Fimela.com, Jakarta Beberapa waktu terakhir isu terkait Bisphenol A atau yang lebih dikenal dengan BPA tengah menjadi perbincangan di media sosial. BPA saat merupakan zar kimia dasar yang tidak terlepas dari keseharian mulai dari barang, makanan, hingga minuman ini disebut-sebut dapat menimbulkan penyakit seperti kanker. Lalu apakah informasi tersebut benar? Sebelum menjawab isi tersebut, ada baik mengenal sebenarnya apa itu BPA.
BPA merupakan salah satu jenis plastik yang umum digunakan adalah plastik polikarbonat dan resin epoksi. Produk-produk berbasis BPA terdiri atas sumber makanan (Dietary Sources) dan sumber bukan makanan (Non dietary Sources) seperti : botol plastik, botol bayi, mainan anak, kemasan air minum, tempat makan, lensa kacamata, pelapis makanan kalengan, disket CD, perangkat otomotif, perlengkapan sport dan juga beberapa peralatan medis.
Bahan utama pembuatan plastik polikarbonat adalah senyawa Bisphenol A (BPA). Isu yang beredar menyatakan bahwa ada kaitan antara BPA dengan beberapa penyakit di antaranya adalah: gangguan hormonal, obesitas dan kardiovaskuler, kanker, gangguan perkembangan dan syaraf anak, infertilitas serta kelahiran prematur.
Lalu apa hal tersebut benar? Menurut panelis Pakar Polimer ITB, Ir. Akhmad Zainal Abidin, M.Sc, PhD, reaksi dari bahan beracun seperti BPA dan Phosgene setelah di proses menjadi polikarbonat adalah senyawa yang aman karena merupakan polimer, sifat kimianya berubah, tidak seperti komponen penyusunnya serta aman dan cenderung tidak reaktif.
“Migrasi BPA dari wadah makanan dan minuman bisa saja terjadi pada kondisi sebagai berikut : Kondisi kemasan yang rusak, Kontak langsung antara makanan dan kaleng, Makanan dengan lemak tinggi, Kemasan yang lebih tipis,waktu kontak dan Kemasan makanan yang mengalami peningkatan suhu,” ujar dalam acara Anguis Institute for Health Education Bersama Lembaga Riset Ikatan Dokter Indonesia (LR-IDI) Diskusi BPA Session dengan tema ““HowtoUnderstand BPA Information Correctly” Rabu (6/12).
Fakta yang diungkap mengenai BPA
Dr. Karin Wiradarma, M.Gizi, Sp.GK menyampaikan bahwa metabolisme BPA dalam tubuh manusia setelah diserap oleh saluran cerna, BPA akan ditranspor ke hati.
90% bentuk tidak aktif dan selanjutnya akan dikeluarkan melalui urin dan feses, sedangkan 10% merupakan bentuk aktif yang memberikan pengaruh negatif pada tubuh.
Tetapi mengingat jumlahnya sangat kecil dibandingkan batas yang ditetapkan oleh berbagai lembaga pengawasan makanan dan minuman dunia, atau BPOM di Indonesia maka kiranya masih dibutuhkan kajian ilmiah lebih lanjut dalam hubungannya dengan kesehatan manusia.
BPA menjadi penyebab kanker ini banyak beredar di masyarakat. BPA memiliki efek seperti estrogen yang diduga berkontribusi pada perkembangan kanker seperti kanker payudara, kanker ovarium, hingga kanker prostat.
Menurut Karin, isu ini juga tidak sejalan dengan temuan penelitian ilmiah. Data epidemiologis menyebut hubungan pajanan BPA dengan kejadian kanker ovarium pada manusia masih terbatas.
“Penelitian pada manusia yang ada saat ini masih terbatas. Selain itu, belum ada penelitian mengenai potensi efek pajanan BPA jangka panjang pada manusia,” papar Karin. AnguisInstitute For Health Education Moderator acara dari Lembaga riset Ikatan Dokter Indonesia (LR-IDI), Dr.Aditiawarman Lubis, MPH dalam simpulan diskusi menyampaikan bahwa masih perlu lebih banyak penelitian yang harus dilakukan terkait BPA ini, ditambah karena penelitian yang ada masih menggunakan hewan sebagai objek penelitian serta level of evidence nya perlu ditingkatkan
Dr.Nurhidayat Pua Upa, MARS, Ketua Anguis Institute for Health Education mengatakan bahwa masyarakat perlu diberikan informasi dan edukasi yang tepat mengenai BPA sehingga tidak terjadi asimetri informasi yang membuat bingung masyarakat.
Pada acara diskusi ini diluncurkan pula sebuah buku dengan judul review BPA “How To Understand BPA Information Correctly”.
“Kerjasama Anguis Institute dengan Primkop IDI yang dipersembahkan bagi masyarakat dengan tujuan ingin memberikan edukasi yang tepat mengenai apa dan bagaimana BPA serta menjadi jembatan informasi langsung kepada masyarakat luas dalam menghadapi asimetri informasi tentang BPA.” Ujar Dr. Pua di acara diskusi consumer talks BPA Session.
Anguis Institute for Health Education adalah forum yang dipelopori para aktivis Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang bersifat terbuka dan independen dengan kepesertaan dari lintas pelaku dan sektor yang memiliki perhatian pada pembangunan kesehatan di Indonesia.