Efek Jangka Panjang Memarahi Anak sebelum Tidur dan 7 Tips Menghindari Perilaku Ini

Annissa Wulan diperbarui 06 Sep 2024, 09:48 WIB

Fimela.com, Jakarta Dibandingkan orang dewasa, anak-anak menunjukkan energi yang berbeda. Di sebagian besar waktu, mereka aktif dan suka bermain, berisik, dan menikmati semua yang mereka lakukan.

Orangtua juga senang melihat anak mereka lincah, mengekspresikan emosi gembira, bermain, berbicara, dan berminajinasi. Tapi orangtua sering bereaksi berlebihan terhadap perilaku buruk mereka dengan memarahi anak.

Memarahi anak adalah reaksi umum orangtua. Sebaliknya, kita perlu bersabar dan memahami alasan di balik tindakan anak.

Anak-anak adalah peniru yang hebat. Karena anak akan tumbuh meniru perilaku dan tindakan orangtua, sebaiknya renungkan perilaku yang diamati anak dalam dirimu sebagai orang dewasa.

Para ahli percaya bahwa efek psikologis dari dimarahi sama buruknya, bahkan terkadang lebih buruk daripada kekerasan fisik. Seperti orang dewasa, memarahi anak terus menerus membuat anak merasa terhina, takut, bersalah, malu, cemas, dan stres.

 

 

2 dari 3 halaman

Mengapa orangtua marah?

Jawaban singkatnya adalah karena mereka merasa kewalahan, yang terkadang membuat mereka meninggikan suara. Foto: copyright shutterstock.com/Toey Toey.

Jawaban singkatnya adalah karena mereka merasa kewalahan, yang terkadang membuat mereka meninggikan suara. Tapi, marah jarang memecahkan situasi.

Ini mungkin menenangkan anak dan membuat mereka patuh untuk sementara waktu, tapi tidak akan membuat mereka memperbaiki perilaku atau sikap mereka. Singkatnya, ini mengajarkan mereka untuk takut kepada orangtua daripada memahami konsekuensi dari tindakan mereka.

Efek marah dan berteriak pada anak

Jika kamu pernah dibentak, kamu tahu bahwa suara keras tidak membuat pesan menjadi lebih jelas. Anak-anak tidak berbeda.

Berteriak akan membuat mereka tidak mendengarkan dan disiplin akan lebih sulit, karena setiap kali kamu meninggikan suara, kamu akan menurunkan penerimaan mereka. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa berteriak membuat anak lebih agresif, secara fisik dan verbal.

Berteriak secara umum, apapun konteksnya, adalah ekspresi kemarahan, ini membuat takut anak-anak dan membuat mereka merasa tidak aman. Jika kemarahanmu sering ditumpahkan kepada anak dan kamu kesulitan mengendalikan amarahmu secara teratur, sadari bahwa kamu memiliki masalah adalah langkah pertama untuk belajar mengelolanya.

Menurut American Association for Marriage and Family Therapy, berikut ini beberapa tanda yang menunjukkan seseorang memiliki masalah emosi .

1. Marah secara tidak tepat atas masalah yang tampaknya kecil

2. Mengalami gejala terkait stres seperti tekanan darah tinggi, sakit perut, atau kecemasan

3. Merasa bersalah dan sedih setelah episode kemarahan, namun sering melihat polanya berulang

4. Terlibat dalam konflik dengan orang lain, alih-alih melakukan dialog yang saling menghormati

3 dari 3 halaman

Beberapa tips untuk menghindari memarahi anak sebelum tidur

Marah dan berteriak tidak terjadi secara tiba-tiba, biasanya ini merupakan respons terhadap perilaku tertentu. Credit: shutterstock.com.

1. Ketahui apa yang memicumu marah

Marah dan berteriak tidak terjadi secara tiba-tiba, biasanya ini merupakan respons terhadap perilaku tertentu. Jika kamu bisa menemukan apa yang menyebabkan kamu marah, kamu memiliki peluang lebih besar untuk menghindarinya.

2. Beri anak peringatan

Wajar untuk memperingatkan anak, bahwa kamu akan berteriak. Peringatan sadar ini kadang-kadang cukup untuk membuat anak meredam perilaku mereka atau mempersiapkan mental mereka untuk transisi.

3. Luangkan waktu untuk beristirahat

Pergilah ke kamar mandi, berteriak di toilet. Ini sama dengan mengambil waktu menyendiri, meninggalkan ruangan secara fisik dan menenangkan diri.

4. Membuat daftar

Daftar ini nantinya bisa kamu tempelkan di area yang bisa dilihat oleh semua anggota keluarga. Isinya adalah hal-hal yang bisa dilakukan sebelum marah atau berteriak atau mengatakan sesuatu yang nantinya akan disesali.

5. Ajarkan pelajarannya nanti

Berteriak bukan komunikasi, ini sebenarnya menggerogoti legitimasi kekhawatiran orangtua dan mendorong anak untuk menutup diri, daripada mendengarkan. Mungkin sulit untuk menunggu, tapi melatih pengendalian diri pada saat kamu marah akan menyampaikan pesan yang lebih kuat secara keseluruhan.

6. Ketahui apa yang dianggap sebagai perilaku normal

Kadang, hanya menyadari persaingan saudara kandung anak-anakmu, rengekan, cerewet, dan penolakan waktu tidur adalah hal normal dan sesuai usia membuat tindakan ini menjadi kurang personal. Mengejek dan mendesah pada anak terjadi karena mereka merasa tidak memiliki kendali dalam suatu situasi.

7. Menyesuaikan ekspektasimu

Dengan anak, menjaga harapan tetap realistis adalah kuncinya. Salah satu alasan orangtua marah adalah karena harapan mereka yang tinggi dan tidak sesuai dengan kenyataan.

Kapan boleh marah dan berteriak pada anak?

Selain situasi yang jelas saat kamu berteriak karena bahagia atau untuk menyemangati anak, para ahli setuju bahwa tidak apa-apa berteriak untuk mendapatkan perhatian anak saat mereka mungkin dalam bahaya. Simpan untuk saat-saat ketika kamu benar-benar membutuhkan mereka untuk mendengarkan.