Fimela.com, Jakarta Muak dengan pekerjaan-pekerjaan tambahan tak bernama, Shibata melakukan sesuatu yang dramatis. Dia memutuskan untuk pura-pura hamil. Sebagai karyawan di sebuah perusahaan tabung kertas, tugas dan pekerjaannya sendiri sudah cukup berat. Hanya saja ada semacam peraturan tak kasat mata yang mengharuskannya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang remeh temeh, seperti menyeduh kopi atau membereskan cangkir bekas menjamu klien. Semua pekerjaan tak bernama itu dibebankan padanya hanya karena dia perempuan.
Setelah mengumumkan kehamilannya, Shibata pun merasakan dunia baru. Dia baru sadar bahwa pulang kerja teng-go itu sebenarnya hak setiap karyawan. Dia juga baru menyadari betapa berbedanya perlakuan orang-orang di sekitarnya terhadap perempuan hamil. Toh, tak ada yang peduli dia sudah menikah atau tidak karena urusan tersebut menjadi hal yang sangat pribadi. Selain itu, dia juga jadi memiliki banyak waktu untuk menikmati hal-hal yang selama ini tak bisa dia dapatkan karena beban pekerjaannya yang terlalu banyak.
Diary of A Void
Judul: Diary of A Void
Penulis: Emi Yagi
Penerjemah: Asri Pratiwi Wulandari
Penyunting: Ika Yuliana Kurniasih, Dhewiberta Hardjono
Perancang sampul & ilustrasi isi: Robby Andriyan
Pemeriksa aksara: Nurani Puspitosari
Penata aksara: labusiam
Penerbit: Bentang Pustaka
Shibata terpaksa pura-pura hamil demi mendapatkan perlakuan layak di kantor. Karyawati itu kini hanya mengerjakan tugas pokoknya. Tak perlu lagi mencuci cangkir karyawan lain atau membuang sampah di kantor. Para lelaki di divisinya pun kocar-kacir. Kalau bukan Shibata, satu-satunya perempuan di divisi mereka, siapa yang akan membuatkan kopi untuk para klien?
Shibata sendiri sangat menikmati momen-momen kehamilannya. Da rutin mengikuti kelas ibu hamil, bahkan bergaul dengan ibu-ibu muda lainnya. Shibata merasa hidupnya lebih bergairah. Namun, sejauh mana dia bisa mempertahankan kebohongannya itu? Lantas, bagaimana jika Shibata tidak lagi mengenali batas antara khayalan dan realitas yang mulai mengabur dalam dirinya?
***
Sementara tugasku yang sesuai jabatan bertambah seiring aku beradaptasi dengan kantor baru, pekerjaan-pekerjaan tak bernama itu tak kunjung berkurang. Selama aku bekerja di sini, perusahaan sudah menerima beberapa staf lelaki baru. Masuknya anak-anak yang baru lulus kuliah itu kadang membuat porsi penugasan kerja berubah, tetapi tetap tidak ada perubahan pada pekerjaan-pekerjaan tak bernama itu. (hlm. 47-48)
Aku ingin kau tahu, saat ini, aku tengah berpura-pura hamil. Akankah kau marah, berkata bahwa yang kulakukan ini tidak baik? Tidak ada malaikat atau orang bijak yang mendatangiku, orang tuaku pun tidak kuberi tahu, tetapi orang-orang di kantorku terkejut. (hlm. 65)
Dengan internet, kau bisa mengetahui apa yang lumayan ingin kau ketahui, tetapi kau tidak bisa mengetahui apa yang sungguh-sungguh ingin kau ketahui. Kau tidak bisa mengetahui sesuatu yang keberadaannya sendiri tak kau ketahui. (hlm. 122)
Kemarahan ini, mungkin bukan hanya kemarahan Hosono. Mungkin Chiharu juga merasa begitu. Mungkin hal ini juga akan terjadi pada Hoya dan Gachiko, dan mungkin ibuku pun dulu mengalaminya. Ibuku yang berulang kali menyendok es krimku dan menyantapnya dengan nikmat itu. (hlm. 160)
Agar lebih menghayati perannya sebagai perempuan hamil, Shibata juga mengunduh aplikasi Buku Harian Kehamilan. Dia terus mengecek pertumbuhan bayi dari minggu ke minggu. Bahkan dia juga mencatat aktivivitas olahraga yang menunjang kesehatannya di aplikasi itu.
Shibata juga mengikuti aerobik khusus untuk ibu hamil. Dari kegiatan tersebut, dia pun berkenalan dengan beberapa ibu hamil lainnya. Dia mendengar banyak cerita dari mereka tentang kehamilan yang mereka jalani serta berbagai pengalaman sebagai perempuan setelah melahirkan. Setelah ada yang melahirkan pun, Shibata menjadi pendengar untuk semua keluh kesah yang dihadapi perempuan dengan realitas baru setelah menjadi ibu. Dengan tetap berusaha menyembunyikan kehamilan palsunya, Shibata pun memolesnya dengan berbagai kebohongan lain termasuk tentang sosok ayah dari bayi yang dikandungnya tersebut.
Minggu demi minggu dilalui Shibata sebagai perempuan hamil. Demi meyakinkan rekan-rekan kerjanya kalau dia benar-benar hamil, dia juga harus melakukan sesuatu terhadap perutnya. Tak mudah, tetapi dia berusaha keras agar tidak ada yang mencurigainya. Ada seorang rekan kerjanya yang bisa dibilang cukup merepotkan karena sering menanyakan tentang kehamilannya, bahkan sok menebak jenis kelamin "bayi" yang dikandung Shibata. Mau tak mau, Shibata berusaha untuk menutupi kebohongannya selihai mungkin.
Diary of A Void, novel peraih penghargaan Osamu Dazai 2020 ini memiliki premis yang menarik. Novel ini juga mengangkat isu tentang ekspektasi gender serta kesetaraan yang diharapkan banyak perempuan di masyarakat. Keseharian Shibata juga pastinya pernah dialami oleh perempuan lain di dalam keseharian dan dunia kerja. Melakukan tugas dan pekerjaan tambahan hanya karena "satu-satunya perempuan" yang ada di kantor, menjadi yang harus berusaha memahami orang lain ketika sebenarnya punya hak untuk dipahami, serta beratnya memiliki kehidupan yang memberi kebahagiaan dan kepuasan batin, semua itu memberi pergolakan batin bagi perempuan.
Batas antara khayalan dan kenyataan sempat mengaburkan suatu fase yang dialami Shibata di "kehamilannya" tersebut. Keseharian hidupnya yang tinggal seorang diri, berkawan dengan sepi, dan berusaha untuk bertahan hidup dengan semua usaha terbaiknya menjadi hal yang tak mudah untuk dilakukan. Melalui rutinitasnya dan kesehariannya, kita akan ikut merasakan nuansa kesepian tetapi juga hidup dengan menumbuhkan harapan baru. Akankah akhir yang bahagia menyambut Shibata di akhir kebohongan Shibata? Bagi Sahabat Fimela yang butuh novel yang memberi pengalaman membaca berkesan, Diary of A Void bisa jadi rekomendasi yang pas.