Fimela.com, Jakarta Bagi sebagian orang, kegiatan sosial mungkin menjadi satu hal yang membutuhkan banyak pengorbanan. Mulai dari tenaga, pikiran, uang, hingga waktu yang banyak tersita. Namun, sebagian orang lainnya justru menjadikannya sebagai tujuan hidup. Pada Fimela Figure kali ini, Fimela berbincang dengan sosok perempuan inspiratif yang mendedikasikan hampir seluruh hidupnya untuk membantu sesama setulus hati.
Dia adalah Netta Linder, seorang praktisi kesehatan AS yang sudah 14 tahun berpengalaman di Partnership Health Center (PHC), sebuah pusat kesehatan yang melayani lebih dari 17.000 pasien setiap tahun. Sebagai Program Development Manager, ia mengimplementasikan program kesehatan inovatif seperti integrasi geriatrik dalam perawatan primer dan pengelolaan kualitas klinis untuk HIV/AIDS di Western Montana.
Menjadi pekerja sosial merupakan impian Nara sejak dahulu. Ia mengawali karier sebagai mahasiswa kedokteran di sebuah universitas swasta bernama Concordia College di Moorhead Minnesota. Ia kemudian melanjutkan untuk menyelesaikan gelar di bidang sosiologi melalui Universitas Montana.
Pekerjaan pertamanya adalah menjadi petugas operator 911, sebuah pusat panggilan darurat yang digunakan masyarakat Amerika Serikat saat berada di situasi darurat seperti pertolongan kecelakaan, kebakaran, kebutuhan memanggil ambulan, dan situasi lainnya.
“Saya sebagai petugas operator adalah menentukan apa yang terjadi dan mencari tahu siapa yang terbaik untuk dikirim. Sambil mencoba untuk membuat semua orang terlibat, penelepon dan responden, seaman mungkin. Jadi, saya juga melakukan pengiriman medis darurat dan memberikan instruksi melalui telepon. Jadi, jika seseorang mengalami kejang atau serangan jantung, kami dapat memberi tahu mereka sedikit tentang apa yang dapat mereka lakukan. Sambil menunggu tenaga medis atau polisi, dll. Untuk datang membantu mengambil alih tanpa menyakiti mereka,” ujar Nara.
Setelah 3 tahun bekerja di pusat 911 kampung halamannya, Nara pindah ke pusat 911 lainnya di Missoula Country yang berada di sisi lain Montana. Hingga akhirnya ia meninggalkan pekerjaanya untuk menyelesaikan pendidikannya di bidang sosiologi melalui Universitas Montana.
“Dan akhirnya saya berada di sini (Manajer Pengembangan Program di Partnership Health Center) selama 14 tahun, dan saya sudah menjalani sekitar enam atau tujuh promosi pekerjaan yang berbeda,” lanjutnya.
Selain itu, Nara juga memimpin inisiatif SSI/SSDI Outreach, Access, and Recovery (SOAR) secara lokal, dan berperan aktif dalam Montana Geriatric Education Center di Universitas Montana, Missoula.
Nara menggunakan pendekatan yang berpusat pada pasien dan bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan untuk memberdayakan pasien, meningkatkan kapasitas staf, dan terus memperbaiki kualitas klinis serta proses. Dengan memasukkan prioritas dan umpan balik dari staf dan pasien dalam setiap program, Netta berkomitmen untuk mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan yang optimal bagi semua.
Penentu Keputusan Karier
Menghabiskan masa kecil di pedesaan dengan jumlah penduduk yang sangat sedikit diakui Nara menjadi salah satu pengaruh pada keputusan kariernya sekarang. Selama tinggal di sana, Nara kerap kali menemui beragam masalah kesehatan seperti gangguan mental, diabetes, dan akses layanan kesehatan yang minim, yang tentu berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan hidup penduduk sekitar.
“Jadi, menurut saya pengalaman tinggal di komunitas kecil di pedesaan dan melihat seberapa besar dampak di luar ruang pemeriksaan terhadap hasil kesehatan sangatlah penting bagi saya,” cerita Nara.
Karenanya, Nara memastikan semua orang mendapatkan akses kesehatan yang setara untuk mencapai kesehatan yang lebih baik.
“Salah satu hal yang saya nikmati bekerja dengan populasi seperti itu dan menjalani posisi-posisi seperti itu adalah untuk membantu orang-orang yang mungkin tidak yang memiliki sumber daya terbaik untuk mencapai kesehatan yang lebih baik. Dan membantu penyedia layanan memahami bahwa tidak semua orang memiliki sumber daya dan peluang yang sama,” tutur dia.
Aktif Edukasi Kesehatan Mental, HIV/AIDS, dan Disabilitas
Sebagai praktisi kesehatan, Nara juga aktif menyebarkan edukasi khususnya terkait topik kesehatan mental, HIV/AIDS, dan disabilitas. Dimana para penyandangnya kerap kali mengalami penolakan sosial dan stigmatisasi.
Edukasi yang dilakukan Nara tidak sebatas hanya di tanah kelahirannya, tetapi juga sampai menyebrang negeri hingga ke Indonesia. Nara yang juga merupakan rekan timbal balik YSEALI (Young Southeast Asian Leader Initiative) bermitra dengan Telinga Hati (kelompok kesehatan masyarakat yang didirikan oleh rekan YSEALI dari Indonesia), untuk berpartisipasi dalam diskusi, seminar, dan lokakarya dengan topik-topik seperti Kesehatan Mental, HIV/AIDS, disabilitas pada. Nara hadir dan menjadi pembicara di tiga kota di Indonesia yakni Jakarta, Yogyakarta, dan Bali. Acara tersebut telah berlangsung pada 19-30 Mei
“Jadi saya dan Amir bertemu dengan Dr. Jayaringga, pendiri Telinga Hati, dan Amir melamar Program Pertukaran Beasiswa Profesional YSEALI dan membutuhkan penempatan. Jadi, Amir adalah seorang dokter, dan saya memahami bahwa dia adalah salah satu dari sedikit dokter yang saat ini diterima di YSEALI PFP, Program Beasiswa Profesional. Dia bergabung di bawah komponen keterlibatan masyarakat dalam program ini, dan dia ditempatkan di organisasi kami. Lalu, saya diminta menjadi tuan rumah karena kami berdua mempunyai ketertarikan pada hal-hal seperti kesehatan mental dan perawatan HIV AIDS,” cerita Nara tentang awal kolaborasi dengan Telinga Hati terjalin.
Selama dua minggu, Nara bekerja sama dengan Telinga Hati dan berupaya menyediakan lokakarya untuk mendengarkan aktif para siswa. “Kami berupaya mencapai hal tersebut, kami berdua sangat bersemangat untuk melakukan destigmatisasi terhadap kesehatan mental pada khususnya dan mengakses hal-hal seperti perawatan, pengobatan, dan pencegahan HIV,” tutur Nara.
Kesehatan Mental, HIV/AIDS, disabilitas menjadi topik yang di-highlight Nara dalam diskusi, seminar dan lokakarya selama di Indonesia dalam upayanya memerangi stigma dan diskriminasi yang selama ini masih melekat di tengah-tengah masyarakat kita.
“Kelompok marginal tersebut sering mengalami diskriminasi dan stigma. Jadi, hal ini juga sejalan dengan pentingnya upaya mengatasi stigma dan diskriminasi. Jadi, itu semua adalah hal-hal yang saya lihat mempengaruhi orang-orang dalam kehidupan nyata saya di luar pekerjaan, dan dengan pasien yang saya tangani setiap hari ketika saya melakukan pekerjaan sosial manajemen kasus,” pungkasnya.