Fimela.com, Jakarta Generasi Z atau sebagai gen Z (lahir antara 1996-2012) disebut punya mental yang lemah. Survei terbaru I-NAMHS (Indonesia National Adolescent Mental Health Survey) tahun 2022 menemukan, sekitar 1 dari 20 atau 5,5 persen remaja usia 10-17 tahun didiagnosis memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir, biasa disebut orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Sementara, sekitar sepertiga atau 34,9 persen memiliki setidaknya satu masalah kesehatan mental atau tergolong orang dengan masalah kejiwaan (ODMK).
Fenomena tersebut rupanya mendapat perhatian dari seniman lulusan Institut Teknologi Bandung Peter Rhian Gunawan. Dalam setiap karyanya, dia menyelipkan pesan tersebut.Salah satunya bisa dilihat dalam lukisan karya maestro Basoeki Abdullah yang menginspirasinya ke dalam karakter ciptaannya, Redmiller Blood, melalui lukisan berjudul "Soaring in the sky".
Karya ini dia pamerkan di booth G3N Project x Museum of Toys di "ArtMoments Jakarta", sebuah acara tahunan yang menyatukan para penggemar seni dan kolektor dengan galeri-galeri ternama dan yang berlangsung hingga 20 Agustus 2023 di Grand Ballroom Hotel Sheraton Grand Jakarta Gandaria City.
"Ide utama sebagai tribute dari lukisan aslinya. Tetapi Redmiller ini memiliki kisahnya sendiri," kata Peter.
Karakter yang ditonjolkan dalam lukisan
Lukisan karya Basoeki yang dia hadirkan dalam karakter Redmiller Blood menampilkan sosok pria yang duduk di atas burung rajawali. “Ketika aku riset untuk lukisan Basoeki Abdullah sebenarnya lukisan ini berkisah tentang perjuangan, proses kehidupan manusia yang relate dengan kehidupan Redmiller," tandasnya.
Dia menggambarkan karakter Redmiller Blood sebagai sosok animasi menggemaskan dengan rambut merah dan mata besar. Ini, jelasnya, sebenarnya merupakan refleksi dari hasrat manusia yang ingin dicintai, dianggap berani, dan diterima lingkungan masyarakatnya.
"Tetapi kadang, manusia menggunakan topeng terlalu banyak agar bisa diterima lingkungan dan ini mengorbankan identitas sehingga berakibat ke kesehatan mentalnya," tukasnya.
Peter menjelaskan, mata besar Redmiller Blood secara visual tampak tak normal dan sebenarnya merupakan tetesan air mata dengan warna seperti pelangi. Tetesan air mata pelangi ini menjadi penggambaran bahwa seterpuruk-terpuruknya hidup manusia, asalkan dia masih memiliki tekad, harapan pada Tuhan maka akan mendapat akhir bahagia.
"Ini menggambarkan kejiwaan Redmiller yang down, insecurity, depressed-nya yang terkadang itu kita rasakan tetapi tidak diceritakan pada orang," lanjutnya. Sementara itu, dalam lukisan "Soaring in the sky" ciptaannya, karakter Redmiller Blood tampak ditemani bebek-bebek yang mencoba mengangkatnya dari atas burung kardus bertuliskan "fragile".
"Burung kardus itu sebenarnya melambangkan kehidupan manusia yang sangat fragile, singkat. Tetapi apakah betul orang-orang di sekitar kita benar-benar menolong? Penggambarannya secara komedi bahwa kehidupan itu diketawain saja kalau ada sial-sialnya," urainya.
Melalui karakter ciptaannya itu, Peter ingin menggugah kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan mental sekaligus mengingatkan mereka agar jangan mudah menyerah.
Selain lukisan "Soaring in the sky", Peter juga menghadirkan satu lukisan lain yang dia beri judul "Final Destiny" dan masih terinspirasi dari lukisan karya Basoeki Abdullah.Lukisan ini berkisah tentang proses perjuangan manusia baik yang sudah mencapai garis akhir ataupun belum. Dalam lukisan, karakter Redmiller tampak berada di atas kuda yang sedang terjatuh. Di sekitarnya, tampak bunga-bunga dengan ekspresi wajah tertawa.
"Sebenarnya dia dalam tahap race, perlombaan. Di sekitar banyak bunga sebagai simbol masyarakat yang kadang ketika kita terjatuh mereka kadang menertawakan," kata Peter. Melalui lukisan ini, dia ingin menyampaikan pesan agar orang-orang sebaiknya jangan menganggap serius gosip-gosip tentang dirinya di luar sana. “(Gosip-gosip itu) boleh jadi motivasi tetapi jangan jadi halangan untuk maju," katanya.
Peter mengatakan perlu waktu sekitar satu bulan untuk menyelesaikan kedua lukisannya. Dosen desain komunikasi visual di Universitas Kristen Maranatha itu telah berpartisipasi dalam sejumlah pameran di tingkat nasional dan berbagai negara seperti Hong Kong, Shang Hai, New York, Korea Selatan, Australia.
Selain lukisan, pameran ArtMoments Jakarta juga menyajikan karya seniman-seniman ternama lainnya termasuk seniman Jepang Miwa Komatsu (disajikan oleh Whitestone Gallery), Arkiv Vilmansa (disajikan oleh G3N Project x Museum of Toys), seniman kontemporer Indonesia yang dikenal secara internasional Eko Nugroho dan Heri Dono (disajikan oleh The Columns Gallery).
Kemudian, Handiwirman (disajikan oleh Gajah Gallery), seniman Indonesia muda Laksamana Ryo (disajikan oleh Gallery Afternoon), dan pelukis abstrak Indonesia Erizal (disajikan oleh GajahGallery). Pameran yang menampilkan 25 galeri seni nasional dan internasional yang terkemuka itu terbuka untuk masyarakat umum pada 19 dan 20 Agustus 2023 dengan tiket masuk Rp100 ribu untuk umum dan Rp50 ribu untuk mahasiswa.