Fimela.com, Jakarta Pusat perbelanjaan Senayan City merayakan ulang tahunnya yang ke-17 pada Kamis, 21 September 2023, dengan menggelar berbagai acara menarik hingga 1 Oktober 2023. Salah satunya adalah ajang Fashion Nation yang menampilkan hasil rancangan desainer fashion Indonesia dengan tema Diversestyle.
Ini merupakan kali pertama Fashion Nation kembali digelar setelah hiatus sejak 2021 karena situasi pandemi Covid-19. Kali ini, Senayan City Fashion Nation 17th Edition akan digelar selama 10 hari, mulai 21-30 September 2023 di Main Atrium, lantai 1, Senayan City.
Gelaran Senayan City Fashion Nation 17th Edition hari pertama dibuka oleh presentasi koleksi busana dari tiga desainer muda yang baru saja didapuk menjadi anggota Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI).
Mereka adalah Rama Dauhan, Wilsen Willim, dan Mel Ahyar. Ketiga desainer ini menampilkan koleksinya yang iconic, penuh warna, serta dengan sentuhan tren terkini yang mampu menginspirasi para fashion enthusiast. Penasaran seperti apa koleksinya? Yuk, intip selengkapnya di bawah ini!
Rama Dauhan
Rama Dauhan membuka parade dengan menampilkan koleksi ‘Harmoni’ yang merupakan hasil kolaborasinya bersama seniman Nabil Gharsallah. Koleksinya menampilkan resort wear yang menggabungkan ilustrasi lukisan seni dari sang seniman dan garis desain ciri khasnya.
Total ada 10 looks yang ditampilkan Rama Dauhan meliputi busana ringan seperti dress, sleeveless top dan skirt, hingga long pants. Penggunaan palet warna cerah dengan ilustrasi flora dan fauna membuat sederet looks terlihat fresh, fun dan playful.
“Koleksi ini saya sebut koleksi ‘resort’ karena membawa kita pada detail persona flora dan fauna dengan warna-warna cerah,” ujar Rama Dauhan.
Wilsen Willim
Wilsen Willim kembali mengangkat batik pada koleksi terbarunya, ‘Yang Hancur dan Kembali: Project Restore’ untuk pembukaan Fashion Nation Senayan City 2023. Namun pada kesempatan ini, Wilsen mengambil pendekatan berbeda dalam mengolah wastranya.
“Kali ini saya menggunakan batik lawas yang sudah lapuk dan terlalu ringkih untuk digunakan,” jelas Wilsen.
Beberapa batik lawas dari berbagai penjuru di Indonesia sejak tahun 60an-80an ini pun diprosesnya dengan cara modern sehingga bisa kembali diolah menjadi 15 potongan busana siap pakai seperti blazer, rok, kemeja, cropped shirt, cropped jacket, dan mantel yang kesemuanya dipadukan dengan busana siap pakai seperti kaus, celana, kemeja, dan rok dengan sentuhan pinwheel khas Wilsen.
Tak hanya memperkuat kain hingga kembali dapat diolah menjadi potongan busana siap pakai, Wilsen juga terinspirasi dari teknik reparasi guci dan keramik khas Jepang, Kintsugi, dimana potongan keramik disatukan kembali dan dieratkan dengan logam mulia. Wilsen pun menerjemahkan lelehan logam mulia pada Kintsugi dalam teknik payet dan bordir keemasan pada potongan batik-batik lawas, menciptakan tekstur baru yang modis, berani, elegan, dan mencuri perhatian.
“Justru tiap sobekan, lubang, ataupun ketidaksempurnaan pada sebuah kain batik itu mengandung banyak cerita. Kain-kain ini telah bermanfaat dan mempercantik pemakainya untuk waktu yang lama, dengan adanya aksen payet dan bordir ini justru menguatkan dan menambah keindahan perjalanan cerita batik lawas tersebut,” tutup Wilsen.
Mel Ahyar
Mel Ahyar secara khusus menggandeng seniman Lukis Erica Hestu asal Yogyakarta untuk mewujudkan visi sebuah koleksi mixed media art bertajuk VERSECAPADES. Koleksi ini terinspirasi dari konsep surreal multiverse dalam Oscar-winning movie Everything Everywhere All at Once (2022).
VERSCAPADES sendiri adalah portmanteau dari universe (semesta) dan escapade (petualangan). Konsep ini berangkat dari probabilitas akan adanya sosok diri kita di parallel universe yang menjalani kehidupan berbeda dalam pagar takdir yang sama. Erica Hestu melukis dirinya sendiri sebagai cameo dalam ‘multiverse’ cerita rakyat dari masing-masing pulau Nusantara. Kanvas bulat yang digunakan merupakan simbolisasi bentuk bumi yang jika diputar ke segala arah, maka kita akan tetap melihat poros yang sama.
Di atas kanvas ini pula, Mel menuangkan teknik-teknik fashion seperti bordir dan sulam. Erica konsisten membawa ciri khasnya dengan melukis seluruh permukaan kanvas hingga penuh ke tepi, seakan menekankan betapa tak terbatasnya potensi diri kita dalam jaring tenunan timeline semesta raya ini. Sebaliknya, gurat-gores lukisan Erica berhasil diracik Mel Ahyar menjadi 15 looks busana eksperimental berupa jaket, outer, hingga sepatu yang dengan ciri khas desain Mel yang penuh volume dihiasi ragam aneka bordir, sulam, print dan doodle. Exaggerated silhouette yang dirancang Mel Ahyar merupakan visualisasi dari nuansa child-like innocence khas karya Erica Hestu yang ekspresif sekaligus eksploratif.
Para model terlihat menyandang gaya rambut Afro, simbol kebebasan masyarakat kulit hitam melawan standar kecantikan rambut lurus Kaukasia. Sebagaimana goresan lukisan Erica juga bebas dari pakem-pakem seni yang clean, chic, and refined. Melalui VERSECAPADES, Mel Ahyar lagi-lagi meramu estetika dan kegilaan agar menolak tunduk pada pakem-pakem umum. Juxtaposition yang ditawarkan Mel Ahyar mungkin dapat kita rangkum sebagai suatu nuansa realisme magis nan kaya imajinasi.