Para model berjalan mengelilingi landas peraga yang dibuat memutar di antara kursi penonton. Bagian tengahnya diisi layar LED yang menampilkan visual yang menjadi inspirasi tiap-tiap koleksi. [Fimela/Bambang E. Ros]
HAPPA dan XY, dua merek Ready to Wear yang juga dikelola oleh MMAC muncul sebagai pembuka. Menampilkan koleksi RIKURIKU, yang terinspirasi dari cerita dibalik cerita ukiran Suku Asmat. [Fimela/Bambang E. Ros]
RIKURIKU tampil membawa passion maskulinitas pria Asmat yang memahat kayu to leave their mark on earth, as a legacy and tribute to the ancestors. Terlihat dalam motif kerangka garis-garis floral yang rimbun maupun fauna, seperti lekuk ukiran kayu. [Fimela/Bambang E. Ros]
‘Hidangan utama’ dari acara ini tampil kemudian, yaitu koleksi Mel Ahyar ARCHIPELAGO yang
mengusung wastra Nusantara: Batik Gedog Tuban ‘Onomatope’, Tapis Lampung ‘Mulang Tiuh’, dan Medan as The Melting Pot. [Fimela/Bambang E. Ros]
Gedog Tuban yang merupakan batik tulis di atas kain tenun, statusnya cukup critically endangered sehingga Mel menyuguhkannya hampir secara ‘utuh’ sebagai bahan baku utama. [Fimela/Bambang E. Ros]
Sedangkan ‘Mulang Tiuh’ mengambil craftsmanship tapis dan sulam usus Lampung di atas kain dan motif modern. [Fimela/Bambang E. Ros]
Lain lagi Medan yang diangkat sebagai melting pot berbagai wastra khas Sumatera Utara seperti songket Melayu, Ulos Batak, dan lain-lain. [Fimela/Bambang E. Ros]
Peragaan ditutup dengan koleksi Mel Ahyar Fall/Winter 2023-2024 mencerminkan kejelian mata Mel Ahyar memotret fenomena dua dimensi dinamika budaya yang senantiasa berkonflik: dimensi horizontal yang merupakan sebagai medan pertemuan aspek teknologi, geografi hingga sosio-ekonomi, serta dimensi vertikal yaitu lintas-generasi (Baby Boomers, X, Y/Milenial dan Z). [Fimela/Bambang E. Ros]
Siluet dalam koleksi ini dipengaruhi mode 1940-2000an serta kebaya – dengan potongan volume yang tegas, geometris, dan asimetris. [Fimela/Bambang E. Ros]