Fimela.com, Jakarta Negara Jepang merupakan salah satu negara yang menerapkan program makan siang di sekolah. Menu makan siang ini disediakan oleh para ahli dibidang nutrisi untuk memastikan anak-anak mendapatkan asupan nutrisi seimbang dengan memberikan makan siang sehat setiap harinya. Mereka akan mempersiapkan makanan dari bahan-bahan segar tanpa bahan yang mengandung olahan hingga berjenis frozen. Mereka jua memperhitungkan kalori yakni sebanyak 600-700 kalori termasuk karbohidrat, daging atau ikan serta sayuran.
Setiap tahunnya Pemerintah Jepang meneliti nutrisi serta pola makan dari berbagai negara belaan dunia dan mengunakannya sebagai informasi untuk menentukan bagaimana sajian menu dibuat. Makan siang juga disediakan dan disantap bersama dan mengajarkan anak untuk tanggungjawab dengan makanannya bahkan membersihkan tempatnya.
Kebiasaan ini juga tidak luput dari peran orangtua dalam mengajarkan filosofis bernama Shokuiku. Filosofis ini juga memiliki peran andil dan universal dalam komponen kesehatan makanan anak di sekolah. Selain orangtua, di sekolah anak juga diajarkan pentingnya makan tepat waktu dengan makanan yang sehat dan mengapa makanan tersebut baik untuk diri mereka..
Berikut adalah informasi mengenai Shokuiku serta penerapan Shokuiku yang menjadi bagian parenting orangtua Jepang dalam memperkenalkan makanan sehat dan bahannya dari Newsletter LinkedIn Shokuiku and Healthy Kids in Japan dan CIO Outlook Magazine.
What's On Fimela
powered by
Shokuiku dan pengaruhnya pada masyarakat Jepang
Gangguan obesitas antara anak-anak dan dewasa di Jepang memanglah masuk dalam kategori terendah, disebabkan karena kebudayaan dan kebiasaan Jepang untuk mempraktikkan prinsip shokuiku serta mengikuti pola hidup sehat dan makanan yang sehat. Akan tetapi, gangguan makan atau eating disorder di Jepang juga termasuk kategori yang tinggi.
Shokuiku ini membantu mengajarkan anak sedari dini bertapa pentingnya makan dan nutrisi baik apa yang bagus untuk kesehatan dan tentunya membantu dalam belajar dan berkembang. Dengan kata lain, penerapan makan siang di sekolah dengan bekal menjadi bekal esensial akan pemenuhan nutrisi anak termasuk anak yang berlatarbelakang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi di rumahnya.
Shokuiku juga memberikan dampak positif untuk anak, pengajar, serta orangtua seperti:
- Meningkatkan penggunaan nutrisi sehat dalam makanan.
- Meningkatkan pentingnya makanan dan kandungan makanan yang sehat.
- Mengurangi risiko anak tidak sarapan.
- dan Meningkatkan kualitas hidup anak.
Penerapan Shokuiku oleh orangtua dalam kebiasaan di Jepang
Biasanya ketika ibu dalam kondisi hamil, mereka diperkenalkan untuk mengikuti kebiasaan mempersiapkan makanan dengan gizi seimbang bernama “ichijū-sansai,” persiapan makanan ini meliputi semangkuk nasi, sup misu, lauk dengan sumber protein serta sayuran dalam dua sisi.
Anak-anak dalam tahap playgroup juga diperkenalkan serta diajarkan untuk menghargai makanan, mereka diajarkan cara menanam sayur ketika makan siang. Bahkan, anak SD di Jepang juga diajarkan tentang asal usul sebuah makanan. Berikut adalah contoh penerapan shokuiku lainnya.
1. Membawakan anak bekal (bento) serta melibatkan anak dalam diskusi isi bekal
Lebih dari 95% sekolah dasar hingga menengah pertama Jepang memiliki kebiasaan makan siang bersama dan bekal makan siang atau bento memiliki peran besar dalam penerapan shokuiku. Biasanya anak-anak akan berbincang mengenai isi makanan yang sehat, seimbang dan beragam. Dari perbincangan tersebut, makan siang menjadi lebih menyenangkan dan memberikan kesempatan untuk mencoba jenis makanan baru.
2. Tidak lupa perhitungan orangtua akan nutrisi anak dalam bekalnya
Selain bekal, ternyata orangtua di Jepang tidak lupa untuk memperhitungkan nutrisi makanan yang terkandung dalam bekal anak. Mereka biasanya akan membuat makanan simpel dari bahan-bahan yang natural seperti sayur mayur hingga buah-buahan. Konsistensi juga menjadi kunci di mana orangtua menyajikan bekal dengan buah-buahan dan sayur-sayuran serta membatasi penggunaan bahan seperti makanan tinggi lemak dan makanan yang memiliki zat adiktif.
3. Memilih air dan teh daripada soda
Orangtua Jepang memilih menyiapkan air atau teh daripada soda untuk anaknya. Mereka memperkenalkan berbagai jenis teh seperti barley tea yang kaya akan mineral dan tidak mengandung kafein. Selain itu mereka juga menyajikan smoothie dari buah-buahan segar. Sembari mempersiapkan smoothie, mereka juga menjelaskan manaat dan khasiat dari buah-buahan tersebut. Kebiasaan ini menjadi kebiasaan yang diterapkan dalam kebudayaan akan kebiasaan makanan sehat disertai dengan perkenalan jenis makanan sedari dini serta penggunaan bahan makanan lokal nan fresh membuat masyarakat Jepang terkenal akan kebiasaan hidup sehatnya.
Penulis: Tisha Sekar Aji
Hashtag: #Timeless