Fimela.com, Jakarta Orangtua memainkan peran yang sangat penting dalam membentuk kesejahteraan emosional buah hatinya. Orangtua adalah pribadi pertama yang akan bantu memaksimalkan tumbuh kembang anak. Dan begitupun sebaliknya.
Sikap dan perilaku orangtua sehari-hari ke anak, bisa memberi dampak yang signifikan pada kesehatan mental dan emosional mereka. Beberapa sikap bisa meningkatkan kesejahteraan emosional anak. Dan beberapa sikap lainnya justru rentan bikin emosional anak bermasalah. Mulai dari stres, depresi hingga trauma berat. Berikut adalah beberapa sikap orangtua yang ternyata bisa memicu stres dan trauma pada anak.
What's On Fimela
powered by
Ketidakstabilan Emosi
Orangtua yang mengalami ketidakstabilan emosi, seperti sering marah, mudah stres, atau menunjukkan perubahan suasana hati yang drastis, bisa menciptakan lingkungan yang tidak stabil dan tidak aman bagi anak-anaknya. Anak-anak cenderung merasa khawatir dan tidak aman jika mereka tidak tahu bagaimana orangtua akan bereaksi dalam situasi tertentu. Emosi yang stabil sangat berperan besar dalam memaksimalkan kesehatan emosional anak.
Kurang Perhatian
Tidak dipungkiri bahwa setiap orangtua di masa ini, memiliki kesibukan yang tak sedikit. Tak jarang, kesibukan ini bisa mengurangi perhatiannya ke anak. Padahal, orangtua yang kurang perhatian ke anak bisa membuat anak stres dan trauma. Ini juga bisa menurunkan rasa percaya diri anak dan menurunkan kecerdasannya.
Orangtua yang kurang memberikan perhatian atau keterlibatan emosional pada anak mereka, bisa membuat anak merasa diabaikan atau tidak dihargai. Rasa terabaikan ini kemudian menyebabkan anak merasa kesepian, tidak dicintai, atau tidak berharga.
Kekerasan Fisik
Penggunaan kekerasan fisik atau emosional oleh orangtua kepada anak, bisa menyebabkan stres dan trauma yang serius pada anak-anak. Bahkan bentuk-bentuk kekerasan yang lebih ringan seperti bentakan atau ejekan, juga rentan membuat kesejahteraan emosional anak-anak menurun.
Ketidakadilan dan Diskriminasi
Perlakuan yang tidak adil atau diskriminatif terhadap anak-anak dalam keluarga, ternyata juga bisa menyebabkan perasaan rendah diri, malu, atau kebingungan. Misalnya, membedakan perlakuan antara saudara-saudara, memberikan preferensi pada satu anak di atas yang lain, atau memperlakukan anak-anak dengan cara yang tidak adil berdasarkan jenis kelamin. Hal ini bisa menciptakan konflik dan stres dalam keluarga.
Ketidakstabilan dalam Perkawinan atau Perceraian
Konflik dalam perkawinan atau perceraian orangtua juga memicu stres dan trauma pada anak-anak. Anak rentan merasa terpukul, tidak aman, atau bertanggung jawab atas masalah tersebut. Terutama jika mereka terlibat dalam konflik orangtua atau menjadi saksi dari pertengkaran yang pernah ada.
Penting untuk diingat bahwa setiap anak bereaksi secara berbeda terhadap situasi yang menimbulkan stres atau trauma. Faktor-faktor lain seperti dukungan dari keluarga dan lingkungan sosial, juga memainkan peran penting dalam menangani situasi tersebut. Orangtua memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan lingkungan yang aman, mendukung, dan mempromosikan kesejahteraan emosional anak-anak mereka.
Mendengarkan, menghargai, dan merespons kebutuhan emosional anak-anak adalah langkah awal yang penting dalam mencegah stres dan trauma pada anak-anak. Jika Mom merasa anak mungkin mengalami stres atau trauma, penting untuk mencari bantuan profesional dari konselor atau psikolog anak yang berkualifikasi. Semoga informasi ini bermanfaat.