Fimela.com, Jakarta Memperingati Hari Anak Nasional 2023 dengan tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” pada 23 Juli menjadi salah satu upaya untuk para orangtua untuk mendukung tumbuh kembang anaknya secara optimal seperti mencukup kebutuhan nutrisi dan memberikan stimulasi yang tepat sesuai kebutuhan. Namun, tak hanya itu, orangtua juga harus mulai waspada akan gejala masalah makan yang ditunjukkan oleh anak.
Diantaranya seperti makan terlalu lama, waktu makan yang membuat stres, distraksi saat meningkatkan asupan, kurangnya pemberian makan mandiri yang tepat, pemberian ASI yang berkepanjangan, makan nokturnal, hingga gagal maju ke tekstur makanan yang berbeda. Permasalahan makan kini telah menjadi masalah umum yang dialami oleh orangtua di Indonesia dan beberapa negara lain.
Tentu munculnya masalah makan membuat orangtua menjadi sulit dan hal ini juga akan mengganggu tumbuh kembang anak. Masalah makan sendiri dapat terjadi dengan berbagai faktor seperti lingkungan, perilaku atau psikologis/behaviour anak. Selain itu, gangguan organik seperti gangguan saluran cerna. Dari perspektif gastrohepatologi, feeding difficulties bisa jadi disebabkan gangguan pada pencernaan sehingga mempengaruhi nafsu makan anak dan rutinitas makan sehari-hari.
Masalah Makan pada Anak
Masalah makan pada anak juga dapat disebabkan oleh beberapa gangguan pencernaan yang menimbulkan ketidaknyamanan atau bahkan mengurangi nafsu makan pada anak, seperti diare, muntah, sakit perut, demam, gastroesophageal reflux disease (GERD), intoleransi laktosa, atau gangguan gastrointestinal lainnya.
“Konsumsi zat nutrisi yang tidak optimal, perkembangan juga terganggu, dan mempengaruhi emosinya. Istilah yang sering dipakai dan penerapannya pada masalah makan bervariasi, kadang tidak konsisten. Ada yang menyebutnya kesulitan makan, picky eater, selective eater, dan beberapa istilah lainnya,” ungkap Prof. dr. Badriul Hegar, Sp.A(K), Ph.D, Pakar Gastrohepatologi.
Tingkat kesulitan pada anak bervariasi, secara umum berkisar 20-70% pada anak usia di bawah 5 tahun, tetapi sebagian besar disebabkan non organik. Walau begitu, sebagai dokter dan orangtua tetap harus berhati-hati akan adanya alarm symptoms penyakit organik pada 20-30% anak dengan masalah makan. Beberapa kelaianan organik dapat berpngaruh pada masalah makan pada anak seperti:
Gangguan saluran saluran cerna penyakit refluks gastroesofagus (PRGE), kolik infantil, infeksi saluran cerna.Alergi makanan terutama terhadap protein susu sapi, atau bahan makanan lainnya seperti gluten pada penyakit seliak.Gangguan perkembangan motorik dan sensorik juga mempengaruhi kemauan makan, kesulitan mengunyah dan menelan makanan.
“Sebaiknya secara berkala kita mengevaluasi kemungkinan adanya kelainan organik pada anak yang belum memberikan respon terhadap tata laksana yang diberikan, minimal setiap 3 bulan. Tidak jarang kelainan organ yang tidak tertata laksana dengan maksimal, menyebabkan gangguan mindset anak yang meninggalkan trauma terhadap makanan, sehingga meski kelainan organik telah teratasi, anak tetap mengalami masalah makan, menolak makanan yang diberikan,” ujar Prof. Hegar.
“Praktik orang tua dalam memberi makan, orang tua yang juga memiliki feeding difficulties, atau sering menggunakan makanan sebagai hadiah atau hukuman dapat berkontribusi pada kebiasaan pilih-pilih makanan (picky eaters). Lalu pemberian variasi menu makanan yang terbatas juga menyebabkan anak memiliki masalah feeding difficulties. Makanan bervariasi dengan ragam rasa dan tekstur penting diajarkan sejak dini untuk mengembangkan penerimaan makanan. Lingkungan makanan di rumah termasuk ketersediaan makanan yang berbeda dan kebiasaan makan anggota keluarga, dapat mempengaruhi pilihan dan preferensi makanan anak,” ungkap Vera Itabiliana S. Psi, Psikolog Anak di Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia.
Faktor Pengaruh Nafsu Makan Anak
Pengalaman buruk terkait makanan tertentu juga dapat menjadi salah satu faktor yang menimbulkan masalah makan. Tak hanya itu, faktor emosional seperti seperti stress, perubahan rutinitas, atau kecemasan juga bisa mempengaruhi nafsu makan dan keinginan anak mencoba makanan baru, yang berujung memicu anak susah makan. Nantinya jika tidak disadari dan terjadi dalam waktu yang lama biasanya anak akan mengalami malnutrisi yang berdampak pada tumbuh kembangnya dan dapat melemahkan imunitas sehingga anak akan mudah terinfeksi dan memperburuk malnutrisi yang dapat menyebabkan pertumbuhan otak tidak optimal.
“Anak dapat mengalami malnutrisi yang ringan hingga feeding difficulties yang sangat ekstrem dan menyebabkan defisiensi gizi yang signifikan. Defisiensi gizi akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, pertumbuhan fisik, fungsi kognitif otak, motorik, fungsi fisiologis dan perubahan respon imun. Hal yang paling penting dilakukan orang tua dalam situasi ini adalah segera berkonsultasi dengan dokter, jadi bisa ditentukan prioritas penanganan dan tata laksananya,” jelas dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A (K), MPH, Dokter Tumbuh Kembang Anak RSCM.
Malnutrisi ini nantinya akan mengakibatkan defisiensi berbagai macam mineral, vitamin, dan protein sehingga menurunkan daya tahan tubuh dan fungsi imun sehingga anak akan mudah terserang infeksi. Pada beberapa kasus, defisiensi nutrisi menjadi penyebab masalah makan yang menyebabkan pertumbuhan lambat pada anak. Biasanya anak yang mengalami masalah makan juga terpengaruh secara kognitif sehingga mereka akan kesulitan dalam berkonsentrasi, memiliki daya ingat yang lemah, dan kemampuan kognitif lainnya.
“Malnutrisi memperlambat proses penyembuhan penyakit dan menurunkan daya intelegensi anak. Seperti yang diketahui, perkembangan otak memerlukan dua aspek penting yaitu nutrisi dan stimulasi. Faktor fisik biomedis otak memerlukan peran penting nutrisi. Makanan dengan kualitas kadar gizi dan kuantitas yang optimal akan mendukung pertumbuhan otak yang optimal, apalagi didukung dengan stimulasi yang tepat oleh orang tua. Untuk mendukung tumbuh kembang optimal serta mencapai berat badan anak yang sehat, orang tua berperan penting untuk memperhatikan pola makan pada anak serta variasi makanan yang akan sajikan kepada anak. Hal lain yang paling penting dilakukan orang tua adalah segera berkonsultasi dengan dokter, sebab, masalah ini bisa jadi bagian dari masalah lain yang lebih besar sehingga anak terancam mengalami malnutrisi atau defisiensi nutrisi yang berdampak pada tumbuh kembangnya,” tutup dr. Bernie.
*Penulis: Fani Varensia