Fimela.com, Jakarta Sebagai warga negara, perempuan dan politik memiliki hak yang sama untuk terlibat dalam politik. Namun pada kenyataannya, keterlibatan perempuan dalam dunia politik masih terbilang rendah. Tidak sedikit yang meragukan kemampuan perempuan yang memilih terlibat dalam dunia politik.
Mengutip dari situs Kemenko PMK, Indonesia menduduki peringkat ke-7 di Asia Tenggara sebagai negara yang memiliki keterwakilan perempuan di Parlemen. Rendah angkanya keterwakilan perempuan di parlemen dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya isu kebijakan terkait kesetaraan gender.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika Putri mengatakan partisipasi perempuan di politik dapat memperkuat gagasan terkait perundang-undangan yang pro perempuan dan anak.
Partisipasi perempuan di politik masih rendah
“Saat ini partisipasi perempuan Indonesia masih di bawah 30%. Pentingnya peningkatan partisipasi perempuan supaya pengambilan keputusan politik yang lebih akomodatif dan substansial. Selain itu, menguatkan demokrasi yang senantiasa memberikan gagasan terkait perundang-undangan pro perempuan dan anak di ruang publik,” katanya mengutip dari laman Kemenko PMK.
Sementara itu, studi yang dilakukan UN Women menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang lebih banyak di parlemen secara umum dapat berkontribusi terhadap perhatian yang lebih besar akan isu-isu perempuan. Partisipasi politik perempuan merupakan prasyarat mendasar bagi kesetaraan gender dan demokrasi sejati. Hal ini memfasilitasi keterlibatan langsung perempuan dalam pengambilan keputusan publik dan merupakan sarana untuk memastikan akuntabilitas yang lebih baik terhadap perempuan.
Reformasi tata kelola pemerintah
Dalam meningkatkan partisipasi perempuan di parlemen menurut Femmy, pemerintah perlu mendorong tercapainya kuota 30% keterlibatan perempuan di parlemen. Sehingga dapat mengikis ketimpangan gender dari politik.
Diperlukan reformasi tata kelola pemerintahan yang sensitif gender yang akan membuat semua pejabat terpilih menjadi lebih efektif dalam mendorong kesetaraan gender dalam kebijakan publik dan memastikan implementasinya.