Fimela.com, Jakarta Tertarik dengan seni kontemporer dan isu-isu sosial politik? Pameran terbaru dari Museum MACAN berikut ini akan sayang jika dilewatkan. Menuju akhir tahun, Museum Macan membuka pameran grup lintas disiplin yang menghadirkan karya 24 perupa Asia-Pasifik. Bertajuk “Voice Against Reason”, pameran ini mempertanyakan makna dari bersuara atau berpendapat.
Perupa yang terlibat di antaranya berasal dari Australia, Bangladesh, India, Indonesia, Jepang, Singapura, Thailand, Vietnam, Lebanon, hingga Afghanistan. Mereka menampilkan karya-karya terbaru yang dikomisi, hasil kurasi dari Putra Hidayatullah dan tim kuratorial Museum MACAN.
“Dengan melibatkan perupa dari Australia, Bangladesh, India, Indonesia, Japan, Singapore, Taiwan, Thailand, dan Vietnam, pameran ini mengajak kita menggali lebih dalam tentang perbatasan, narasi pribadi, sejarah, dan politik yang saling terkait dengan geografi dan lanskap budaya yang beragam,” tutur Putra Hidayatullah, ko-kurator.
Aaron Seeto, Direktur, Museum MACAN, mengatakan, pameran ini dimulai dari gagasan bahwa perupa membantu kita dalam menyuarakan dan memberi bentuk pada isu-isu dan ide-ide yang terkadang bergolak di bawah permukaan, atau yang mungkin berlawanan dengan arus.
“Di masa ini, di mana teknologi terkadang mendorong keseragaman, atau penulisan sejarah yang menyamarkan pengalaman individu dan pribadi yang berbeda, berbicara atau mengungkapkan pendapat adalah hal yang penting agar kita dapat melihat lingkungan sekitar dengan cara yang lebih kritis,” kata Aaron Seeto.
Selama lebih dari 12 bulan, Museum MACAN telah bekerja sama dengan para perupa dalam mengembangkan dan mengkomisi sejumlah karya baru yang akan dipamerkan bersamaan dengan karya-karya besar oleh para perupa dari seluruh regional Asia.
Voice Against Reason digagas tidak hanya sebagai sebuah pameran, namun sebagai sebuah wadah keterlibatan yang dinamis antara perupa, karya, dan pengunjung, yang diaktivasi melalui wicara, kuliah umum, dan presentasi selama periode pameran berlangsung.
Beberapa Karya yang jadi Sorotan
Silent Ark dan Fragments of Identity
Saat memasuki area pameran, pengunjung akan disuguhkan dengan pemandangan karpet besar berukuran 570 x 1114 cm bernama ‘Silent Ark”karya seniman asal Afghanistan yang lama tinggal di Pakistan dan Sydney, Khadim Ali.
Inspirasi utama dari karya-karya Khadim Ali adalah sastra dari Persia yang dari kecil sering ia dengarkan dari kakeknya. Salah satu sastra yang cukup berpengaruh dalam memori kHadim Ali adalah, Syahnamah. Dari sinilah tertarik mempelajari seni menenun karpet.dan kaligrafi. Dalam karyanya, Ali juga banyak menggunakan simbol-simbol atau makhluk mitos yang sering diceritakan dalam sastra tersebut.
Di samping instalasi Silent Ark, terdapat karpet berukuran 395 x 260 cm yang diberi nama “Fragments of Identity”. Khadim Ali menggunakan simbol-simbol yang berasal dari Khadim Ali sendiri selama ia tumbuh besar di Pakistan. Ada banyak pengalaman-pengalaman dari konflik antara minoritas Hazara yang ada di Pakistan, yang membekas sampai sekarang. Dalam karpet tersebut, terlihat ilustrasi tenda biru yang menggambarkan majelis besar yang diadakan di Afghanistan, kumpulan dari banyak etnis-etnis baik mayoritas dan minoritas. Tapi kemudian Khadim ALi campurkan figur-figur orang yang sedangkan bergejolak di bawahnya. Ia juga menggambarkan patung Buddha yang sedang jatuh, ia menjelaskan tentang runtuhnya patung Buddha di Afghanistan.
Kisah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang
Pertunjukan ini merupakan pertunjukan wayang kulit experimental yang diciptakan oleh Jumaadi dan Shadow Factory, penampilan wayang ini hanya akan berlangsung mulai dari 18 sampai dengan 26 November 2023. Penampilan wayang ini akan mengkolaborasikan cerita dengan menggunakan puisi, musik, dan seni dari keindahan dan keberlangsungan hidup. Kisah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang menceritakan kisah pengasingan 823 aktivis nasional indonesia yang diasingkan ke Boven Digoel, Papua pada tahun 1926 dan kemudian diasingkan lagi ke Australia pada tahun 1942 oleh pemerintahan Hindia Belanda.
Demi bertahan hidup, mereka beralih ke musik dan seni. Beralasan ingin membangun rumah, para pengungsi menggunakan 3 kilogram paku yang diberikan oleh Belanda untuk membuat gamelan. Kisah ini memiliki arti bertahan hidup, dengan adanya hubungan ketergantungan budaya, keindahan, dan kelangsungan hidup.
Pertunjukan berdurasi 45-60 menit. Pengunjung dianjurkan untuk melakukan reservasi terlebih dahulu karena keterbatasan kapasitas di www.museummacan.org/shadowplay. Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang dapat disaksikan pada tanggal 18-26 November 2023. Untuk detail waktunya, silakan kunjungi situs resmi atau Instagram Museum MACAN.
Sabun Mandi “Threat”
Bukan sekedar sabun mandi, karya seni partisipatoris ini menciptakan sebuah dinding batu bata monolitik terbuat dari sabun batang yang telah diukir dengan kata-kata “Threat” (ancaman). Karya seni ini dibuat oleh seorang perupa bernama Shilpa Gupta yang berasal dari India. Menariknya, para pengunjung juga diperbolehkan membawa pulang sabun buatan Gupta ini untuk membersihkan tubuh sambil menyerapi arti dari sabun.
Shilpa Gupta adalah perupa berbasis India yang Saring mengkolaborasikan seninya dengan persepsi audiens dan secara aktif melibatkan para pengunjung dalam karya seninya untuk membuat pengalaman partisipatoris. Karya yang iya buat pasti telah ditinjau kembali dng bagaimana setiap orang mendefinisikan suatu objek, tempat, dan manusia. Selain itu, Gupta juga sering membahas soal isu isu kritis dalam karyanya, seperti identitas, batas-batas, dan kedaulatan pribadi
Pameran grup Voice Against Reason baru dibuka untuk publik mulai 18 November 2023 dan berlangsung hingga 14 April 2024. Pameran ini juga dilengkapi dengan rangkaian diskusi, program kuliah terbuka, dan program-program publik. Rangkaian acara ini direncanakan akan berlangsung sepanjang periode pameran. So, jangan sampai ketinggalan Sahabat Fimela!