Fimela.com, Jakarta Memberikan ruang untuk banyak perempuan bisa berdaya nyatanya hingga saat ini hal tersebut masih perlu banyak perjuangan dan usaha, dan pengalaman itu dialami secara nyata oleh Amanda Simandjuntak CEO Markoding yang kini melahirkan program STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) khusus untuk perempuan, yaitu Perempuan Inovasi.
Dibangun sejak tahun 2020, Bersama Perempuan Inovasi Amanda menyediakan program pelatihan yang dimulai secara online yang terus berkembang dan di tahun 2024 telah sampai pada batch ke-3 dan menjadi wadah lebih dari 20.000 perempuan dari seluruh penjuru nusantara mendapatkan pelatihan keterampilan digital.
"Awalnya kami di tahun 2020 mulai lah program Perempuan Inovasi tapi lebih webinar-webinar gitu ya. Kemudian di tahun 2021 kami punya amunisi untuk bisa melakukan program-program yang lebih serius," tutur Amanda Simandjuntak saat berbincang dengan Fimela.
Bercerita tentang Perempuan Inovasi yang kini ia jalankan bersama Yayasan Dian Sastrowardoyo dan Magnifuque Indonesia, Amanda Simandjuntak membangun program ini dari keresahannya tak bisa dengan mudah merekrut programmer saat memimpin perusahaan IT consultant miliknya dulu.
"Aku me-recruit lulusan yang S1 dan S2 Informatika, di hari pertama itu (mereka) enggak bisa ngoding jadi mesti aku training ulang, nah dari situ aku melihat bahwa ini ada masalah nih, dengan sistem Pendidikan di Indonesia. Kenapa mereka enggak bisa mengajarkan materi pendidikan yang mana harus sesuai dengan kebutuhan industri," tuturnya.
"Ini musti ada gapnya dari situ aku mulai ada kegelisahan lah di edukasi, terus IT consultant ini long story short tutup gitu ya. Kemudian di situ lah aku ada masa-masa galau karena bisnis pertama tutup. Nah habis itu aku memutuskan untuk volunter di daerah Cilincing," kata Amanda Simandjuntak yang memulai perjalanan kariernya membangun Markoding juga Perempuan Inovasi usai menjadi volunter, di mana mengajarkan Bahasa Inggris dan keahlian coding sederhana kepada anak didiknya di sana.
Ya, keresahan dan keinginannya besarnya memajukan sumber daya manusia di tanah air di bidang STEM pun perlahan memulai prosesnya, mulai dari anak-anak di Cilincing dan kini telah meluas menjangkau lebih banyak orang dari seluruh Indonesia. Terlebih kebutuhkan talenta digital saat ini sangat banyak dibutuhkan dan peluang besar ini tentunya tak boleh dibiarkan begitu saja, di mana ada banyak anak Indonesia yang bisa harusnya bisa memenuhi kebutuhan tersebut. "Untuk saat ini (kebutuhannya) tuh besar sekali di Indonesia. Sampai 2030 untuk kebutuhan untuk talenta digital itu ada 17 juta dan kekurangannya itu ada 9jt talenta digital."
Perempuan Inovasi
Bicara tentang Perempuan Inovasi, program beasiswa yang ia ciptakan ini dibangun atas keresahannya sulit menemukan peserta perempuan saat ia berjalan dengan Markoding memberikan pelatihan koding ke sekolah-sekolah.
"Jadi mislanya kita mau bikin kegiatan yang ada peserta perempuannya, kadang-kadang aku tuh juga harus ikut turun tangan untuk ngomong langsung ke kepala sekolahnya, gurunya gitu," ujar Amanda membuka ceritanya.
"Waktu aku ngomong ke kepala sekolahnya, kegurunya, atau bahkan ke orang tuanya, banyak komentar-komentar yang bikin kita kaget gitu ya. Jadi kepala sekolahnya bilang ‘Mba, ini ikan koding ya, koding ini kan biasanya pake logika gitu, nah biasanya anak perempuan itu lebih emosional, kalau logikanya kurang, kenapa enggak dikasih pelatihannya untuk anak laki-laki, lebih diutamakan untuk mereka'. Komentar seperti itu bikin panas ya," tuturnya.
