Fimela.com, Jakarta Sepucuk surat ia terima. Isinya ajakan untuk bertemu di sebuah taman. Pengirimnya tak lain adalah teman sekelasnya sendiri, Kojima. Awalnya dia ragu untuk datang ke taman tersebut, tetapi siapa sangka dia bisa menemukan pertemanan baru dengan seseorang yang bisa dibilang memiliki nasib yang sama dengannya.
Di usia 14 tahun, remaja laki-laki yang dijuluki "Eyes" itu jadi bulan-bulanan perisak di sekolahnya karena kondisi matanya yang tak biasa. Eyes tak mengerti kenapa dia jadi sasaran para perisak tersebut, sama tak mengertinya kenapa dia juga tak punya keberanian atau kuasa untuk membalas atau membela diri. Pertemuan dan pertemanan dengan Kojima menghadirkan nuansa dan pengalaman baru di hidupnya.
What's On Fimela
powered by
Novel Heaven
Judul: Heaven
Penulis: Mieko Kawakami
Diterjemahkan dari bahasa Jepang ke bahasa Inggris oleh: Sam Bett & David Boyd
Penerbit: Picador
In a Japanese school, we meet a fourteen-year-old boy. Subjected to relentless torment for having a lazy eye, he chooses to suffer in silence instead of fighting back. The only person who understands what he is going through is a female classmate, Kojima, who experiences similar treatment at the hands of her bullies. Providing each other with consolation at a time in their lives when they need it most, the two young friends grow closer than ever. But what, ultimately, is the nature of a friendship when your shared bond is terror?
***
What do you think the future is going to be like? I think about that stuff a lot. What if the world really ends in 1999 like everyone says? But if it doesn't, nothing's gonna change, though, right? (pg. 13)
Human beings are the only ones talking all the time and making problems and everything. (pg. 35)
Pretending to feel better wasn't going to solve anything. (pg. 49)
We'll understand some things while we're alive and some after we die. But it doesn't really matter when it happens. What matters is that all the pain and all the sadness have meaning. (pg. 62)
People are always dying. It's a perfect truth. (pg. 104)
There's no beautiful world where everyone thinks the same way and they all understand each other perfectly. (pg. 116)
Even though we didn't meet or talk or whatever, I feel like I always knew how you were feeling. (pg. 127)
Kojima juga menjadi korban perisakan. Bersamanya, Eyes bisa berbagi kisah dan kegelisahan yang sama. Bahkan mereka berdua meluangkan waktu untuk bisa menghabiskan momen bersama. Mengunjungi museum, membicarakan karya seni, hingga berbagi pendapat dan opini tentang kehidupan yang dijalani.
Di usia yang masih belia, Eyes dan Kojima harus menerima kenyataan pahit sebagai korban perisakan yang tak hanya melukai fisik mereka tetapi juga mental mereka. Di sekolah Eyes dan Kojima tak pernah berinteraksi secara langsung di depan publik. Mereka tahu satu sama lain bahwa mereka korban, tetapi ada hal-hal yang membuat mereka kesulitan untuk bisa bersuara atau membuka diri.
Ketika Eyes meminta penjelasan kepada salah satu perisaknya soal alasan di balik sikapnya yang begitu jahat, dia mendapati jawaban yang tak pernah dia kira. Bahkan upayanya untuk membela diri atau menyadarkan si perisak itu tampak tak ada gunanya.
Terbersit pikiran untuk bunuh diri. Namun, Eyes membayangkan sejumlah kemungkinan yang mungkin terjadi saat dia benar-benar bunuh diri. Bahkan hal-hal yang terkait dengan kehidupan dan kematian dimaknainya dengan sudut pandangnya sendiri. Obrolan-obrolan dengan Kojima juga menghadirkan sejumlah pemahaman berbeda. Belum lagi dengan persoalan dengan keluarga masing-masing, Eyes dan Kojima berusaha untuk saling menemani di saat-saat tersulit dan terendah. Hanya saja tidaklah mudah untuk bisa melepaskan diri dari tragedi dan belenggu yang mereka hadapi.
Percakapan dan obrolan yang autentik antara Eyes dan Kojima membuat kita seakan-akan ikut menjadi diri mereka. Ada hal-hal personal yang ketika mereka bicarakan anehnya terasa begitu dekat dan juga pernah kita rasakan dan pertanyakan. Narasi introspektif dalam novel ini membuat kita bisa merasakan kedalaman kompleksitas dan lapisan-lapisan emosi yang dialami oleh setiap karakternya.
Pertanyaan tentang kehidupan dan eksistensi juga disinggung dalam novel ini. Dengan kacamata seorang remaja belasan tahun, kita merasakan sesuatu yang terasa begitu polos tetapi juga sangat menggugah perasaan soal hal-hal terkait keberadaan dan makna kehadiran kita di dunia ini.
Novel Heaven karya Mieko Kawakami memberikan pengalaman membaca yang sangat berkesan. Ada kesedihan yang begitu menyentuh hati hingga momen munculnya keberanian meskipun disertai dengan luka mendalam. Ketika selesai membaca novel, kita seakan memiliki ruang sendiri untuk merenungkan hal-hal terkait kehidupan yang kita jalani sendiri.