Kisah Aini Abdul, Berjuang Memberdayakan Perempuan Suku Dayak Melalui Handep

Nabila Mecadinisa diperbarui 11 Jul 2023, 15:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Aini Abdul, atau yang kerap dipanggil Aini, adalah perempuan suku Dayak dari Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah yang telah berkiprah lebih dari 1 dekade di dalam pemberdayaan masyarakat desa melalui bisnis berkelanjutan dan literasi. Terlahir dari keluarga nelayan dan petani, Aini hidup dalam kesederhaanaan. Aini bertekad untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera melalui pendidikan yang lebih baik.

Meskipun sempat tertatih untuk menyelesaikan pendidikannya di bangku kuliah karena keterbatasan ekonomi keluarganya , Aini tidak pernah putus asa. Berbagai usaha ia lakoni untuk dapat meraih gelar sarjana, mulai dari berjualan makanan hingga menjadi penerjemah dan asisten penelitian lapangan. Keterbatasan ekonomi dan kesulitan hidup yang dialami oleh masyarakat adalah pengalaman yang hidup yang juga ia rasakan. Sehingga, Aini selalu tahu bahwa menjadi bagian dari upaya untuk membangun masyarakat adalah cita-cita besar hidupnya.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Pemberdayaan harus difasilitasi dengan akses pendidikan yang baik

Perjuangan Aini Abdul berjuang meberdayakan perempuan suku Dayak melalui Handep.

Setelah mendapatkan gelar sarjana pada tahun 2007, ia mulai bekerja di sebuah perusahaan multinasional yang bergerak dibidang ekowisata. Pekerjaan ini menjadi penghubung pertamanya dengan masyarakat di desa-desa di pinggir Sungai Rungan dan Kahayan, Palangkaraya. Perusahaan pariwisata tempat Aini bekerja dengan merangkul orang-orang di desa sebagai mitra. Pekerjaan ini memberikan kesempatan kepada Aini dalam memahami masalah dan tantangan yang dihadapi oleh warga desa. Ia kemudian memainkan peran penting dalam program pemberdayaan masyarakat di bawah perusahaan tempatnya bekerja. 

Aini percaya bahwa pemberdayaan masyarakat harus difasilitasi dengan akses pendidikan yang baik. Baginya masyarakat akan bisa berdaya apabila cakrawalanya terbuka. Sejak tahun 2009, di sela-sela tugasnya sebagai pemandu wisata dan jembatan penghubung masyarakat bagi perusahaan, ia berjalan kaki membawa ransel penuh buku untuk anak-anak di sejumlah desa di bantaran sungai. Ia merasa bahwa buku-buku yang membangkitkan gairah keingintahuan tentang dunia adalah amunisi terbaik untuk memulai misinya. Sebagian buku yang ia bawa adalah koleksinya sendiri, buku milik ayahnya, dan buku pemberian teman-temannya. Gerakan kecil ini pun akhirnya lahir menjadi sebuah cikal bakal sebuah yayasan literasi dan pendidikan yang Ia namakan “Ransel Buku”. 

Saat mengerakkan program literasi dan ekowisata di beberapa desa, Aini melihat bahwa potensi kriya rotan sangat tinggi disana. Sayangnya, karena berbagai keterbatasan kriya rotan indah karya masyarakat belum mendapatkan akses pemasaran. Melalui hubungannya dengan para turis dari dalam dan luar negeri, Ia aktif membantu para perempuan pengrajin rotan di beberapa desa di kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau, sebagai platform untuk menjual hasil kriya rotan mereka. 

Setelah sempat vakum sebentar dari dunia pemberdayaan masyarakat, karena harus merawat buah hatinya, di tahun 2019, Aini bertemu kembali dengan teman lamanya, Randi Julian Miranda, di Pulau Dewata. Saat itu, Randi yang baru saja menyelesaikan Pendidikan S-2 nya di Australia, menceritakan tentang rencananya untuk membangun sebuah usaha sosial yang diberi nama HANDEP yang visinya adalah membangun perekonomian desa di Kalimantan Tengah melalui kriya khususnya kerajinan rotan. Bagaikan gayung bersambut, sama-sama datang dari latar belakang anak desa dan ingin membuat perubahan positif untuk Kalimantan Tengah, Aini pun tertarik untuk menjadi bagian dari HANDEP. 

3 dari 3 halaman

Menyokong HANDEP sebagai Chief Community Officer

Perjuangan Aini Abdul berjuang meberdayakan perempuan suku Dayak melalui Handep.

 

Bermodalkan pengalaman bekerja di bidang pemberdayaan masyarakat, Aini menyokong HANDEP sebagai Chief Community Officer dimana ia memainkan peran penting dalam membangun dan membina hubungan dengan kelompok masyarakat khususnya para pengrajin dan petani rotan. Dari satu desa ke desa yang lain, Aini bertemu dan bekerjasama dengan para petani dan pengrajin rotan. Mendengarkan cita dan asa mereka, dan menuangkannya ke dalam program strategis HANDEP. Sebagai perempuan yang berdaya, Aini ingin bisa memberdayakan perempuan lain di daerahnya agar juga bisa berdaya. Saya percaya bahwa perempuan adalah pilar terpenting dalam sebuah masyarakat. “When you empower a woman, you empower the whole community. Perempuan memainkan peranan penting dalam keluarga dan masyarakat. Perempuan harus mengenyam pendidikan dan berdaya secara ekonomi. Apa yang kami lakukan di HANDEP sangat mengakar pada pemberdayaan perempuan supaya bisa menjadi agen perubahan”, tutur Aini. 

