Kesalahan-Kesalahan dalam Parenting Ini Bisa Berbahaya bagi Anak

Tisha Sekar Aji diperbarui 04 Des 2023, 11:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Mendidik anak merupakan tugas pertama setiap orangtua sebelum anak menginjakkan kaki pada pendidikan formal. Tidak perlu yang harus sulit seperti matematika maupun pelajaran lain, pemahaman akan norma serta bertuturkata dan paham akan aturan juga diperlukan. 

Salah satu pembentukan hal-hal di atas adalah melalui parenting oleh orangtua di rumah. Parenting sendiri sangatlah beragam dan setiap orangtua memiliki cara sendiri untuk mendidik anak. Akan tetapi, tahukah kamu jika parenting tidak bisa dilakukan sembarangan dan ada ilmunya? 

Parenting sembarangan dapat membuat kesalahan yang fatal dan dampak tersendiri pada anak. Dengan parenting yang salah serta tidak tepat ini dapat membuat anak miliki gangguan kesehatan mental hingga renggangnya hubungan orangtua dan anak. Apa saja kesalahan-kesalahan dalam parenting yang sering dilakukan? Serta bagaimana memberikan didikan parenting yang tepat? Informasi dari healthline dan CNBC ini bisa membantumu. 

 

 

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Ciri-ciri kesalahan parenting yang sering ditemukan

Parenting orangtua berperan dalam mendidik anak termasuk ketika memarahi anak atas perbuatannya, ciri-ciri berikut adalah kesalahan dalam parenting yang sering dijumpai (Foto: Pexels.com/Alex Green)

Tanda-tanda parenting yang salah sangatlah mudah terlihat ciri-cirinya, berikut contohnya: 

 1) Kurangnya memberikan perhatian serta menghargai usaha anak 

Apakah kamu tipe orangtua yang sibuk dan selalu bekerja setiap harinya? Memang mudah dipahami jika kebutuhan merupakan hal yang harus diraih. Akan tetapi bagaimana dengan anak sendiri?

Seorang anak juga membutuhkan waktu dan perhatian orangtuanya. Contohnya seorang anak telah mendapatkan penghargaan atas capaian yang telah dicapai. Pencapaiannya bisa berupa ranking maupun menang dalam suatu perlombaan. Ketika dia meminta perhatian pada orangtuanya ia akan melihat bagaimana respon dari orangtuanya. Namun apa yang didapat? Alih memuji serta menghargai, orangtuanya malah mengabaikan dan tidak peduli atas pecapaian anaknya. 

“Pola parenting seperti ini akan menyebabkan anak memiliki self-esteem dan percaya diri yang rendah sehingga anak tidak dapat mengekspresikan perasaan maupun kemauannya.” ujar Sharron Federick, LCSW, seorang psikoterapis dari Clary Health Solutions. Ia juga menambahkan, “Kebanyakan juga, hubungan serta pola parenting seperti ini juga akan membuat keretakan antara orangtua dan anak.”

2) Kurang bahkan tidak adanya pembentukan disiplin yang baik 

Federick menyebutkan jika seorang anak yang tidak memiliki kedisiplinan atau tidak membentuk rasa disiplin sejak kecil oleh orangtuanya akan berdampak buruk pada anak.

Salah satu dampak buruk adalah tidak tahu dan tidak mengerti cara untuk membentuk batasan atau boundaries. Batasan di sini bisa berupa kebiasaan ketika di rumah seperti tahu waktu kapan bermain dan kapan belajar. Kapan untuk beristirahat dan bisa saja seorang anak juga begadang. 

“Anak-anak akan belajar dari orangtua untuk membentuk serta membuat batasannya. Jika kebiasaan disiplin ini tidak diterapkan sejak kecil, konsekuensinya adalah anak akan melewati batasan tersebut.” Tambahnya. 

3) Terlalu keras dalam mendidik dan mendisiplinkan anak

Berbeda dengan orangtua yang tidak membentuk kedisiplinan anak, Federick menyebutkan ada tipe orangtua yang mendidik anaknya dengan cara otoriter atau yang biasa disebut dengan authoritarian parenting. Authoritarian parenting ini bisa diartikan sebagai tipe parenting orangtua yang keras, sekali anak membantah, orangtua bisa memberikan hukuman yang tergolong berlebihan. 

