Fimela Figure: Sama-Sama Ramah Lingkungan, Mulih Hadirkan Jasa Reparasi Pakaian yang Jadi Alternatif Daur Ulang

Vinsensia Dianawanti diperbarui 30 Apr 2024, 20:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Apa yang akan kamu lakukan ketika baju kesayanganmu rusak? Memperbaikinya atau membuang dan membeli baru? Jika kamu memilih memperbaikinya, mungkin kamu sepikiran dengan Suzzane Sarah yang mendirikan Mulih bersama Bev Tan.

Mulih sendiri merupakan jasa reparasi pakaian yang akan membantu masyarakat memperbaiki pakaian yang rusak sebelum akhirnya dibuang dan didaur ulang. Suzzane Sarah selaku Co-Founder dari Mulih menjelaskan bahwa ada cara alternatif lain untuk mengurangi dampak buruk dari tekstil selain mendaur ulang.

"Kita ada interest gimana caranya memperbaiki dampak fast fashion ini. Kita jgua aware banget kalau begitu banyak awareness yang di-bring up itu daur ulang. Tapi sepertinya ada cara lain yang mungkin tidak begitu faimiliar tapi mungkin somehow lebih mudah dilakukan karena untuk daur ulang orang orang masih bingung gimana caranya. Tapi kalau dengan memperbaiki (pakaian)sebenarnya itu ada dari jaman dulu. Tapi kurang accessible," jelas Suzzane kepada Fimela.

Hadirnya Mulih sendiri berawal dari cerita personal Suzzane yang harus mengecilkan banyak pakaian karena berat badannya yang turun. Namun sayangnya ia kesulitan menemukan penjahit di tengah kota besar, seperti Jakarta. Pun jika menemukan penjahit akan selalu ada rasa skeptis apakah penjahit tersebut cukup mumpuni untuk memperbaiki pakaian. Belum lagi dengan persoalan harga jasa menjahit yang takut dipatok tinggi semakin mendorong Suzzane dan Bev menghadirkan Mulih.

Mulih sendiri baru saja diluncurkan pada 2024 lewat sebuah proyek kolaborasi bersama Sejauh Mata Memandang. Sebagai jasa reparasi pakaian, Mulih memiliki dua layanan, yakni reparasi yang mengembalikan pakaian seperti bentuk semula dan alterasi yang memperbaiki dengan mengubah atau menambah bentuk pakaian. Bekerja sama dengan penjahit yang telah dikurasi, Mulih mampu melayani reparasi pakaian dengan berbagai jenis bahan dan tingkat kerusakan. Hal ini juga yang nantinya akan menentukan harga jasa yang dibayarkan konsumen.

 

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Menentukan standar penjahit

Mulih hadir sebagai jasa reparasi pakaian sebagai upaya ramah lingkungan

Soal harga, Mulih mengklasifikasikan jenis layanannya menjadi dua jenis, yakni standar dan premium dengan harga mulai dari Rp35ribu. Untuk harga di kelas standar meliputi penanganan pakaian berbahan katun. Sementara untuk premium biasanya untuk mereparasi pakaian dengan bahan sutra atau embroidery payet yang penuh.

"Dengan backgroung pendidikan yang aku sama Bev miliki, kita bisa set indikator apa saja yang harus kita perhatikan. Selain itu, benchmarking pada tukang jahit yang bekerja sama. biasanya mereka memberikan range harga itu berapa. Faktornya banyak tapi biasanya dilihat dari lama pengerjaannya. Dan memastikan orang yang mengerjakan dibayar dengan pantas," kata Suzzane.

Saat ini, Mulih bekerja sama dengan sejumlah penjahit yang telah dikurasi. Pemahaman tentang masalah kerusakan, kemampuan berkomunikasi dengan konsumen, dan mampu mengatur waktu pengerjaan yang baik jadi indikator Mulih dalam memilih penjahit yang diajak kerja sama. Sehingga dapat memaksimalkan layanan yang akan diberikan pada konsumen.

Kehadiran Mulih tidak hanya sekadar sebuah layanan jasa reparasi pakaian. Melainkan juga menjadi solusi bagi kesenjangan masalah yang banyak dihadapi masyarakat perihal reparasi pakaian. Suzzane dan Bev berusaha memberikan alternatif yang ramah lingkungan untuk mengurangi limbah tekstil.

"Kita belum melihat ada yangmelakukan ini. Kalau kita datang dengan recycle lagi sepertinya udah banyak yang melakukan. kayaknya ada solusi yang lebih mudah tapi kok ngga ada yang bicarakan ya. Kesenjangan itu yang bikin semakin semangat menghadirkan solusi," kata Suzzane.

 

3 dari 3 halaman

Tantangan yang dihadapi

Meski demikian, Suzzane pun juga menyadari ada begitu banyak tantangan yang akan dihadapi Mulih sebagai layanan reparasi pakaian. Salah satunya adalah harga pakaian di Indonesia yang terbilang terjangkau sehingga membuat masyarakat Indonesia memilih membuangnya ketika pakaian rusak dan kemudian membeli baru.

"Meski dari riset 80% yg disurvei memilih memperbaiki tapi dari situlah keraguan kita datang. karena banyak orang yang bilang iya, ujungnya ngga akan memperbaiki. Baju di Indonesia banyak yang murah, jadi ketika rusak mending aku buang terus beli baru," jelas Suzzane.

Oleh karena itu, Suzzane dan Bev berusaha memberikan layanan reparasi pakaian dengan standar kualitas yang jelas. Sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat Indonesia untuk menggunakan jasa penjahit dan menumbuhkan mindset memperbaiki pakaian terlebih dulu baru didaur ulang.

"Sebuah inisiatif akan sangat berdampak ketika memang menjadi solusi buat masalah besar. Mulih harapannya jadi solusi untuk kesenjangan mencari tukang jahit yang mudah dengan harga yang sesuai dan juga terpercaya," tutup Suzzane.