Berikan Kebebasan dan Keleluasaan pada Anak, Yuk Ketahui Tentang “Free-Range Parenting”

Karina Alya diperbarui 15 Mei 2024, 12:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Pola pengasuhan anak tiap orangtua tentu berbeda-beda. Terdapat orangtua yang sangat ketat dalam mengawasi anak-anak dan terdapat pula orangtua yang berlaku sebaliknya. Lenore Skenazy, seorang penulis asal New York, memperkenalkan konsep pengasuhan baru, yaitu free-range parenting. Dikutip dari theguardian.com, Lenore Skenazy percaya bahwa anak-anak harus diberikan kebebasan yang lebih untuk membangun rasa percaya diri dan kemandiriannya.

Pada berbagai kesempatan, benak orangtua pasti dipenuhi dengan pemikiran yang saling bertolak belakang, seperti “anak-anak harus terus berada di bawah pengawasan saya” dan “anak-anak harus dibiarkan menjadi anak-anak yang bebas”. Konsep free-range parenting adalah pola pengasuhan anak yang memberikan anak kesempatan untuk berada seorang sendiri di dunia luar dan membuatnya belajar bagaimana cara menghadapi apa yang ada di luar sana.

Lenore Skenazy cukup khawatir dengan orangtua yang memandang aneh jika anak-anak dibiarkan bermain seorang diri, tanpa didampingi oleh siapapun, gawai apapun, atau alat pelacak. Menurut Professor Helen Dodd, psikolog anak, free-range parenting mengajarkan anak untuk memecahkan masalah, membuat kebutusan, dan memperhitungkan risiko seorang diri. Dilansir dari verywellfamily.com, berikut adalah karakteristik free-range parenting.

2 dari 3 halaman

Karakteristik free-range parenting

Anak-anak didorong untuk bermain di luar ruang guna menghabiskan waktu. (Foto: Pexels/Viriya Lim)

Memberikan anak kebebasan bukan berarti orangtua lepas tangan dan tidak lagi bertanggung jawab atas sang buah hati. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa free-range parenting akan terlihat seperti “cuek” kepada anak di beberapa wilayah yang tidak memiliki kebiasaan yang serupa. Skenanzy menyatakan bahwa free-range parenting sama sekali bukan bersikap tak acuh pada anak, melainkan memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk betul-betul menjadi “anak-anak”. 

Orangtua mengizinkan anak berkegiatan tanpa jadwal yang pasti

Free-range parenting lebih mendorong anak-anak berkegiatan tanpa jadwal yang pasti. Orangtua yang menggunakan pola pengasuhan ini tidak mengharuskan anak-anaknya untuk pergi dari les yang satu ke les yang lainnya. Mereka akan lebih mendorong anak-anak untuk memilih kegiatannya sendiri dan berbaur dengan teman-temannya yang lain.

Orangtua mendorong anak untuk bermain di luar ruang

Daripada bermain dengan gawai, anak-anak lebih didorong untuk bermain di luar rumah. Orang tua dengan pola pengasuhan seperti ini lebih senang ketika anak-anaknya menghabiskan waktu bermain di lapangan daripada diam di rumah bermain gawai seorang diri. 

Anak-anak menjadi lebih mandiri

Free-range parenting memberikan anak kebebasan untuk memilih, memutuskan, mempertimbangkan, hingga mengambil risiko. Dengan demikian, anak-anak akan jauh lebih mandiri karena sudah terbiasa bergantung pada dirinya sendiri. Pola pengasuhan seperti ini berfokus pada menunjukkan pada anak bahwa mereka dapat mencoba hal-hal baru dan menyelesaikan hal-hal rumit seorang diri.

Orangtua tidak terlampau khawatir dan takut akan keadaan sang buah hati

Orangtua yang menerapkan free-range parenting tidak memiliki rasa khawatir berlebihan pada anak. Kecelakaan dan hal-hal buruk lainnya memang bisa menimpa siapapun dan di manapun, tetapi hal tersebut tidak menjadi penghalang untuk memberikan keleluasaan pada sang anak. Anak-anak tetap diberikan keamanan optimal, tetapi juga tetap diberikan kebebasan di saat yang bersamaan.

3 dari 3 halaman

Pro dan kontra free-range parenting

Free-style parenting juga tetap memiliki sisi baik dan buruk, sama seperti pola pengasuhan yang lain. (Foto: Pexels/Bruna Saito)

Dilansir dari psychcentral.com, free-range parenting juga memiliki keuntungan dan kerugiannya sendiri. Dengan menerapkan free-range parenting, anak-anak akan mendapatkan manfaat yang dapat membangun diri mereka menjadi lebih baik. Anak-anak akan belajar bahwa kegagalan adalah hal yang bersifat sementara dan mereka akan bangkit dari kegagalan tersebut. Selain itu, anak-anak juga akan belajar bahwa jika mereka gagal di sebuah kesempatan, tidak berarti mereka akan gagal juga di kesempatan yang lain. Hal tersebut terjadi karena para orangtua tidak langsung turun tangan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi anak, sehingga anak memiliki kemampuan untuk memecahkan dan menyelesaikan masalahnya sendiri. Anak-anak yang tumbuh dengan sedikit supervisi orangtua akan menjadi anak-anak yang percaya diri dan kreatif. Selain itu, mereka juga akan lebih berkembang secara sosial karena sudah terbiasa untuk bermain seorang diri.

Free-range parenting bukan satu pola pengasuhan anak tanpa cela. Tingginya faktor risiko yang akan dihadapi anak dengan kebebasan yang mereka miliki juga akan menempatkan mereka di posisi yang membahayakan. Selain itu, komunitas-komunitas masa kini terlihat tidak terlalu cocok dengan penerapan free-range parenting karena kini orangtua sibuk dengan pekerjaannya, sehingga tidak banyak waktu yang mereka habiskan di rumah. Akibat kesibukannya, mereka mendaftarkan anak-anak ke dalam kegiatan ekstrakulikuler atau les-les lain untuk mengisi waktu kosong. Dengan orangtua yang tidak ada di rumah setiap waktu, akan menjadi berbahaya bagi anak-anak untuk berkelana sendirian karena tidak ada tempat bagi mereka untuk meminta tolong. Penerapan pola pengasuhan anak tentu harus disesuaikan dengan kondisi orangtua, kondisi anak, dan juga kondisi sosial di sekitar area tempat tinggal. Nah, apakah Sahabat Fimela cocok dengan gaya free-range parenting ini?

Penulis: FIMELA Karina Alya

#Unlocking The Limitless