5 Tantangan yang Kerap Ditemui Perempuan di Dunia Pendidikan

Miftah DK diperbarui 30 Jun 2024, 21:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Pendidikan yang berkualitas tentu dapat mengubah hidup seseorang, membantu mengembangkan potensi sepenuhnya dan menempatkannya pada jalur kesuksesan dalam hidup. Kini, semakin banyak perempuan yang mengambil peran kepemimpinan di institusi pendidikan tinggi bergengsi dalam beberapa tahun terakhir, yang menunjukkan peran pendidikan yang memberdayakan. 

Mendidik seorang anak perempuan adalah salah satu investasi terbaik yang dapat dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan negaranya. Kita tahu bahwa mendidik anak perempuan secara khusus dapat memulai lingkaran perkembangan yang baik. Hal ini akan mengubah prospek pendidikan bagi perempuan di seluruh dunia.

Perempuan tidak hanya ingin mencapai kesuksesan yang luar biasa di bidangnya, tapi juga memainkan peran penting dalam mendorong kesetaraan gender dan reformasi pendidikan. Namun, tantangan yang menghambat tentu masih ada. Melansir dari Times Higher Education, berikut ini tantangan yang kerap ditemui perempuan di dunia pendidikan.

2 dari 4 halaman

1. Konflik antara tanggung jawab keluarga dan pengembangan karier

Membagi tanggung jawab antara keluarga dan karier. (Foto: Freepik)

Di banyak budaya, pandangan tradisional masih mempengaruhi ekspektasi sosial dan persepsi diri perempuan. Penelitian menunjukkan bahwa karena tanggung jawab keluarga yang sangat besar, hingga 83% perempuan mengalami kesulitan untuk berkomitmen penuh terhadap kariernya, dan sering kali merasa terpecah antara rumah dan tempat kerja.

Peran perempuan dibentuk secara tidak kasat mata, semakin dalam dan disadari bahwa perempuan dapat mencapai posisi yang lebih tinggi dan keterlibatan masyarakat yang lebih besar. Meskipun demikian, dalam menyeimbangkan keluarga dan karier harus melakukan semua tugas rumah tangga, mengurus anak, serta mengatur pendidikan dan pekerjaan secara bersamaan.

3 dari 4 halaman

2. Takut gagal dan ragu-ragu

Perempuan takut gagal. (Foto: Freepik)

Di tempat kerja, suara dan perspektif perempuan sering kali diabaikan dan mereka ragu untuk mengungkapkan ide, takut gagal, dan cenderung menghindari risiko. Dikelilingi oleh lingkungan eksternal seperti itu, banyak perempuan memaksakan pembatasan diri sehingga menghilangkan kesempatan untuk mengekspresikan diri dan diakui.

 

3. Lingkungan periferal bias terhadap perempuan

Di lingkungan sekitar, perempuan sering kali dipengaruhi oleh bias yang tidak disadari dan stereotip negatif. Ada kepercayaan umum bahwa perempuan kurang memiliki ketegasan dan hal ini membatasi perkembangan perempuan, serta kemajuan ke posisi yang lebih tinggi. Seringkali, perempuan harus secara signifikan melebihi kinerja rekan laki-laki agar dapat dipertimbangkan untuk promosi.

4 dari 4 halaman

4. Kurangnya pendidikan kesetaraan gender

Kesetaraan gender. (Foto: Freepik)

Bahkan saat ini, kursus pendidikan gender jarang dimasukkan dalam kurikulum pendidikan tinggi dan program latihannya yang terbatas. Banyak perempuan yang kurang memiliki persiapan psikologis dan strategi menghadapi tantangan ketika memasuki dunia kerja atau bercita-cita untuk menduduki posisi kepemimpinan.

 

5. Kesulitan berintegrasi ke dalam lingkaran sosial yang didominasi laki-laki

Kurangnya keterwakilan berarti bahwa kepemimpinan dan lingkungan sosial didominasi oleh laki-laki. Di beberapa masyarakat dan budaya, terdapat ekspektasi umum terhadap perempuan untuk bersikap lembut, patuh, dan sensitif. Akibatnya, para pemimpin perempuan merasa kesulitan untuk berintegrasi ke dalam lingkaran sosial yang didominasi laki-laki, dan kesulitan mengakses informasi, jaringan, dan sumber daya pada tingkat yang lebih tinggi.

 

 

 

Penulis: Miftah DK

#Unlocking The Limitless