Orangtua dengan tipe otoriter ini tidak pernah memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplor sekelilingnya. Semuanya sudah ditentukan oleh orangtua. Ciri khasnya adalah orangtua menentukan A maka anak juga harus mengikuti A, jika anak memilih C orangtua akan menghukum mereka. 

Dampak dari pendidikan ini sangatlah menyakitkan untuk anak. Luka trauma yang dalam dapat membuat anak memiliki gangguan kecemasan bahkan keinginan untuk memberontak. Jangan kaget kita seorang anak dengan didikan otoriter seperti ini sudah besar, anak tersebut akan memberontak dan melakukan hal yang bertentangan dari keinginan orangtua. 

3 dari 3 halaman

Cara melakukan parenting yang baik dan tepat pada anak

Salah satu contoh parenting yang tepat adalah terjalinnya komunikasi 2 arah antara ibu dan anak yang membiarkan anak memahami dan menyampaikan perasaan mereka (Foto: Pexels.com/Ketut Subiyanto)

1) Dengarkan pendapat serta pahami perasaan anak

Semua orang ingin didengar termasuk anakmu. Meskipun kita tidak akan selalu menyetujui pendapat anak karena dirasa bertentangan dan kurang cocok sekalipun. Federick mengatakan sebagai orangtua juga penting untuk mendengar pendapat dan memahami perasaan anak. 

Usia anak-anak menjadi salah satu proses untuk mengenal serta belajar bagaimana menyikapi permasalahan yang dihadapi dan mengelola perasaan mereka. Maka sebaiknya seorang anak dibiarkan untuk mengekspresikan dan menjelaskan apa yang mereka rasakan. 

Mereka berhak untuk merasa marah serta dipahami alasan mengapa mereka marah. Kamu sebagai orangtua dapat mengajarkan mereka alternatif lain untuk mengelola kemarahan mereka misalnya dengan teknik sederhana seperti tarik napas untuk meredam emosi tanpa harus melempar dan membanting barangnya. 

2) Berikan hukuman yang mengajarkan pembelajaran berharga pada anak 

Semua manusia pasti melakukan kesalahan, bahkan seorang anak sekalipun. Sebagai orangtua memang wajar untuk merasa kesal atas kesalahan yang dilakukan oleh anaknya. Dan karena itu juga orangtua memberikan hukuman pada anak. 

Alih-alih memberikan hukuman yang mengajarkan kedisiplinan serta pembelajaran berharga yang positif pada anak, hukuman fisik yang menyiksa dan membuat anak trauma menjadi hukuman yang diberikan untuk memberikan efek jera pada anak. Federick menjelaskan “Menghukum anak dengan hukuman fisik tidak mengajarkan kedisiplinan dan dapat membuat anak tidak dapat mengelola rasa marahnya. Anak akan melampiaskan kemarahannya dengan cara seperti memukul temannya di sekolah.” 

Maka dari itu, sebagai orangtua harus mengarahkan dan memberikan hukuman dengan efek pembelajaran positif. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan reward atau penghargaan apabila anak dapat menyesali perbuatannya. Tidak hanya mengajarkan pembelajaran berharga, hukuman yang positif juga dapat membuat anak memahami risiko atas kesalahan maupun perbuatan yang dibuat olehnya.

3) Tunjukan rasa cinta dan afeksi pada anak 

Kamu bisa menunjukkan rasa cinta serta afeksi kamu pada anak. Bagi anak, kecintaan orangtua adalah segalanya. Bahkan rasa cinta dari orangtua bisa berarti lebih dari seorang anak merasa disayang oleh orangtuanya. 

Kamu bisa melakukannya dengan cara mendukung serta menerima apa saja yang sedang anak kamu jalani selama berada di jalan yang positif dan memberikan dampak baik. Contoh sederhana namun bermakna adalah ketika anak mengikuti kompetisi lomba, daripada memberikan pemahaman bahwa harus memenangkan kompetisi, ajarkan anak sebuah kompetisi adalah ajang untuk belajar sekaligus mencari pengalaman. Mau anak tersebut menang dan kalah, hargailah usaha yang sudah anak berikan. Tunjukkan rasa bangga kamu sebagai orangtua pada anak.

Selain dengan cara tersebut, meluangkan waktu untuk menghabiskan waktu bersama anak pada weekend maupun menunjukkan rasa sayang melalui sentuhan fisik seperti dipeluk atau dicium keningnya juga akan menambah ikatan dalam hubungan anak dan orangtua. 

Penulis: Tisha Sekar Aji