Fimela.com, Jakarta Diabetes bukan hanya terjadi pada orang dewasa, melainkan bisa diamali oleh anak-anak. Prof DR Aman Bhakti Pulungan, SpA(K) menyampikan jika lebih dari 70 persen anak dengan diabetes adalah penyandang diabetes tipe 1.
"Dari data yang terhimpun dari 53 dokter anak endokrinologi di seluruh Indonesia, lebih dari 70 persen anak dengan diabetes tipe 1 yang terdeteksi sudah dalam kondisi berat dengan ketoasidosis diabetikum (KAD)," ucap Aman di Jakarta, Sabtu (11/11), dilansir liputan6.com dari Antara.
Dr. Andina Krisnawati spesialis anak di rumah sakit EMC Alam Sutera menyampaikan jika diabetes melitus sendiri ini biasanya terjadi pada orang dewasa, tapi ternyata pada populasi anak pun juga angkanya meningkat. Diabetes pun biasa menyerang bayi lahir, namun kebanyakan pada usia diatas lima tahun sampai usia remaja.
Ia mengatakan jika pada anak yang lebih sering adalah terjadi ialah diabetes tipe satu, yang merupakan gangguan terjadi pada organ pankreas dimana organ pankreas ini memproduksi hormon insulin. Di mana diabetes melitus tipe satu ini hormon atau sel darah pankreas ini dia tidak cukup memproduksi hormon insulin.
Sayangnya, Dr. Andina mengatakan diabetes tipe satu ini penyebab pasti tidak diketahui tetapi disitu dikatakan ada hubungannya proses menyerupai autoimun.
"Jika kita bicara mengenai diabetes melitus sendiri sebenarnya faktornya itu agak kompleks, tidak ada yang bisa dijelaskan secara pasti atau kalau dalam istilah kedokteran kita bilang idiopatik, karena dia masih bisa oleh karena proses autoimun atau bisa juga ada faktor keturunan disitu ya kalau kita berbicara mengenai diabetes melitus pada anak sendiri itu yang sering adalah diabetes melitus satu," ujar Dr. Andina dalam Fimela Ask The Expert bulan Oktober.
Dr. Andina menyampaikan jika diabetes pada remaja masuk dalam kategori diabetes melitus tipe satu. Namun, biasanya diabetes sudah ada sejak anak-anak namun terlambat terdekteksi.
"Pada remaja paling banyak karena mungkin saja dia diketahui terlambat pada usia remaja baru ketahuan bahwa ternyata ada diabetes melitus, tetapi sebenarnya dari awal sudah ada cuman terlambat terdeteksinya. Bisa juga sebenarnya dia diabetes melitus tipe dua karena akhir-akhir ini kayaknya setelah pandemi angka obesitas meningkat aktivitas fisiknya menurun banyak diam saja kemudian pola makan juga yang dikonsumsi akhirnya bergesernya menjadi banyak kategori makanan yang tidak sehat," ujarnya.
Dr. Andina menjelasakan faktor keturunan sebenarnya tidak terlalu banyak kasus apalagi bagi bayi lahir. Biasanya terjadi pada usia 2-3 tahunan ke atas sampai menuju remaja.
"Tapi memang biasanya aksidental kita ketemunya dan biasanya memang ada riwayat dari keluarga baik orang tua atau pun di dalam fetuin istri nya yang ada riwayat diabetes melitusnya. Itu kita bisa curiga kalau kita ketemu gejala yang mengarah ke situ mungkin kita akan periksa gula darahnya dan dicek lebih lanjut ada gak kemungkinan diabetes melitusnya," tambahnya.
What's On Fimela
powered by
Gejala Diabetes Anak
Dr. Andina menyampaikan gejala klasik diabetes melitus pada anak biasanya anak kelihatan lemas, kemudian tidak aktif.Gejala berikutnya penurunan berat badan yang drastis dalam waktu dua sampai enam mingguan.
Kemudian ada gejala berikutnya ini adalah gejala klasik dari kencing manis contohnya satu anak jadi haus terus menerus jadi ingin minum terus tapi juga konsekuensinya anak jadi sering buang air kecil, terutama di malam hari. Apalagi bagi anak yang sudah tidak mengompol. Atau misalnya anak makannya jadi banyak, dikit-dikit lapar tapi berat badannya bukannya naik malah turun.