"Nah terus ada lagi komentar lagi bilang ‘coding itu kan terlalu kompleks ya, terlalu sulit gitu, apakah yang anak-anak Perempuan itu bisa?’ itu juga banyak yang ngomong seperti itu.
Dari ceritanya di atas, usaha Amanda untuk memberdayakan perempuan muda dan melahirkan figur-figur yang memotivasi memang nyata tak mudah, di mana ada begitu banyak stereotipe dan stigma di masyarakat yang harus dibenahi tentang perempuan agar menghalagi mereka untuk berdaya, khusunya terjun ke dalam dunia teknologi.
Diakui Amanda, hal itu membuat hatinya tergores terlebih mengetahui penolakan tersebut bukan dari anak-anak perempuan yang ingin belajar, melainkan dari support system yang harusnya mendorong mereka untuk lebih maju dan berdaya.
"Yang miris itu adalah yang berkomentar-berkomentar seperti itu dan bukan anak perempuannya sendiri, yang berkomentar adalah support system-nya mereka, gurunya, orang tuanya, kepala sekolahnya, bukan anaknya sendiri. Anaknya sendiri tuh diam saja sebenernya. Jadi belum apa-apa mereka sudah dimatikan mimpi-mimpinya," jelas Amanda.
Seiring dengan penolakan yang pernah ia alami, dalam prosesnya Amanda pun tak hanya sekadar mengajarkan coding. Lebih dari itu, Amanda dan tim di Perempuan Inovasi juga menanamkan pengetahuan soal kesetaraan gender.
"Salah satu yang kami ajarkan di sini tentang kesetaraan gender, supaya anak-anak Perempuan yang melihat itu juga terinspirasi, mereka punya kepercayaan diri mau mengambil langkah untuk belajar teknologi," ucapnya.
Semangat Melahirkan Talenta Digital
Perjalanan itu juga membuat Amanda menyadari jika pekerjaan rumahnya bertambah, di mana untuk mengajak perempuan maju dan berdaya ada banyak hal yang harus dilakukan.
"PR-nya tuh sistemik ya bukan sekadar kita aktivasi bikin webinar, bikin penyuluhan sekali kelar gitu, ini enggak. Itu merupakan suatu yang sistemik dan PR-nya juga bukan cuma buat kita doang, tapi ini PR buat seluruh pihak, dari mulai kita sebagai organisasi, pemerintah harus turun tangan semuanya," ujar Amanda.
Seiring berjalannya waktu kini Perempuan Inovasi tumbuh semakin besar memberikan banyak kesempatan untuk kaum hawa di tanah air untuk mendapatkan pelatihan keterampilan digital. Di tahun 2024 ini Perempuan Inovasi telah memasuki batch ke-3.
Lewat program ini yang digagasnya ini Amanda berharap, mereka tak hanya bisa berdaya tetapi juga memiliki pekerjaan dan penghasilan yang cukup untuk meningkatkan kualitas hidupnya juga keluarganya.
"Untuk siswa-siswa kami, yang kami harapkan adalah untuk mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang layak ya. Harapannya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang diberikan itu nantinya mereka punya pekerjaan yang layak dengan gaji yang cukup dan bisa meningkatkan kualitas hidupnya mereka, dan juga meningkatkan kualitas hidup keluarganya," kata Amanda.
Tak sampai di situ, Amanda juga berharap program ini juga bisa meningkatkan kontribusi peningkatan jumlah talenta digital untuk memenuhi kebutuhan di Indonesia. "Kalau dari segi gender, kita juga mengharapkan ada partisipasi perempuan dibidang teknologi. Jadi visi besar kita itu ingin ditahun 2030 kita bisa kontribusi untuk Indonesia, dengan melahirkan satu juta talenta digital. Ini cukup ambisius. Dari 1juta talenta itu kita ingin 500 ribunya itu perempuan, aamiin.”