Ask The Expert: Mengenal Penyakit Jantung Rematik yang Sering Terjadi di Indonesia

Anisha Saktian Putri diperbarui 29 Sep 2023, 07:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Setiap tanggal 29 September diperingati sebagai Hari Jantung Sedunia. Peringatan ini bertujuan agar masyarakat lebih sadar akan penyakit kardiovaskular  agar bisa mencegah atau mengendalikannya apalagi penyakit ini identik penyebab kematian.

dr. Nurul Rahayu Ningrum, Sp. Jantung dan Pembuluh Darah dari Rumah Sakit EMC Pekayon mengatakan jika kategori penyakit jantung cukup beragam, misalnya saja penyakit jantung koroner, penyakit jantung karena hipertensi, lalu ada pula penyakit jantung rematik, penyakit jantung karena masalah paru-paru. Kemudian yang kelima adalah yang namanya penyakit jantung kardiomiopati. Namun menurut dr. Nurul, jenis penyakit jantung rematik cukup banyak terjadi di Indonesia.

“Sebenarnya penyakit jantung beragam jenisnya, misalnya saha penyakit jantung rematik. Nah, biasanya orang mendengar “duh rematik tulang kok, kena ke jantung sih” sebetulnya sih sama sekali tidak ada hubungan antara rematik tulang sama rematik jantung. Ini yang golongan ketiga yang cukup banyak di Indonesia,” ujar dr. Nurul kepada Fimela dalam Ask The Expert. 

Lalu apa itu penyakit jantung rematik? dr. Nurul menyampaikan jika bicara penyakit jantung rematik memang terjadi hanya di negara-negara dengan daerah tropis. Hal ini dikarenakan di daerah tropis biasanya udaranya cukup lembab dan panas, inilah penyebabnya. 

Penyakit jantung rematik disebabkan karena bakteri yang namanya Streptococcus Beta Hemolyticus Group A. Infeksi dari bakteri Streptococcus Beta Hemolyticus Group A ini, kebanyakan itu mengenai saluran infeksi bagian atas kemudian juga infeksi pada gigi yang berlubang. 

Penyakit jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease (RHD) juga suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katub jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR).

“Karena terjadi reaksi autoimun kepada orang yang menderita infeksi tersebut akhirnya autoimunnya itu terjadilah perubahan di misalnya di katup-katup jantung. Katup jantung itu kan ada 4, bisa kena ke katup aorta, bisa kena ke katup kiri atau mitral, yang paling sering sih dua katup itu yang terjadi,” tambah dr. Nurul.

dr. Nurul mengatakan jantung rematik terjadi karena infeksi terus menerus karena bakteri tersebut tumbuh subur di alam tropis yang lembab. Apalagi jika lingkungan sanitary kurang baik. “Kadang-kadang kita penyakit batuk pilek sudah dianggap biasa, tidak mikir itu akan jadi berat. Proses infeksi yang terus berlanjut, gangguan terjadi proses autoimun yang terus berlanjut ini yang akhirnya mengakibatkan gangguan proses autoimun mengenai di katup-katup jantungnya. Akhirnya katup jantungnya bisa terjadi penyempitan. Dan terkadang menjadi proses kebocoran,” paparnya. 

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Diberikan obat antibiotik

Ilustrasi sakit jantung. (Shutterstock)

Gejala penyakit jantung rematik yang umum seperti demam, nyeri dada atau rasa tidak nyaman di area jantung. Sesak napas bahkan saat melakukan aktivitas ringan. Pembengkakan pada pergelangan kaki atau bagian tubuh lainnya.

dr. Nurul mengatakan sayangnya, karena ini proses autoimun, awalnya ringan dengan bertambah usia, bertambah progresif, makin lama makin berat. Jika dari kecil, sudah terdiagnosa bahwa seseorang kena penyakit demam rema sebutannya maka sudah diberikan obat antibiotik. Namun, antibiotik tersebut harus dikonsumsi rutin hingga usia 25 tahun. 

“Sayangnya memang obat antibiotik itu akan diminum sampai usia 25 tahun. Itu kriteria dari WHO, itu antibiotik wajib diberikan ketika seseorang sudah terdiagnosa demam rema itu sampai 25 tahun. Bahkan sekarang, kriteria WHO yang terbaru itu dikatakan ketika seseorang sudah terdiagnosa demam rheuma atau penyakit jantung rematik itu seumur hidup dia harus diberikan antibiotik untuk pencegahan atau profilaksis supaya proses autoimunnya ini tidak terus berlanjut. Itu yang sangat disayangkan,” katanya. 

Maka penting orangtua atau orang terdekat mengingatkan untuk mengonsumsi obat tersebut. Sebab jika terputus akan berisiko bakteri menginfeksi pasien lagi dan akan terjadi perburukan untuk penyakit jantung rematiknya.

“Di satu sisi teknologi sudah semakin baik, untukdiagnosis, teknologi makin baik. Jika diri sendiri, keluarga, atau sahabat bermasalah dengan penyakit jantung saran saya adalah kontrol untuk mengetahui penyakit jantung ini dalam kondisi yang stabil atau tidak. Kalau misalnya kondisi stabil kayak tadi penyakit jantung rematik ternyata tidak reaktif  lagi jadinya tidak aktif lagi, tidak perlu minum obat yang banyak misalnya cukup satu macam obat,” paparnya.