"Kelihatan cepat lelah biasanya kita jarang berpikir mungkin nggak ya diabetes melitus. Atau juga biasanya berpikir macam macam yang lain biasanya orangtua berpikir ada infeksi nggak ya misalnya. Taua kita ketemu “kok anak kita jadi ngompol lagi ya” “kok anak kita kalau malam jadi sering kencing, minumnya jadi banyak banget” boleh tuh kita curiga curiga aja dulu kita lihat lebih lanjut," paparnya.
Jika dua minggu enam mingguan gejala ini muncul, orangtua boleh curiga ini menjadi gejala diabetes. Namun, terkadang gejala hanya muntah-muntah atau sakit perut biasanya.
Pola hidup memengaruhi diabetes pada anak
Lalu faktor gaya hidup seberapa mempengaruhinya pada diabetes? Dr. Andina menjelaskankalau gaya hidup ini sebenarnya akan pengaruh pada diabetes melitus tipe 2 Karena jika makanan yang dikonsumsi itu tidak sehat, banyak lemak, atau mungkin banyak konsumsi makanan cepat saji akhirnya membuat lemaknya tinggi yang membuat berat badan berlebih.
"Pada kondisi begini si Insulin yang dihasilkan oleh organ pankreas, ini sebenarnya jumlahnya cukup bagus, cuma akhirnya fungsinya jadi gak bagus karena begitu lemaknya naik itu dia berbanding terbalik dengan kerjanya seperti itu. Sehingga makin banyak lemak, makin tinggi atau makin berlebih berat badannya kebalikannya insulin kerjanya jadi malas. Sehingga makin numpuk-numpuk tuh gula darahnya. Akhirnya sindrom metabolicnya muncul, mulai muncul diabetes melitus tipe 2. Jadi memang ini biasanya kita ketemunya tidak pada fase bayi atau anak yah, lebih banyaknya pada remaja. Karena biasanya yang sudah mulai banyak jajan, makanan," ujarnya.
Untuk mencegah pencegahan mengenai diabetes melitus tipe 2, Dr. Andina menyarankan untuk konsumsi makanan yang wajib ada di makan, pertama karbohidrat. Kemudian yang kedua adalah protein.
"Protein yang jenis mana saja boleh karena dia tinggi zat besi. Lemak kita tetap butuh. Pada anak jangan khawatir yah karena anak tetep temenan kok sama lemak. Asal lemaknya lemak baik yah. Kalau kita nih baru musuhan sama lemak yah. Tapi anak-anak masih temenan sama lemak. Karena dia butuh buat tumbuh kembang," paparnya.
Yang terakhir baru serat, sayur, buah atau semacam itu. Tadi satu nutrisi, yang kedua aktivitas fisik. Terakhir, menghindari jenis-jenis makanan cepat saji.
"Jadi kita butuh anak tuh bergerak yang rutin dan teratur. Kita minta dia agar olahraga dengan intensitas ringan sampai sedang. Tapi kita bisa jaga seminggu ada 2-3 kali dengan durasi 30 menitan. Jadi harus ada juga," ujarnya.
Jika sudah terkena diabetes, namun jika sudah terdeketsi awal atau anak belum sampai ke remaja diabetes melitus tipe 1 itu yang bermasalahkan organnya, bukan jumlahnya yang cukup tapi fungsinya tidak bagus.
"Tetapi memang jumlahnya ini kurang, sehingga kita harus ditambahkan dari luarnya. Kita gak bisa kasih obat-obatan minum yah memperbaiki fungsi dari hormon yang jumlahnya cukup. Tapi kita harus tambahkan hormonnya dari luar pake suntik. Sehingga pada anak-anak kalau dia harus disuntik setidaknya pasti udah ketauan deh keteraturan, mulai bosen, sakit, nah itu akan ada tuh penolakan-penolakan di anak. Jadi kalau dia dalam fase anak tuh paling menjadi masalah adalah kebutuhan," katanya.