Bekerja dengan perempuan di pedesaan tertinggal tentunya tidak mudah. Dari tingkat literasi yang rendah, keterbatasan infrastruktur dan keterisoliran geografis. Namun, ini tidak pernah menyurutkan semangat kami di HANDEP pungkas Aini. Kami bekerja dengan pendekatan bottom-up approach untuk memastikan pekerjaan kami dapat membantu masyarakat untuk melihat potensi diri dan aset lingkungan mereka dalam menjawab permasalahan dan kebutuhannya. Bertani dan menganyam rotan misalnya, ini merupakan salah satu mata pencaharian yang sangat penting bagi suku Dayak yang ada di pedesaan. Ada ribuan orang yang menggantungkan hidupnya pada rotan. Di kalangan suku Dayak, ada ungkapan “Rotan adalah kehidupan” karena rotan memainkan peranan yang sangat penting dalam tradisi dan kehidupan sehar-hari orang Dayak. Rotan dimanfaatkan untuk peralatan sehari-hari, bahan bangunan, sebagai sumber penghasilan bahkan sajian makanan. Sejak pertengahan abad ke-19 sampai sekarang, rotan telah menjadi komoditas penting bagi suku Dayak. 

Oleh karena itu, produk-produk HANDEP diproduksi dengan memanfaatkan bahan alami berupa rotan yang ketersediannya masih melimpah di Kalimantan dan proses pengerjaan yang ramah lingkungan. Produk akhirnya berupa alsesoris fashion dan dekorasi rumah seperti tas, topi, keranjang, dan aksesoris lainnya. “HANDEP sendiri mengusung konsep sustainable fashion yang bertujuan untuk membantu menjaga lingkungan serta pelestarian hutan dan budaya masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah. Masyarakat Dayak Kalimantan Tengah mempunyai tradisi menganyam rotan dengan motif tribal ciri khas Dayak yang sangat unik, potensi ini lah yang dikembangkan menjadi produk yang dapat memperkenalkan keunikan dan ciri khas suku Dayak,” jelas Aini. Selain itu, untuk setiap pembelian 1 produknya, HANDEP menanam 1 pohon di hutan masyarakat di desa- desa mitranya. Kami menggunakan konsep bisnis regenerative yang sifatnya sangat holistik dari sisi lingkungan, sosial dan ekonomi. 

Rotan yang membutuhkan hutan untuk hidup akhirnya menjadi senjata bagi HANDEP untuk menjaga hutan. Jika hutan terjaga, rotan tidak akan punah, dan sebaliknya. ”Cara paling sederhana untuk membantu masyarakat adat Dayak menjaga hutan mereka yange merupakan paru-paru dunia ini adalah dengan membeli produknya. HANDEP is craft that conserves Borneo tropical 

rainforests”, tutur Aini. Adapun perbedaan produk HANDEP dengan kriya berbahan rotan lain di Kalimantan dan daerah lain di Indonesia adalah anyamannya yang sangat halus, desain yang kontemporer, transparansi dan perdagangan yang adil, serta pewarnaan yang masih menggunakan cara tradisional, yakni dengan pewarna alam. Hal itu dilakukan HANDEP untuk menjaga kearifan lokal. Setelah 4 tahun, HANDEP telah berhasil menjadi sebuah social enterprise dan fashion brand kenamaan di Indonesia. Ini adalah hasil kerja keras tim kami di HANDEP yang mayoritasnya adalah orang Dayak. 

Saat ini, HANDEP bermitra dengan kurang lebih 350 pengrajin di desa-desa di Kalimantan Tengah dan Barat. Di tahun 2023, HANDEP merambah ke kain tenun Dayak di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, untuk mendukung pelestarian menenun suku Dayak Iban dan memberikan kesempatan matapencaharian yang lebih baik bagi perempuan penenun. Kain Tenun suku Dayak Iban ini disulap menjadi pakaian dan juga aksesoris seperti tas. 

HANDEP juga mengajak berbagai pihak untuk berkolaborasi dalam pemberdayaan ekonomi pedesaan dan perempuan. HANDEP telah bekerja sama dengan pihak lain seperti perusahaan swasta dan NGOs untuk memberdayakan para petani dan pengrajin di beberapa daerah di Indonesia. Kami berharap bisa memperluas dampak kami ke desa-desa lain di Kalimantan dan daerah lainnya di Indonesia agar semakin banyak perempuan yang berdaya dan menjadi pilar kekuatan bangsa. Saya juga berharap semakin banyak anak muda di Indonesia yang mau bergerak membangun desa dan memberdayakan kaum perempuan supaya gerakan ini menjadi lebih kuat dan berdampak luas, tutup Aini. 

#Breakin Boundaries