Buruk Bagi Kesehatan Fisik dan Mental, Ini Gejala Toxic Productivity yang Sering Terjadi di Tempat Kerja

Karina Alya diperbarui 04 Jul 2024, 16:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Toxic productivity adalah hal yang kini umum dibicarakan di masyarakat. Toxic productivity merupakan sebuah sikap ketika seseorang terus ingin menjadi sosok yang produktif setiap saat, tidak hanya saat bekerja, tetapi di segala aspek kehidupan. Keinginan untuk menjadi produktif tidak salah, tetapi ketika hal tersebut menjadi berlebihan, maka kita harus mulai waspada.

Tingginya ekspektasi dan tuntutan masyarakat akan seseorang semakin meningkat setiap harinya. Waktu kerja lembur hingga mulai bekerja sebelum jam yang seharusnya seolah-olah menjadi tanda akan loyalnya seseorang terhadap pekerjaannya. Mudah sekali bagi kita untuk merasa bersalah ketika beristirahat sejenak di tengah kesibukan yang ada. Dilansir dari Asana, inilah sederet tanda jika seseorang mulai masuk ke dalam toxic productivity.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Tanda-tanda toxic productivity

Ketika seseorang bekerja di luar jam kerja karena pilihannya sendiri dan karena ia selalu kurang produktif, mungkin ia terjebak dalam lingkaran toxic productivity. (Foto: Pexels/Nataliya Vaitkevich)

Bekerja melebihi jam kerja

Sesekali bekerja melebihi jam kerja adalah hal yang normal, biasanya dilakukan ketika ada sebuah proyek yang besar yang sedang dilakukan. Namun, kebiasaan tersebut dapat menjadi hal yang tidak baik ketika terlalu sering dilakukan. 

Bekerja di luar jam kerja, termasuk dengan bekerja di akhir pekan, masuk sebelum jam masuk kerja, hingga memeriksa pekerjaan saat sedang mengambil hari libur adalah kebiasaan yang harus dihentikan segera.

Sahabat Fimela harus memahami perbedaan antara toxic productivity dan overworked. Jika Sahabat Fimela bekerja di luar jam kerja karena kebutuhan, maka itu adalah overworked. Jika Sahabat Fimela bekerja di luar jam kerja karena pilihan pribadi, itulah yang disebut dengan toxic productivity.

Selalu merasa kurang

Perasaan tersebut memang diperlukan agar tidak cepat puas dengan apa yang telah dilakukan. Namun, toxic productivity menjebak seseorang untuk terus merasa kurang walaupun mereka sudah melakukan banyak hal. Mereka memiliki ekspektasi yang tidak masuk akal untuk diri sendiri dan selalu merasa bersalah karena selalu merasa kurang.

Tidak memerhatikan diri sendiri

Orang yang terjebak ke dalam pusaran toxic productivity biasanya tidak memerhatikan self care. Tidak memedulikan kesejahteraan diri, seperti memasak makanan yang sehat, berolahraga, hingga menghabiskan waktu dengan orang-orang tersayang. Seseorang yang terjebak di dalam toxic productivity bisa menunda atau bahkan tidak makan demi mengerjakan pekerjaannya.

Burn out

Ketika kita mendorong diri terlalu keras untuk waktu yang lama, biasanya kita akan merasa burn out. Setiap orang memiliki tanda-tanda yang berbeda ketika mengalami burn out, tetapi tanda-tanda yang umum dialami adalah kelelahan, semangat kerja yang rendah, dan beberapa gangguan kesehatan. Semua orang bisa mengalami burnout dan tidak hanya disebabkan oleh pekerjaan.

3 dari 3 halaman

Dampak buruk toxic productivity

Toxic productivity tidak hanya memberikan dampak buruk bagi fisik, tetapi juga pada kondisi mental seseorang. (Foto: Pexels/Mikhail Nilov)

Dilansir dari Newport Institute, masih tidak terlalu banyak penelitian yang menyajikan dampak buruk dari toxic productivity. Namun, bekerja secara berlebihan dan sikap perfeksionis memiliki banyak bukti yang beredar di berbagai penelitian. Merasa lelah secara fisik dan mental, tidak lagi ada motivasi, mudah terusik, hingga stres merupakan beberapa tanda dari kerja berlebih.

Insomnia dapat menjadi salah satu hal yang dirasakan ketika terjebak di dalam pusaran toxic productivity. Kurangnya waktu istirahat dapat membuat tubuh menjadi lemas dan imun tubuh melemah, sehingga memudahkan tubuh untuk terkena penyakit. Selain itu, jika seseorang kurang tidur, kesehatan mental mereka akan lebih mudah terganggu.

Konflik-konflik interpersonal juga dapat muncul berkat toxic productivity. Seseorang tidak lagi dekat dengan keluarga atau teman-temannya. Dengan tidak lagi berkomunikasi dengan mereka karena kesibukan yang terlalu berlebih, seseorang akan kehilangan hubungan sosialnya dengan orang lain.

Penulis: FIMELA Karina Alya

#Unlocking The Limitless