jawa. Wajik, yang terbuat dari beras ketan, gula merah, dan santan, menjadi suguhan penting dalam acara pernikahan adat Jawa karena memiliki filosofi khusus.

Sifat lengket dari beras ketan dalam wajik diharapkan menjadi pelajaran bagi kedua mempelai agar memiliki hubungan yang erat dan susah dipisahkan. Oleh karena itu, wajik melambangkan keharmonisan, kelembutan, dan kekuatan dalam hubungan pernikahan.

Kehadiran wajik dalam lamaran adat Jawa juga menjadi simbol keseriusan dari pihak laki-laki untuk mempersunting sang perempuan. Dengan demikian, wajik bukan hanya sekadar makanan, melainkan juga mengandung makna dan harapan akan kehidupan pernikahan yang bahagia, harmonis, dan penuh berkah.

Gemblong

Kue tradisional ini banyak ditemukan di Jawa Barat dan Jakarta, dan menjadi bagian penting dari prosesi lamaran adat Jawa. Gemblong melambangkan kebersamaan, keutuhan keluarga, dan keharmonisan dalam hubungan pernikahan.

Bentuk bulat dan lonjong dari gemblong dianggap merepresentasikan kesatuan dan kekokohan hubungan pernikahan. Gemblong juga sering ditemukan di pasar-pasar tradisional dan dijajakan oleh para penjual kue tradisional, menunjukkan keakraban dan keberadaannya yang melekat dalam budaya Jawa.

Dalam beberapa daerah di Jawa, gemblong juga dikenal dengan nama kue getas. Keseluruhan, gemblong bukan hanya sekadar makanan, melainkan juga mengandung makna dan harapan akan kehidupan pernikahan yang bahagia, harmonis, dan penuh berkah.

Getuk

Getuk, yang terbuat dari singkong yang dihaluskan dan diberi gula merah sebagai pemanis, melambangkan makna sederhana dan kebermanfaatan hidup manusia. Penggunaan singkong sebagai bahan utama getuk juga dapat dimaknai sebagai cara manusia yang senantiasa berinovasi dari berbagai hal sederhana yang ada di sekitarnya.

Getuk juga mengajarkan manusia untuk bersyukur atas apa yang mereka miliki dan menjadikannya sesuatu yang lebih bermanfaat, menarik, serta disukai. Filosofi getuk tersebut sejalan dengan makna kesederhanaan. Jajan tradisional ini melambangkan kekuatan dan keberanian dalam menghadapi kehidupan pernikahan.

Proses penghalusan singkong awalnya dilakukan secara manual, namun pada tahun 1985, berhasil diciptakan mesin penghalus singkong yang memungkinkan produksi getuk dalam jumlah besar dengan waktu yang lebih singkat.

Setelah itu, usaha getuk ini diteruskan oleh anak-anak serta cucu-cucunya. Dari sini dapat dipahami jika getuk bukan hanya sekadar makanan, melainkan juga mengandung makna kesederhanaan dan kebermanfaatan hidup manusia.

Serabi

Serabi, atau sering disebut surabi, adalah sejenis jajanan tradisional Jawa yang mirip dengan pancake, terbuat dari adonan tepung beras, santan, dan parutan kelapa sebagai emulsifier. Serabi umumnya memiliki rasa manis dan biasanya disajikan dengan kinca, sirup gula kelapa kecokelatan dalam tradisi kuliner Sunda.

Dalam konteks tradisi lamaran Jawa, serabi memiliki makna yang mendalam. Kue serabi sering disajikan sebagai sesaji dalam prosesi ijab atau pernikahan, serta dalam berbagai ritual adat Jawa sebagai simbol rasa syukur kepada Tuhan atau dewa lokal Jawa. Dalam Serat Centhini, kue serabi disebutkan sebagai makanan tradisional yang tetap bertahan hingga saat ini, dan menjadi identitas kuliner bagi Kota Surakarta.

Serabi juga merupakan bagian dari seserahan adat Jawa, yang memiliki makna sebagai simbol peran dan tanggung jawab yang akan diemban oleh pasangan calon dalam pernikahan. Jajan tradisional ini melambangkan kelembutan dan kelembutan dalam hubungan pernikahan.

Trancam

Trancam adalah makanan khas Jawa Tengah yang mirip dengan urap. Biasanya, trancam terdiri dari sayur-sayuran mentah seperti kacang panjang, timun, tauge, dan daun kemangi yang disajikan dengan parutan kelapa tua serta bumbu halus yang harum.

Trancam melambangkan kesegaran, kebersamaan, dan keharmonisan dalam hubungan pernikahan. Sayuran mentah yang digunakan dalam trancam menggambarkan kehidupan yang segar dan penuh energi, sementara parutan kelapa tua melambangkan kelembutan dan kelembutan dalam hubungan pernikahan.

Dalam konteks lamaran, trancam juga dapat melambangkan harapan akan kehidupan pernikahan yang sehat, segar, dan penuh berkah. Jadi, trancam bukan hanya sekadar makanan, melainkan juga mengandung makna dan harapan akan kehidupan pernikahan yang bahagia dan harmonis.