Fimela.com, Jakarta Ada banyak yang harus diperhatikan tentang risiko mengungkapkan informasi anak di media sosial. Orangtua tentu harus mempertimbangkan saat akan mengunggah informasi tentang anak-anak mereka secara online.
Hal ini berkaitan dengan sebuah unggahan dapat membuat anak-anak merasa terpaku pada apa yang dipikirkan orang lain tentang mereka. Namun, orangtua juga tak semestinya merasa bersalah atau menilai pilihan orangtua lain.
Melansir dari washingtonpost.com, berikut saran tentang apa yang harus dipertimbangkan ketika Sahabat Fimela mengunggah tentang anak-anak secara online, dan bagaimana memaksimalkan hal-hal baik untuk orangtua dan anak.
What's On Fimela
powered by
Pertimbangkan untuk meminta izin kepada anak sebelum mengunggah
“Meminta izin kepada anak sebelum mengunggah tentangnya berarti menunjukkan bahwa orangtua menghormati dan mempertimbangkan perspektif mereka,” ujar Sara Valencia Botto, Dosen Departemen Psikologi di Universitas Emory.
Meskipun Sahabat Fimela mengunggah tentang pertunjukan teater anak di sekolah karena merasa bangga padanya, tetapi mungkin mereka akan merasa minder atau malu. Botto mengatakan bahwa kepedulian terhadap apa yang orang lain pikirkan tentang kita merupakan karakteristik dasar manusia.
Devorah Heitner, penulis buku mendatang “Growing Up in Public: Coming of Age in a Digital World”, menyampaikan bahwa meminta izin kepada anak-anak akan mengajarkan mereka untuk menghormati privasi dan reputasi mereka sendiri serta reputasi orang lain.
Sampel lain terjadi ketika anak mungkin merasa lebih nyaman meminta temannya untuk tidak mengunggah video dirinya di TikTok, dan mereka juga akan belajar memeriksa sebelum mengunggah tentang teman-temannya. Dengan ini, Sahabat Fimela telah menerapkan nilai pada anak yang kemudian mereka berikan kepada orang lain.
Bersikap diskriminatif terhadap apa dan di mana mengenai postingan tentang anak
Heitner menjelaskan versi aturan emas yang dia sebut “berbagi”, bayangkan bagaimana jika apa yang diunggah di media sosial tentang anak ternyata tentang diri Sahabat Fimela.
Dia mencontohkan anak yang merasa terpukul karena timnya kalah dalam turnamen sepak bola dan pelatih memberikan petuah yang menginspirasi setelah pertandingan. Pertimbangkan untuk menulis unggahan dengan mengakui hari yang berat bagi keluarga Sahabat Fimela, tetapi berfokus pada apa yang dipelajari dari pesan pelatih dan bukan pada reaksi anak terhadap kehilangan tersebut.
Heitner menulis dalam buku barunya bahwa menunggu 24 jam untuk membagikan unggahan memberi waktu untuk mempertimbangkan apakah hal itu layak dilakukan. Atau Sahabat Fimela mungkin memilih untuk berbagi di ruang yang lebih terkontrol seperti akun Instagram pribadi untuk keluarga dan orang terdekat lainnya.
Selain itu, Heitner juga merekomendasikan untuk menyesuaikan tempat mengunggah cerita tentang anak tergantung pada sensitivitas informasinya.
Sadarilah bahwa kebiasaan di media sosial akan berpengaruh kepada anak
Mitchell J. Prinstein, Chief Science Officer di American Psychological Association, menyatakan ketika kelompoknya berbicara dengan orangtua pengguna media sosial oleh anak-anak, orang dewasa pasti akan mengemukakan pendapat bahwa kebiasaan buruk anak-anak terhadap media sosial juga berlaku untuk orang dewasa.
“Saat ini kita menghabiskan banyak waktu untuk membicarakan anak-anak dan media sosial, tapi lihat apa dampaknya terhadap orang dewasa,” kata Prinstein. Dia juga mengatakan anak-anak mempelajari nilai-nilai mereka dengan melihat apa yang dilakukan dan dibicarakan oleh orang dewasa di sekitar mereka.
Prinstein dan istrinya tidak mendiskusikan apa pun yang mereka lihat di media sosial dengan anak-anaknya yang berusia 11 dan 13 tahun. Mereka tidak ingin anak-anak menyerap gagasan bahwa apa yang terjadi di dunia maya adalah elemen penting dalam status sosial.
Penting untuk menyadari apakah niat mengunggah mengenai anak sesuai dengan nilai-nilai penting yang diterapkan bagi keluarga Sahabat Fimela.
Sharing secara online juga dapat menjadi sebuah keuntungan
Melibatkan anak-anak untuk mengenang pencapaian dan kehidupan sehari-hari secara online dapat bermanfaat bagi orangtua dan anak-anak. Tidak semuanya merupakan kerugian. Prinstein dan pakar lainnya juga mengatakan bahwa berbagi suka dan duka dalam mengasuh anak secara online bisa sangat membantu.
“Sangat masuk akal jika sebagai manusia kita ingin membicarakan pengalaman tersebut dan memahami pengalaman tersebut dengan membandingkan catatan dengan orang lain,” ujar Sara Petersen, Penulis Buletin Parenting dan Penulis Buku “Momfluenced: Inside the Maddening, Picture-Perfect World of Mommy Influencer Culture”.
Petersen mengatakan bahwa khususnya bagi para Ibu, mengunggah tentang anak-anak secara online atau membaca tentang pengalaman mengasuh anak orang lain membantu memahami diri mereka sendiri dengan lebih baik dan merasa didukung. Hal ini penting untuk dipertimbangkan bersamaan dengan perasaan anak-anak Sahabat Fimela.
Penulis: Miftah DK.
#Unlocking The Limitless