7 Tanda Orang Sulit Bahagia karena Kebiasaan Konsumtifnya

Endah Wijayanti diperbarui 22 Apr 2024, 15:57 WIB

Fimela.com, Jakarta Ingin bahagia adalah tujuan yang mendasar bagi kebanyakan orang. Namun, seringkali kita menemukan diri kita terperangkap dalam lingkaran kebiasaan konsumtif yang justru menjadi penghambat utama kebahagiaan kita. Ketika keinginan konsumtif menggantikan kebutuhan esensial, dan saat uang dihabiskan tanpa pertimbangan matang, kebahagiaan pun semakin sulit dijangkau.

Kehidupan modern sering kali membuat kita terperangkap dalam siklus konsumsi yang tidak terbatas. Sahabat Fimela, kali ini kita akan membahas tujuh tanda tentang kebiasaan konsumtif yang bisa menjadi penghambat kebahagiaan seseorang. Selengkapnya, langsung saja simak uraiannya di bawah ini ya.

 

2 dari 8 halaman

1. Memprioritaskan Keinginan Sesaat daripada Kebutuhan Esensial

ilustrasi./Dean Drobot/Shutterstock

 

Kebutuhan hidup yang mendasar seperti makanan, tempat tinggal, dan pendidikan seringkali terlupakan saat kita terlalu fokus pada memenuhi keinginan sesaat. Pengeluaran untuk barang-barang mewah atau tidak penting dapat menguras sumber daya kita, meninggalkan kebutuhan esensial terabaikan. Ini menghasilkan rasa tidak puas dan ketidakstabilan finansial yang dapat menjadi penghalang besar bagi kebahagiaan jangka panjang.

 

 

3 dari 8 halaman

2. Membelanjakan Uang tanpa Perhitungan Matang

ilustrasi kesal/ takayuki/Shutterstock

Saat kita membelanjakan uang tanpa mempertimbangkan dampaknya secara matang, kita cenderung membuang-buang sumber daya yang berharga. Kebiasaan ini tidak hanya dapat menyebabkan masalah finansial, tetapi juga menyebabkan stres dan kecemasan yang mengganggu kesejahteraan emosional. Kebahagiaan sejati seringkali terletak pada pengelolaan yang bijaksana atas sumber daya yang kita miliki.

 

 

4 dari 8 halaman

3. Menjebak Diri dalam Obsesi Suka Membandingkan Diri dengan Orang Lain

ilustrasi marah/copyright by Michael D Edwards (Shutterstock)

Perbandingan sosial yang berlebihan seringkali menjadi akibat langsung dari kebiasaan konsumtif. Saat kita terlalu fokus pada apa yang dimiliki orang lain, kita cenderung merasa tidak puas dengan apa yang kita miliki. Obsesi ini dapat merusak harga diri dan memicu siklus tidak bahagia yang sulit untuk dipatahkan.

 

 

5 dari 8 halaman

4. Mengalami Kesulitan dalam Merangkai Makna atau Tujuan Hidup

ilustrasi perempuan cemberut/Pumidol/Shutterstock

Ketika kebahagiaan diukur oleh seberapa banyak barang yang dimiliki, kita cenderung kehilangan pandangan atas makna dan tujuan hidup yang sejati. Kebutuhan akan pemenuhan material terus membutakan kita terhadap hal-hal yang benar-benar penting, seperti hubungan yang bermakna, pencapaian pribadi, atau kontribusi pada masyarakat. Akibatnya, kita mungkin merasa kehilangan dan tidak memiliki arah yang jelas dalam hidup.

 

 

6 dari 8 halaman

5. Memiliki Pandangan Sempit soal Materi dan Prioritas Hidup

ilustrasi bekerja/Krakenimages.com/Shutterstock

Ketika kita terlalu fokus pada materi, kita cenderung melupakan nilai-nilai yang sebenarnya penting dalam kehidupan. Kebahagiaan sejati seringkali ditemukan dalam hubungan yang sehat, pencapaian pribadi, dan kedalaman pengalaman hidup, bukan dalam kepemilikan barang-barang material semata. Memperluas pandangan tentang apa yang benar-benar berarti dalam hidup dapat membantu kita menemukan kebahagiaan yang lebih berkelanjutan.

 

 

7 dari 8 halaman

6. Mempunyai Tingkat Utang yang Kelewat Tinggi

Ilustrasi/Copyright shuterstock/fizkes

Kebiasaan konsumtif seringkali mengarah pada akumulasi utang yang tidak terkendali. Hutang yang tinggi tidak hanya mengakibatkan stres finansial, tetapi juga dapat mengganggu kesejahteraan emosional dan hubungan pribadi. Ketika kita terjebak dalam siklus utang, sulit untuk merasa bahagia atau tenang karena terus-menerus diperbudak oleh beban finansial yang berat.

 

 

8 dari 8 halaman

7. Merasa Selalu Butuh Validasi dari Orang Lain untuk Puas

Ilustrasi perempuan marah/copyrightshutterstock/Songsak C

Ketika kebahagiaan kita tergantung pada persetujuan atau pujian dari orang lain, kita menempatkan diri kita pada posisi yang rentan. Kita menjadi terlalu tergantung pada eksternal untuk merasa baik tentang diri kita sendiri, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kecemasan sosial dan harga diri yang rendah. Meraih kebahagiaan sejati memerlukan kemampuan untuk mengakui dan menghargai diri sendiri tanpa harus mengandalkan validasi dari orang lain.

Kebiasaan konsumtif dapat menjadi penghalang besar bagi kebahagiaan seseorang. Ketika kita terjebak dalam siklus membeli dan membandingkan diri dengan orang lain, kita kehilangan pandangan tentang apa yang sebenarnya penting dalam hidup.

Untuk mencapai kebahagiaan yang lebih berkelanjutan, penting bagi kita untuk memperluas pandangan tentang kekayaan dan nilai sejati dalam hidup. Dengan memprioritaskan kebutuhan esensial, mengelola uang secara bijaksana, dan memperkaya hubungan dan pengalaman hidup kita, kita dapat membebaskan diri dari belenggu kebiasaan konsumtif dan mencapai kebahagiaan yang lebih autentik dan berkelanjutan.